Seminggu berlalu dengan tenang. Setelah masa promosi Seventeen selesai, Chan jadi lebih sering pulang ke apartemen Nara. Bahkan para manajer tidak sadar jika artisnya itu sering keluar dorm tanpa izin. Hanya sekali saja Chan ada jadwal syuting sebuah program talk show. Itu pun syutingnya di siang hari. Sepulang dari jadwal, ia langsung memanggil taksi dan memilih pulang ke rumah. Chan sangat menikmati sensasi "disambut istri sepulang kerja".
Kini pria itu duduk di dalam mobil dengan tak sabar menunggu Nara muncul dari gedung sekolah tempatnya mengajar. Wanita itu sudah izin pada atasannya untuk bekerja hingga tengah hari karena harus pergi ke dokter. Seharian ini Chan sangat tak sabaran. Bahkan saat seharusnya ia menjemput Nara pukul 11.30, ia sudah berada di tempat satu jam sebelumnya.
"Kukira kau akan terlambat," kata Nara begitu duduk di kursi penumpang samping pengemudi.
"Seharian ini aku kan di rumah, tidak mungkin aku terlambat," jawab Chan. "Lagipula aku sangat bersemangat dengan rencana kita hari ini."
Nara tertawa kecil mendengar antusiasme Chan. "Kau pasti akan lebih takjub begitu mendengar detak jantung mereka."
"Noona membuatku tidak sabar," kata Chan sambil melajukan mobilnya.
---
"Selamat siang, Nyonya Jang!" sapa Dokter Lee dengan semangat. "Maaf membuatmu menunggu. Tadi ada operasi sesar darurat yang harus aku tangani," pandangan dokter Lee beralih pada seorang pria lain di dalam ruang itu. "Dan... Anda adalah ayah si kembar?"
"Ya," jawab Chan. "Perkenalkan saya Lee Chan."
Dokter Lee mengangguk. Walaupun ini pertemuan pertamanya dengan Chan, ia sudah tau siapa ayah si bayi jauh sebelum pria itu datang memperkenalkan diri. Siapa lagi kalau bukan dari Hyesung, sumber informasinya?
"Jadi, sejauh ini ada keluhan?" tanya Dokter Lee. Pria itu membuka-buka catatan medis milik Nara.
"Tidak ada. Saya merasa baik-baik saja seperti biasa," jawab Nara.
Dahi dokter Lee sedikit berkerut ketika membaca sebuah tulisan. Ia mengangkat wajahnya dan memandang ke arah Nara. "Saat diukur tekanan darah oleh perawat, tadi hasilnya tinggi ya? 140/90?"
"Ah, iya dokter. Biasanya kan cuma 100 - 110," jawab Nara seperti teringat.
"Ada bengkak-bengkak di kaki atau wajah? Atau pandangan sering kabur?" tanya sang dokter lagi dengan serius.
"Tidak ada dok," jawab Nara dengan yakin. "Jadi, kondisinya bahaya ya dok?"
Dokter Lee melepas kacamata yang dipakainya dan tersenyum menenangkan. "Kita coba ukur tekanan darahnya ulang ya. Setelah itu saya nanti akan melakukan cek urin, untuk melihat apakah ada protein di dalamnya. Jadi ada kondisi yang namanya pre-eklampsia pada ibu hamil."
Dokter Lee menjelaskan tentang pre-eklampsia dengan perlahan pada Nara. Wanita itu mendengarkan dengan seksama dan serius. Kalau masalah yang berhubungan dengan kondisi kandungannya, Nara pasti tidak pernah main-main. Tak berbeda dengan Nara, Chan yang biasanya paling malas kalau disuruh "belajar" kali ini tampak serius mendengarkan penuturan sang dokter. Sebelah tangannya bergerak menggenggam telapak tangan Nara. Dibandingkan istrinya, Chan justru lebih ngeri ketika mendengar komplikasi yang dapat timbul dari pre-eklampsia.
"Tapi tenang saja, kan belum tentu pre-eklampsia. Lagipula semakin cepat diketahui, semakin cepat juga bisa kita tangani. Nah, sekarang kita lihat bayinya dulu ya," ucap dokter Lee sambil berdiri menuju kasur pemeriksaan.
Sudah terlatih, Nara tanpa perlu disuruh sudah naik ke kasur. Seorang perawat menyelimuti bagian bawah tubuh Nara dan mengoleskan gel USG di permukaan perutnya. Chan berdiri di sisi kiri dekat kepala Nara. Pandangannya terarah pada layar USG ketika dokter Lee mulai menggerakkan probe di tangannya.
"Nah, ini adek yang pertama," jelas dokter Lee pada Chan. Ia kemudian menggeser probe ke sisi lain perut Nara. "Kalau ini adek yang kedua." Chan mengangguk-anggukkan kepalanya tampak paham.
"Posisinya masih sama kayak kontrol yang kemarin ya. Saya sudah jelaskan kan kemarin bagaimana kemungkinan cara persalinannya?" ucap Dokter Lee lagi.
"Iya sudah dok," jawab Nara.
Chan memandang ke arah Nara dan Dokter Lee bergantian. "Maaf, saya tidak tahu apa yang sedang kalian bicarakan."
"Belum dijelaskan pada suaminya, ya?" tanya dokter pada Nara. Wanita itu hanya meringis sembari menggelengkan kepalanya. Toh, selama ini Nara menganggap semua masalah kehamilannya tidak perlu dijabarkan semua ke Chan.
Dokter Lee membenahi posisi duduknya hingga mengarah pada Chan. "Jadi, posisi si kembar di dalam sana kepala mereka tidak saling bertemu. Kepala ketemu kaki. Kalau dibahasa medis, kita menyebutnya interlocking. Posisi seperti ini salah satu indikasi dilakukannya persalinan secara sesar. Operasi."
Mendengar kata operasi, Chan membelalak ngeri. Nara menepuk bahu Chan pelan hingga pria itu menutup mulutnya yang tanpa sadar jatuh bebas. Nara tersenyum manis. Yah, salahnya juga tidak memberi tahu Chan terlebih dahulu.
"Tenang saja. Itu tidak terlalu menyeramkan kok," ucap Nara menenangkan. "Aku bahkan sudah siap secara mental."
Dokter Lee ikut tersenyum melihat pasiennya yang tampak tenang dan berpengalaman. Jarang-jarang wanita muda yang hamil untuk pertama kalinya bisa tenang seperti itu. Dalam hati Dokter Lee memuji keberanian dan kemandirian Nara.
"Ya, sudah cukup," kata Dokter Lee. "Sekarang ukur tekanan darahnya sekali lagi, terus kita periksa urine ya." Dokter Lee menghadap ke arah perawat yang sedari tadi menemaninya periksa. Entah apa yang ia perintahkan pada suster itu, namun setelahnya Dokter Lee meminta agar Nara mengikuti perawat tersebut untuk pemeriksaan berikutnya.
---
"Ayo makan dulu," bujuk Nara. Ia bahkan meletakkan udang goreng tepung miliknya ke atas piring milik Chan.
"Noona, aku sedang marah padamu," tegas Chan. "Aku tidak lapar."
Nara menghela napas panjang. Wanita itu mengalah dan meletakkan sumpitnya kembali di atas meja. Ia tahu Chan mengkhawatirkan keadaannya, namun ia bersikeras agar tidak mengganggu konsentrasi pria itu dengan mengatakan masalah kandungannya saat mereka sedang sibuk comeback tempo hari. Tanpa disangka. Hal itu justru membuat Chan ngambek padanya seperti sekarang.
"Aku minta maaf, okay?" ucap Nara lagi sambil menarik-narik lengan kemeja yang dikenakan Chan. "Aku janji mulai sekarang aku akan lebih terbuka padamu mengenai keadaan si kembar."
Chan menatap kedua mata Nara lamat-lamat. Hal itu membuat Nara jengah. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Jawab pertanyaanku dengan jujur, apa Noona tidak takut sama sekali?" tanya Chan. "Siapa saja yang sudah tahu masalah ini?"
"Hyesung tahu kok, selama ini dia yang menemaniku periksa. Sebenarnya dia sudah menyuruhku untuk memberitahumu hal ini," jawab Nara sambil menunduk. Ia memainkan tangannya di atas pangkuan. "Jujur saja, aku takut. Aku banyak mencari tahu mengenai operasi sesar. Hyesung juga banyak membantu. Aku merasa biasa saja sekarang."
Ini pertama kalinya Nara tampak merasa sangat bersalah di hadapan Chan. Selama ini ia selalu bisa membalikkan kata-kata protes Chan. Tapi untuk masalah yang satu ini, Nara mengalah. Bagaimana pun juga Chan juga berhak untuk khawatir atas keselamatan si kembar sebagai ayah biologisnya.
"Sudahlah, kita bicarakan ini nanti," ucap Chan pada akhirnya. Pria itu mengembalikan udang milik Nara dan meletakkannya di piring wanita itu. "Makanlah. Sudah waktunya perutmu diisi. Jangan membantah."
Nara mengangguk kecil. Tanpa banyak penolakan, wanita itu meraih sumpitnya. Ia menyuapkan nasi ke dalam mulutnya sedikit-sedikit. Begitu pula dengan Chan. Mereka berdua menikmati santap siang di kantin rumah sakit tanpa banyak kata yang terucap diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional Love
Romansa[COMPLETE][SVT FF Series] --- Melanjutkan karir atau membangun keluarga? Jika Chan diberikan pertanyaan itu, tanpa pikir panjang ia akan memilih jawaban pertama. Pikiran idealisnya memang begitu. Namun keadaan tidak bisa berkompromi. Di usianya yan...