22

293 22 0
                                    

"Taraaa!" Chan membuka pintu rumahnya lebar-lebar. "Selamat datang di rumah!"

Mata Nara melebar begitu Chan melepaskan penutup mata yang sengaja dipasangnya saat di tengah perjalanan pulang. "Rumah ini... milik siapa?"

Chan mendorong kursi roda Nara hingga masuk ke ruang tamu. Pria itu berlutut di sisi kiri kursi roda Nara. "Tentu saja rumah kita. Disini kita akan hidup bersama si kembar."

Nara menoleh ke arah Chan dengan tatapan tak percaya. "Maksudmu? Kita berempat?"

Chan mengangguk mantap. Ia meraih kedua telapak tangan Nara dan menggenggamnya erat. "Kita akan tinggal bersama hingga tua nanti. Jangan pikirkan masa lalu. Noona tahu kan kalau aku tidak akan membiarkan kau lepas lagi dari genggamanku. Jangan coba-coba untuk pergi atau kau akan mendapat hukuman berat."

Nara terkekeh. "Kau mengancamku, huh?"

Chan mengedikkan bahunya tak peduli. Ia kembali berdiri dan mendorong kursi roda hingga makin masuk ke dalam rumah. "Asalkan kau bisa terus berada disisiku, tidak apa kan kalau aku mengancam?"

"Ei, kau belum mengatakannya lagi ketika aku sudah sadar," ucap Nara. Chan mengangkat kedua alisnya tampak bingung dengan pembicaraan Nara. Wanita itu tersenyum miring. "Ketika aku masih koma, kau mengatakannya berkali-kali. Namun ketika aku sudah sadar kau tidak pernah mengatakannya sama sekali. Kau ini jahat, Chan."

Kedua pipi Chan memerah. Ia tahu betul kalimat apa yang dimaksud Nara. Ucapan "Aku mencintaimu". Pria itu menoleh ke arah lain, berusaha menghindari tatapan menginterogasi Nara.

"Ayo aku antar ke kamar. Setelah Noona lebih sehat, aku akan menunjukkan ruangan lain di lantai dua," ujar Chan mengalihkan pembicaraan.

Chan mendorong kursi roda memasuki satu-satunya kamar tidur yang terletak di lantai satu. Ia menggendong tubuh ringan Nara dan menidurkannya di atas kasur dengan hati-hati. Setelah itu, Chan menyelimuti tubuh Nara hingga perut.

"Aku akan menyiapkan makan siang. Sebentar lagi pasti Bora noona dan Mingyu hyung akan pulang kemari bersama Taeyun dan Taeyong," ucap Chan sambil berdiri. Ia meletakkan ponsel milik Nara di nakas samping tempat tidur. "Kalau kau butuh sesuatu, teriak saja panggil namaku. Kalau suaramu masih tidak bisa keluar, kau bisa meneleponku."

Nara tersenyum manis. "Terima kasih, Chan."

Chan balas tersenyum. Ia mengulurkan tangannya untuk menepuk puncak kepala wanita itu. "Aku yang seharusnya berterimakasih. Noona sudah memberiku banyak kebahagiaan."

---

Chan meletakkan Taeyun yang sudah terlelap ke dalam keranjang bayi dengan hati-hati. Bayinya itu baru saja disusui Nara. Chan bergerak ke keranjang bayi yang lain. Ia membenahi posisi selimut Taeyong yang sudah tidur terlebih dahulu. Setelah memastikan bahwa anak-anaknya nyaman dalam tidur mereka, Chan naik ke kasur dan merayap ke balik selimut.

Nara mengusap rambut Chan dan memberikan tepukan-tepukan kecil di kepalanya . Dirinya memang mahir memberikan pujian. Bekerja sebagai guru TK selama enam tahun membuatnya terbiasa memberikan reward jika anak-anak didiknya melakukan kebaikan. 

"Aku ini suamimu, bukan muridmu," balas Chan tidak terima diperlakukan seperti anak kecil.

Nara terkekeh. Ia menarik tangannya. "Okay, okay. Chan-ie sekarang sudah besar."

Chan mendengus kesal sembari memajukan bibirnya sebagai bentuk protes. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Nara secara mengejutkan memberikan ciuman tiba-tiba di pipinya. Tentu saja hal itu sukses membuat Chan tersipu malu.

"Hadiah dariku karena kau sudah menjadi Appa yang menakjubkan bagi Taeyong dan Taeyun," ucap Nara lagi.

Chan mengerjap-erjapkan matanya. Ia kemudian ikut tersenyum. Sebelah lengannya bergerak menarik Nara hingga tubuh mungil istrinya itu masuk ke dalam dekapannya.

"Ini malam pertama Noona tidur di rumah, bagaimana perasaanmu?" tanya Chan sembari mengusap lembut puncak kepala Nara.

"Aku tidak menyangka kau sudah menyiapkan banyak hal untukku maupun si kembar," jawab Nara jujur. Wanita itu menengadahkan kepalanya hingga dapat menatap wajah Chan dengan lebih jelas. "Apa kau menyiapkan ini semua seorang diri?"

"Hyesung Noona banyak membantu," jawab Chan. "Aku berhutang budi padanya. Hyesung Noona banyak memberikan bantuan sejak pertama kali tahu bahwa kau hamil bahkan hingga mengurus si kembar ketika kau masih berada di rumah sakit."

Nara mengangguk membenarkan. "Kita harus memberikan hadiah sebagai bentuk ucapan terima kasih."

"Setelah kau lebih sehat dan fisioterapi selesai, aku akan membawa kita semua mengunjungi Hyesung Noona," ujar Chan. "Yang penting kau sembuh dulu, mengerti?" tanya Chan sembari menjawil hidung Nara pelan.

"Nde," jawab Nara imut. Chan tertawa senang mendengarnya.

"Chan," panggil Nara lagi saat keheningan menyelimuti keduanya.

"Hm?" balas Chan. Sesungguhnya ia sudah hampir terjatuh masuk ke dalam alam mimpi. Mengurus dua anak sekaligus dan seorang istri memakan banyak tenaga.

"Saat aku koma, aku bisa mendengarkan semua hal yang kau katakan," jelas Nara. Chan memaksakan diri agar kedua matanya tidak menutup. Ia tahu bahwa Nara sedang berbicara mengenai sesuatu yang penting. Terdengar dari nada bicaranya yang berubah serius.

"Apa benar kau mencintaiku?" tanya Nara.

"Ya, aku mencintaimu," jawab Chan lirih. Ia berusaha agar kesadarannya tidak menghilang.

Tangan kiri Nara melingkar di atas perut Chan. "Malam itu, kau tidak hanya membuat pesta perayaan ulang tahunku. Kau menyiapkan kejutan lainnya juga. Boleh aku tahu apa yang akan kau lakukan jika saja saat itu aku dapat datang kesana?"

Chan menggeliat. Ia memeluk tubuh Nara layaknya bantal guling. "Sesuatu yang spesial. Kau tidak perlu tahu. Aku akan melakukan kejutan ulang untukmu lagi."

Nara mengangguk. Ia menerima alasan yang diberikan oleh Chan. "Kalau boleh tahu sejak kapan kau mulai mencintaiku? Aku selalu takut jika hari kelahiran si kembar tiba, kau akan langsung meninggalkanku. Mengingat hal itu saja, mampu membuatku sedih."

"Aku tidak akan pergi kemana-mana, Jang Nara," ucap Chan dengan mata terpejam. Ia memberikan kecupan ringan di puncak kepala Nara. "Maaf kalau aku tidak mengutarakan perasaanku padamu lebih awal hingga kau merasa khawatir seperti itu. Mulai saat ini aku akan mengatakannya hingga kau bosan."

"Kau belum menjawab pertanyaanku. Sejak kapan kau mulai mencintaiku?" desak Nara. Ia menggoyang-goyangkan bahu Chan hingga kedua mata pria itu membuka kembali.

"Sejak pertengkaran pertama kita, pertama kalinya aku mengantarmu periksa ke dokter kandungan," jawab Chan lugas. "Noona, aku senang kau mulai terbuka denganku. Aku nyaman denganmu. Melihatmu bertingkah manis dan manja hanya padaku seperti ini membuatku ingin menerkammu sekarang juga."

Nara memukul dada Chan pelan. Pria itu tertawa puas ketika melihat semburat merah menghiasi kedua pipi sang istri. 

"Ayo kita tidur. Kau masih butuh banyak istirahat. Kau belum punya banyak tenaga untuk melayaniku saat ini," ucap Chan lagi makin menggoda Nara.

"Ya! Kau mesum!" pekik Nara sembari berusaha melepaskan rangkulan Chan pada pinggangnya. Tawa Chan semakin lepas. Rasa kantuknya perlahan menghilang begitu melihat reaksi menggemaskan dari sang istri.

"Oeee...." Tawa Chan berhenti. Kepalanya menoleh ke arah tempat tidur bayi di sisi lain ruangan. Taeyong menangis dengan menggerak-gerakkan tangannya. Chan mendesah panjang. Ia bahkan belum sempat tidur, namun bayinya sudah kembali bangun.

Nara mendorong dada Chan pelan. "Taeyong Appa, fighting!"

---

[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang