10

242 23 0
                                    

"Noona-ya, naega jinjja johahaneun sarami... aduh," nyanyian Chan terputus oleh jitakan Bora di puncak kepalanya.

"Menjijikkan," ejek Bora. Gadis itu kembali fokus dengan layar televisi yang menampilkan sebuah acara variety show di hadapannya. "Kalau kau yang melakukan aegyo jadi terlihat tidak bagus."

Chan cemberut. Pasalnya ia hanya berusaha menirukan apa yang sedang dilakukan oleh salah satu idol favorit Bora di televisi yang sedang mereka tonton bersama. Menurutnya tidak ada perbedaan dalam aegyo yang ia lakukan dan pria itu lakukan.

"Kalian berdua, bisakah bantu aku bereskan barang-barang ini dulu?" pinta Nara dari arah dapur. Wanita itu kerepotan melihat belanjaan yang baru mereka bertiga beli bersama.

"Ne!" jawab Chan dan Bora serempak.

Berbeda dengan Chan yang langsung bangkit berdiri dan berjalan ke dapur untuk membantu Nara. Bora masih saja duduk diam di depan televisi. Ia tidak mau melewatkan satu pun momen yang dimainkan oleh idolanya saat ini.

"Perut Noona sudah tambah besar," komentar Chan. Tangannya mulai mengambil berbagai macam sayuran di kantung belanja dan memasukkannya ke kulkas.

Nara menghentikan gerakan tangannya. Ia memandang ke arah perutnya yang memang sudah membuncit. Dengan gerakan halus, ia mengusapnya pelan.

"Tentu saja, usia kehamilanku sudah memasuki bulan kelima," jawab Nara bangga. "Bahkan aku sudah merasakan tendangan mereka."

"Benarkah? Sejak kapan mereka menendang?" tanya Chan tak percaya. "Mengapa Noona tidak memberitahuku?"

Nara mengangkat kedua bahunya. "Kukira itu bukan hal yang penting bagimu."

"Penting. Aku ayah mereka," jawab Chan cepat. Ia bergerak ke arah Nara. Namun langkahnya berhenti dan terlihat ragu. "Ehm, boleh aku menyapanya? Aku juga mau merasakan tendangan mereka."

Nara mengangguk malu. Entah mengapa ia merasa jauh jadi canggung dengan Chan jika sedang membahas masalah kandungannya. Padahal sudah dua bulan mereka hidup bersama.

Chan menunduk hingga wajahnya tepat berada di depan perut Nara. Kedua tangannya memegang lutut sebagai tumpuan berat badannya. Awalnya Chan ragu, namun ketika melihat anggukan kepala Nara ia melanjutkan niatnya.

"Annyeong, ini Appa," ucap Chan bingung. Sebenarnya ia belum memikirkan sebutan untuk dirinya sendiri. "Ehm, kalian pasti bingung ya karena baru pertama kali mendengar suara Appa. Appa akan lebih sering menyapa kalian."

Nara terkesiap. Wanita itu mundur satu langkah, tangan kanannya memegang pinggiran meja sebagai tumpuan. Chan yang menyadarinya kembali menegakkan tubuh. Dengan tatapan khawatir, Chan melihat perubahan raut wajah Nara.

Selama beberapa detik Nara diam. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum balas menatap mata Chan. Wanita itu tampak cantik dengan wajah terpukaunya.

"Mereka baru saja menendang lagi!" pekik Nara tertahan. "Ayo bicara lagi, Chan! Mereka merespon suaramu."

"Benarkah?" kali ini Chan yang takjub. Ia kembali menunduk dan berbicara. "Kalian baru saja menendang? Eomma kalian sampai kaget dibuatnya."

"Lagi!" kata Nara senang. Tangan kanannya memegang area dimana tendangan itu ia rasakan.

Tanpa aba-aba dan dengan perasaan penuh keingintahuan yang besar, Chan ikut mengulurkan tangannya dan menyentuh permukaan perut Nara. Hamil kembar membuat perut Nara cepat terlihat besar. Bahkan saking kuatnya tendangan si kembar, perut Nara terlihat menonjol.

"Wah, kuat sekali tendangannya!" pekik Chan senang.

Nara yang terkejut hanya bisa diam. Wanita itu cukup kaget dengan tendangan terkeras yang baru pertama kali ia rasakan, namun kali ini ia bertambah kaget karena usapan tangan Chan di perutnya terasa menyenangkan. Entah jenis perasaan apa. Yang jelas kehangatan tangan lebar pria itu mampu membuat si kembar kembali tenang.

"Ah, maaf. Aku tidak izin Noona dulu."

Nara tersadar dari keterkejutannya. Matanya mengerjap lucu. "Eoh? Iya tidak masalah. Suaramu membuat mereka bergerak aktif, tapi di saat yang bersamaan mereka bisa kembali tenang dengan usapan tanganmu."

"Memang biasanya mereka tidak tenang?" tanya Chan bingung.

Nara terkekeh. "Kalau mereka sedang sangat aktif, aku sampai harus duduk diam untuk meredakannya. Mereka bahkan tidak langsung tenang dengan usapan tanganku."

Chan mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia tampak takjub mendengar satu fakta baru itu. Tatapannya terarah pada perut buncit Nara. Hal itu mampu membuat kedua pipi Nara memerah karena malu.

"Chan, kata Mingyu kau terlambat untuk latihan sore ini," seru Bora dari ruang televisi. "Mingyu bilang ponselmu mati jadi tidak bisa dihubungi."

"Ah, aku lupa ada jadwal!" ucap Chan sembari menepuk dahinya. Pria itu memandang wajah Nara tampak bingung.

"Pergilah, aku bisa meminta bantuan Bora jika ada sesuatu," kata Nara mengerti.

Chan mengangguk. Ia tersenyum sebelum berbalik badan menuju kamarnya untuk bersiap-siap berangkat latihan.

---

"Jadi bagaimana dengan istrimu sekarang? Sudah makin ganas?" tanya Jeonghan sambil menaik-naikkan kedua alisnya.

Chan menoleh ke kanan dan kiri. Tak melihat ada member Seventeen lain di sana yang mungkin sedang diajak bicara Jeonghan selain dirinya, Chan menunjuk dirinya sendiri dengan ujung jari. Ia menelengkan kepala, tampak bingung dengan pertanyaan Jeonghan barusan.

"Tidak perlu sepolos itu," ucap Jeonghan dengan nada jahil. "Hanya kita berdua di Seventeen yang sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. Kau bisa menceritakan masalah ranjangmu padaku."

Chan tersedak ludahnya sendiri. Jadi itu maksud perkataan Jeonghan tadi. Chan bahkan tidak menyangka hyung-nya itu melemparkan pertanyaan provokatif seperti tadi. Pasalnya, Jeonghan adalah satu-satunya hyung yang memberinya bogeman mentah ketika mengetahui Chan berhasil membuat hamil anak orang diluar ikatan pernikahan.

"Aku... tidak tahu... maksud pertanyaanmu," jawab Chan terbata.

"Ei, kau tidak asyik," kilah Jeonghan.

Dalam hati Chan mengumpat. Pada awalnya ia memang murni tidak tahu maksud perkataan Jeonghan. Jujur saja, sejauh ini Chan hanya pernah melakukannya sekali, momen yang akan ia sesali sepanjang hidupnya, dan itu membuahkan hasil tak terduga. Bahkan setelah meresmikan hubungan dengan Nara sebagai sepasang suami istri, Chan tidak pernah membayangkan untuk melakukan hal itu lagi. Apalagi status pernikahan ini hanya sebagai formalitas saja.

"Aku ... belum melakukannya lagi, hyung," jawab Chan jujur sembari menggaruk belakang kepalanya.

"Jangan bohong!" pekik Jeonghan. Namun ketika ia melihat wajah polos dongsaeng-nya itu, Jeonghan akhirnya percaya. Ia menghela napas panjang. "Ternyata kau tetaplah seorang anak kecil."

"Ya! Aku bukan anak kecil lagi," protes Chan. Ia selalu protes jika member Seventeen menyebutnya dengan julukan itu.

"Kau tahu kan bahwa hubungan badan itu tidak dilarang dalam masa kehamilan?" tanya Jeonghan. Ia hanya mendapatkan kedipan mata tampak bingung dari Chan. Jeonghan jadi gemas sendiri melihatnya. "Asalkan kondisi kandungan istrimu baik-baik saja dan kau tidak bermain kasar, itu tidak masalah. Lagipula kandungannya sudah cukup tua kan?"

"Hm, iya, sudah lima bulan hyung," jawab Chan tak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Arra. Usia kandungannya hanya selisih satu hingga dua minggu lebih awal dari usia kandungan Nari," ungkap Jeonghan. "Hormon kehamilan di usia kehamilan seperti sekarang benar-benar hebat. Aku bahkan tidak yakin dengan pendengaranku ketika Nari yang duluan memintanya padaku. Hebat kan?"

Wajah Chan memerah. Ia menggelengkan kepalanya. Pria itu berusaha keras membuang semua pikiran kotor yang menghampiri otaknya.

"Hyung sangat mesum," ucap Chan. Ia berpura-pura sibuk meneguk seluruh isi botol air mineralnya dalam satu tarikan napas. "Aku mau lanjut berlatih lagi. Malam ini aku tidak bisa pulang terlalu malam."

"Ah aku tahu," sambar Jeonghan. "Kau pasti mau melakukannya kan?"

"Hyung!" protes Chan. Jeonghan hanya tertawa terpingkal-pingkal melihat kekesalan di wajah Chan yang tampak sangat jelas.

[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang