Part 1

216 47 5
                                    


Derap langkah kaki bersepatu pantofel terdengar menelusuri sebuah lorong yang saat itu sedang sepi. Seorang gadis bermata tajam melewati ruangan demi ruangan sembari mengedarkan pandangan, membaca setiap tulisan kecil di papan mencari nama sebuah ruangan.

Tangan kanannya sesekali menarik roknya ke bawah dengan risih. Memakai rok di atas lutut membuatnya tidak nyaman karena dia sudah terbiasa memakai rok panjang sampai mata kaki.

Elga Anastasia Larasati begitulah nama siswi yabg baru pindah ke sekolah SMP Bakti Pertiwi. Dengan kedua tangan memeluk biola dia mencari ruangan tata usaha untuk bertanya ruang kelas yang akan ditempati.

Elga menggelengkan kepala, sekolah ini terlalu rumit. Ruangan-ruangan yang terlalu banyak untuk ukuran sebuah sekolah, membuatnya kebingungan. Elga mendongak ke atas. Apakah di lantai atas juga serumit ini? Dia duduk sebentar di lorong sekolah setelah merasa sangat lelah. Mengatur napas sebentar berharap lelahnya menghilang. Sehingga dia dapat melanjutkan mencari ruang tata usaha kembali.

Beberapa bayangan ngeri sempat menghampirinya. Bagaimana cara Elga beradaptasi di sekolah ini? Apakah ada seorang teman yang mau menerima seorang introvert pada dirinya? Ah, bukankah selama ini ia selalu sendiri dan sudah terbiasa akan hal itu.

Elga tersadar. Pandangannya tak sengaja melihat ruangan di pojok kiri dekat perpustakaan. Elga melangkah mendekat. Membaca tulisan di atas. Tata usaha. Elga tersenyum lepas akhirnya ruangan itu berhasil ditemukan. Senyum merekah menghias di bibirnya.

Mengetuk pintu lalu bertanya dengan beberapa kata dan menjawab dengan anggukan-anggukan adalah salah satu kebiasaannya sebagai introvert. Elga sangat jarang bersuara jika hal itu dirasa tidak penting.

Pribadinya yang aneh ini biasanya sering membuat orang merasa tidak nyaman berada di dekatnya.
Tak sedikit pula yang memberikan label Elga adalah gadis bisu atau gadis tuli yang tidak bisa berkomunikasi. Karena hampir setiap pertanyaan dijawabnya dengan senyuman.

Ketika diantar ke kelas, seorang guru menyuruhnya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Dengan singkat ia hanya menyebutkan nama Elga Anastasia Larasati lalu terdiam seribu bahasa.

Dengan posisi masih berdiri di depan papan tulis Elga menjawab pertanyaan guru dengan jawabannya sangat singkat lalu duduk di bangku deretan nomor dua pojok kanan. Biolanya diletakkan di dekat tembok di sampingnya.

"Hai, namaku Sita." Mengulurkan tangan kepada Elga.

"Elga Anastasia Larasati." Menjabat tangan Sita.

"Aku panggil kamu Elga saja ya," tanya sita dengan nada bersahabat.

Tak ada jawaban lagi hanya anggukan kecil yang keluar.

Elga mencoret-coret buku tulisnya di saat jam kosong seperti saat ini, menggambar dengan sesuka hatinya.

Sesekali terdengar embusan napas panjang Elga. Ia merasa jenuh ingin segera pulang ke rumah, memasuki kamarnya yang nyaman dan memainkan sebuah biolanya.

Dengan setengah bersandar di kursi kepala Elga menoleh ke arah Sita, di sampingnya Sita asyik mendengarkan earphone sambil kepala Sita manggut-manggut mengikuti irama di dalamnya.

Mata Elga beralih ke arah bangku paling belakang. Di sana ada lima cewek berkumpul. Entah apa yang sedang digosipkan. Sesekali salah satu dari mereka menyodorkan handphone ke arah teman-temannya. Lalu mereka menjerit memasang muka gemas.

Elga hanya tersenyum melihat tingkah laku mereka. Lalu menoleh ke arah Sita memegang tangannya.

Sita yang merasa tangannya dipegang melepaskan earphone dari telinga, menolehkan kepala ke arah Elga.

"Ada apa?" Sita bertanya dengan menautkan kedua alisnya.

"Bosan." Hanya kata itulah yang keluar dari mulut Elga.

Sita mendengkus kesal, Elga hanya sekadar berbicara bosan, setelah ia mengganggunya mendengarkan earphone. Ingin Sita memaki Elga tapi hal itu masih ditahan dengan tersenyum ia mengelus lengan Elga menyuruh bersabar.

Elga menenggelamkan kepalanya di atas meja. Tangan kanannya meraih tas berisi biola di samping meja. Menjinjingnya ke arah pangkuan. Ingin rasanya memainkan nada-nada biola untuk mengusir kejenuhan.

Elga berdiri untuk selanjutnya pergi berjalan keluar. Belum sempat Sita bertanya mau kemana? Elga sudah Meninggalkan ruang kelas dan terus berjalan mencari ruang sepi untuk mengusir kejenuhannya dengan memainkan biola yang ada dalam dekapannya.

Sudah lama ia berjalan namun tak ada ruang sepi di sekolah ini. Sebenarnya jika bertemu dengan kamar mandi pun tak apa, yang penting ada tempat untuk mengusir rasa jenuhnya.

Saking asyik mencari ruangan tanpa sengaja Elga menabrak seorang siswi yang berusia di atasnya. Ia berambut pendek sebahu, berbadan tinggi dengan kulit sawo matang. Tania Anggraini begitulah nama yang tertera di depan dadanya. Sepertinya dari penampilannya siswi itu senior terlihat dari beberapa bet yang terpasang di lengan kanan kirinya.

"Kalau jalan lihat-lihat dong," bentak gadis itu dengan galak.

Elga hanya mengangguk sopan tanpa ada kata apapun yang keluar dari mulutnya.

"Sepertinya aku belum pernah melihatmu! Kamu siswa baru di sini?"

Lagi-lagi Elga hanya mengangguk kali ini tanpa senyum, mukanya sangat datar.

"Kalau di tanya itu jawab, atau jangan-jangan kamu bisu?"

"Elga Anastasia Larasati," jawabnya singkat hanya untuk menunjukkan bahwa ia tidak bisu.

"Dasar aneh!" Seorang yang bernama Tania berjalan melewatinya dengan menabrak tubuhnya hingga hampir terjatuh.

Elga menatapnya dalam-dalam, mengamati hingga Tania menghilang dari pandangannya. Elga menghela napas lalu mengembuskannya perlahan. Ia menatap dirinya sendiri, adakah yang aneh? Apakah ia harus mengubah sikapnya? Ah, bukankah menjadi diri sendiri itu adalah yang terbaik.

Elga melanjutkan langkahnya untuk berjalan, namun tiba-tiba kakinya terhenti. Ia menatap sekitar. Sudah jauh rupanya ia berjalan. Elga menengok ke belakang, banyak lorong di sana dan ia lupa tadi berjalan lewat lorong yang mana.

Kaki Elga gemetar, keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya, terjebak di sekolah sebesar ini terasa terjebak di hutan. Ia tak berani bertanya kepada semua orang di sini. Pembawaannya yang pendiam sangat susah untuk berbaur dan beradaptasi pada sekitar, apalagi ia masih pertama kali berada di sekolah ini.

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang