Chan tiba di kediaman noona kembar tepat pukul sembilan malam. Bora belum pulang dari jadwal pemotretan iklan. Alhasil, kini hanya ada Chan dan Nara di dalam sana. Keadaan terasa kikuk dan menyesakkan. Chan memilih mengganti-ganti channel televisi di ruang tengah, sedangkan Nara menyibukkan diri dengan membaca buku di meja makan.
"Noona, kau lapar tidak?" tanya Chan memecah keheningan yang tercipta diantara keduanya.
"Aku baru saja menghabiskan dua porsi nasi goreng kimchi," jawab Nara tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.
"Aku mau pesan pizza, yakin Noona tidak mau?" tanya Chan lagi. "Kalau tidak mau, aku hanya akan memesan ukuran medium."
"Ya, pesan saja ukuran medium," ucap Nara. Ia menutup bukunya dan mengulet sedikit. "Langsung habiskan, okay? Aku tidak suka isi kulkasku berantakan oleh junk food."
Chan mengangguk. Ia sibuk menelepon toko pizza langganannya. Seketika ia teringat sesuatu.
"Noona, aku minta alamat lengkap apartemen ini!" seru Chan memanggil Nara yang sibuk membasuh wajahnya di dalam kamar mandi.
"Lihat di pintu kulkas, Chan," ucap Nara. Ia sudah terbiasa sabar dengan kelakuan kekanakan yang biasa ditunjukkan oleh Bora. Kini ia harus meladeni satu anak kecil lagi.
Gadis itu keluar dari kamar mandi sembari mengelap wajahnya dengan handuk kecil. Nara berjengit kaget ketika hampir saja menabrak Chan yang tahu-tahu sudah berada di ambang pintu. Dengan kesal, Nara melempar handuk yang ada di tangannya ke wajah Chan.
"Apa yang kau lakukan di depan kamar mandi? Kau mengintipku? Dasar mesum!" omel Nara.
"Aku hanya khawatir karena Noona sangat lama berada di dalam sana. Kukira Noona pingsan," jawab Chan. Pria itu menggantungkan handuk milik Nara di tempat seharusnya. "Kau sudah bersiap-siap mau tidur?"
"Belum," jawab Nara singkat. "Akibat hormon kehamilan, mukaku jadi lebih sering berminyak. Karena tidak suka dengan rasanya, aku jadi sering mencuci muka."
"Memang ada hubungannya, Noona?" tanya Chan. Ia mengekori Nara dan ikut duduk di salah satu kursi meja makan. Pria itu terbiasa hidup di dalam keramaian asrama Seventeen. Ia tidak tahan jika harus berdiam diri lebih dari dua jam.
Nara melayangkan tatapan datar. Wanita itu mengambil satu buku dari tumpukan di atas meja. Ia menyorongkannya ke arah Chan.
Chan mengernyitkan dahinya. Ia meraih buku yang disodorkan Nara tanpa tahu apa-apa. Chan membaca judulnya dalam hati. "Perubahan Tubuh Saat Kehamilan." Ternyata sedari tadi Nara sibuk membaca buku-buku seperti ini.
"Ah," ucap Chan mengerti. Ia mengembalikan buku tersebut ke dalam tumpukan. "Aku lebih tertarik main game daripada membaca."
Nara mengangkat kedua bahunya acuh. Ia tidak mempedulikan jawaban Chan dan mulai kembali tenggelam dalam bahan bacaan. Merasa diacuhkan, Chan kembali berlalu ke sofa di depan televisi. Ia berbaring sembari memainkan ponselnya. Keheningan kembali tercipta di ruangan itu.
---
Sudah sepuluh menit Nara berusaha menahan diri. Namun pemandangan Chan yang terlihat sangat menikmati pizza sembari menonton televisi mengganggu konsentrasinya. Bukan, ia tidak tertarik dengan pria itu. Nara tertarik dengan pizza bertoping daging sapi dan jamur diatasnya. Nara berusaha memberi sugesti pada dirinya bahwa junk food tidak baik bagi kesehatan janinnya, apalagi tadi dia sudah menghabiskan dua piring nasi goreng kimchi.
Tak bisa menahan diri, gadis itu membaca bukunya dan ikut bergabung duduk di sofa. Chan melirik sekilas ke arah Nara. Ia tidak ingin mengganggu aktivitas noona-nya itu dengan pertanyaan tak penting.
"Ini sudah malam, memangnya kau tidak membatasi makananmu?" tanya Nari.
Chan menoleh. "Ini bukan apa-apa bagiku. Lagipula aku rutin latihan dance dan olahraga, pasti lemak itu akan terbakar."
"Tetap saja," ucap Nara lagi. "Makan sebanyak ini seorang diri tidak baik, Chan-ah."
Chan terkekeh. Ia menyorongkan sepotong pizza ke mulut Nara. "Kalau Noona mau, tinggal bilang saja."
"Aku tidak bilang begitu," tolak Nara, menjaga gengsinya. Ia berdeham kecil. "Tapi si kembar yang minta makan lagi."
Tawa Chan pecah. Pria itu menyorongkan satu kotak isi pizza yang baru ia makan dua potong ke hadapan Nara. "Makanlah. Tidak masalah sekali-kali si kembar di kasih makan pizza. Mereka pasti bosan dengan makanan sehat terus."
Nara melirik Chan sinis. Ia menarik sepotong pizza dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Sekarang kau mengakui keberadaan si kembar," sindirnya.
Chan terdiam. Pria itu memahami kemarahan Nara. Ia sendiri menyesal telah menyarankan pada Nara untuk menggugurkannya, bahkan sebelum wanita itu memeriksakan kandungan. Chan merasa dirinya menjadi pria yang pengecut.
"Maaf jika perkataanku tempo hari menyakiti perasaan Noona," ucap Chan. Ia memposisikan duduknya hingga menghadap Nara. "Aku akan berusaha keras belajar menjadi ayah yang baik untuk mereka."
Nara menggeleng. "Kalau kau melakukannya karena suruhan orang lain, lebih baik tidak kau lakukan," Nara tersenyum penuh makna. "Aku tahu kau melakukan ini semua karena Bora. Kau mencintainya, kan?"
Untuk kedua kalinya Chan terdiam. Perkataan Nara menusuknya tepat sasaran. Sejauh ini Chan memperhatikan kondisi Nara karena mengikuti perkataan Bora. Ia tidak ingin mengecewakan gadis yang disukainya.
"Noona," panggil Chan lirih. "Kau... tidak marah?"
"Bohong kalau aku berkata aku tidak marah sama sekali," jawab Nara. "Memang aku bisa apa? Itu perasaanmu, aku menyadari dan memakluminya. Kau tidak perlu merasa tidak enak denganku. Toh, aku yang bilang sanggup untuk merawat anak ini sendiri."
"Darimana Noona tahu aku suka pada Bora Noona?" tanya Chan tak bisa menyembunyikan keheranannya.
"Kau menyebut namanya saat melakukan hal itu denganku," jawab Nara lugas seperti bukan hal menyedihkan baginya.
"Ma... Maaf," lagi-lagi Chan meminta maaf. "Aku benar-benar mabuk malam itu."
Nara mengibaskan tangannya, tampak tak peduli. Gadis itu kembali mencomot satu potong pizza dari tempatnya.
"Aku tidak ingin hubungan kita menjadi canggung karena kejadian ini. Kau tetaplah seorang adik bagiku, tidak ada yang berubah. Jangan karena aku hamil, kau jadi merasa tidak enak denganku," ucap Nara dengan mulut penuh. "Biasa saja ketika denganku. Aku tidak akan marah jika kau tidak menyuruhku lagi untuk menggugurkan anak ini."
"Aku tidak akan melakukan hal bodoh lagi. Aku janji," sambar Chan cepat bersungguh-sungguh.
"Kalau begitu," Nara menggantung kalimatnya. Ia kembali memasukkan potongan pizza lain ke dalam mulutnya. "Ayo makan lagi. Bisa-bisa aku menghabiskannya seorang diri."
Chan meringis. "Melihat Noona makan saja, aku sudah kenyang." Pria itu mendapatkan pelototan dari Nara. "Noona habiskan saja. Aku tahu semua pizza itu habis karena si kembar, bukan Noona."
Nara mengangguk-anggukkan kepalanya tampak puas. Chan hanya terkekeh. Noona-nya itu terlihat menggemaskan dengan mulut penuh berisi pizza.
Berbeda dengan Bora yang cenderung meledak-ledak, pembawaan Nara dalam menghadapi masalah benar-benar patut diacungi jempol. Wanita itu terlihat dewasa dan matang dalam mengambil keputusan. Ia bahkan sudah menyiapkan mental untuk cuek dan tidak peduli jika orang sekitar mulai membicarakan kehamilannya. Hamil bayi kembar membuat perutnya cepat membuncit, itu artinya makin cepat berita kehamilannya diketahui.
Hanya satu yang saat ini masih menjadi beban pikiran Nara. Bagaimana ia menyampaikan kabar kehamilannya pada kedua orangtuanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
[SVT FF Series] Unpredictable Unconditional Love
Romance[COMPLETE][SVT FF Series] --- Melanjutkan karir atau membangun keluarga? Jika Chan diberikan pertanyaan itu, tanpa pikir panjang ia akan memilih jawaban pertama. Pikiran idealisnya memang begitu. Namun keadaan tidak bisa berkompromi. Di usianya yan...