Part 7

155 31 6
                                    

Mengapa semua orang tidak mempercayaiku! Aku benar-benar tidak berbohong hantu itu benar-benar ada!

Allysa bergumam sendiri setelah kejadian kemarin benar-benar nyata terjadi.

Dan sekarang Allysa harus mengecek ruangan kesenian yang terletak di depan ruang kelas kosong. Dengan mendengkus kesal ia tetap melaksanakan perintah itu meski cukup berat baginya.

Bukan karena tidak bisa melakukannya. Namun karena Allysa masih terbayang akan bayangan yang selalu mengganggunya akhir-akhir ini.

Dengan menundukkan kepala Allysa melangkahkan kaki menuju ke arah teras ruang kesenian. Baru saja mendapatkan dua langkah kaki terhenti. Seketika perasaan takut mulai merayapinya, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuh saat ia mendengar suara berderit cukup keras berasal dari belakang tempatnya berdiri. Ruang di belakang adalah ruang di mana Elga meregang nyawa.

Allysa mencoba tenang meski jantungnya berdegup cukup kencang. Secara perlahan ia memutar badan menghadap ke belakang setelah sebelumnya menarik-embuskan napas panjang untuk memberanikan diri melihat suara apakah itu. Dengan hitungan ke tiga ia pun menoleh.

Tangannya mengelus dada. Allysa merasa lega setelah ia melihat seorang penjaga sekolah tengah menyerat bangku keluar kelas untuk di bawa entah ke mana.

Huh, aku kirain suara apa, ternyata!

Setelah cukup lama berdiri menenangkan diri dalam keterkejutan. Allysa melanjutkan untuk membuka pintu kesenian yang sudah cukup lama tidak digunakan semenjak Bu Mariam resign dari kerjaaan sebagai pengajar guru kesenian.

Tak dipungkiri jika ruangan ini cukup menakutkan karena terletak di depan ruang kelas kosong yang berkali-kali ditemukan korban jiwa di dalamnya. Menurut kata guru yang ada di sini sebelum kematian Elga juga pernah ditemukan beberapa orang meninggal di sana karena kecelakaan ataupun bunuh diri. Tersebab itulah kelas itu tidak lagi ditempati.

Allysa mengamati ruang kesenian yang rencananya akan dipakai kembali untuk mengembangkan bakat anak-anak SMP Bakti Pertiwi karena katanya sudah ada guru pembimbing baru yang akan melatih mereka. Sebagai ketua organisasi kesenian Allysa bertanggung jawab untuk survei ruangan dan selanjutnya mengerahkan semua anggota beberes di ruangan ini.

Allysa membuka pintu secara perlahan, mengamati keadaan di dalam dengan masih berdiri di ambang pintu yang sudah mulai di makan rayap. Allysa mencoba menebarkan aura positif jika di sini ia akan baik-baik saja. Mencoba menyingkirkan ketakutannya jauh-jauh untuk melangkah ke dalam

Allysa lo harus berani! Derajat lo lebih tinggi dari hantu!

Dengan mata terpejam gadis itu mulai melangkah. Satu langkah--dua langkah--sepuluh langkah. Bruk! Pintu tertutup. Allysa membuka mata lalu membalikkan tubuh berlari ke arah pintu. Memegang knop pintu hendak membukanya. Ia telah memasang ancang-ancang setelah pintu terbuka, saat itu pula ia akan berlari sekencang mungkin meninggalkan ruangan ini. Namun hasilnya nihil pintu itu seperti terkunci dari luar.

Allysa merasakan tubuhnya gemetar dengan napas tersengal serta keringat menjalar ke seluruh tubuh, ia mencoba membuka pintu menggunakan kunci yang ia genggam.

Nggak mungkin, kuncinya kan benar ini! Kenapa nggak bisa dibuka! Apakah iya kunci bisa berubah dalam waktu sesingkat itu ataukah ada seseorang yang jauh-jauh hari membuat kunci baru untuk ruangan ini. Tapi kenapa tak ada derap langkah kaki yang terdengar.

"Tolong! Siapa pun tolong buka pintunya!" Allysa terus berteriak sembari menggedor-gedor pintu. Berharap ada yang mendengar teriakannya jika ada orang di luar sana.

Meskipun itu mustahil sebab ruangan ini sengaja didesign sedemikian rupa untuk menghalangi suara-suara terdengar dari arah luar, supaya tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar kelas di sampingnya ketika alat-alat musik itu dimainkan.

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang