Part 18

98 22 0
                                    

Devana mondar-mandir dari ruang tamu ke kamar--lalu menuju ruang tamu lagi--begitu seterusnya. Gadis itu tampak berusaha menghubungi Tania untuk menemaninya kembali. Karena hari ini kedua orang tuanya kembali bekerja diluar kota. Tentunya sampai beberapa hari ke depan.

Orang tua Devana memang orang sibuk. Ada saja yang harus diurus bersangkutan dengan pekerjaan. Selama ini Devana bersama Bibi jika mereka tidak di rumah. Akan tetapi, sudah beberapa minggu ini Bibi ijin, untuk mengurus anaknya yang opname. Karena digigit nyamuk demam berdarah. Dan untuk sementara keluarga Devana mempekerjakan tetangga yang butuh pekerjaan. Tetapi tidak bisa menginap. Dan pak satpam juga berada di luar. Itulah sebabnya Devana menyuruh Tania untuk datang ke rumahnya.

"Tan, lo kemana sih?" Devana menangkupkan tangannya ke muka. Setelah ia duduk di kursi.

Tak beberapa lama hujan mulai turun. Devana ulangi sekali lagi untuk menghubungi Tania. Meskipun hasilnya tetap sama tidak diangkat. Devana beralih ke pesan waatsaap. Pesannya masih centang dua belum berwarna biru. Itu tandanya Tania aktif. Dan pesannya tidak dibaca. Tapi Kenapa? Apakah pesannya tenggelam? Ia ulangi sekali lagi untuk menaikkan pesan. Lagi-lagi centang dua dan tidak dilihat.

Ke manakah Tania? Apa Tania marah? Apa ia sudah mengganggu Tania? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul di otak Devana. Ia merasa jika seandainya ia menjadi Tania juga pasti merasa terganggu. Akan tetapi--.

Belum selesai pikiran Devana untuk melalang buana dengan persepsinya. Bel depan rumah sudah di tekan oleh seseorang. Nada ayam berkokok itu langsung menyebar ke seluruh ruangan.

Devana berpikir sebentar sebelum membuka pintu. Namun, karena ayam itu berkokok berkali-kali. Membuat Devana akhirnya berlari membuka pintu.

Seorang Tania sudah berdiri di sana dengan keadaan basah kuyup. Dan Pak Satpam penjaga rumah Devana menekan bel untuk Tania. Takut jikalau nanti Tania tersetrum aliran listrik sebab tubuhnya yang basah. Setelah menjelaskan tentang Tania-- yang hujan-hujanan diluar pagar. Pak satpam pun undur diri ke tempat jaga.  Sedangkan Devana membawa Tania masuk ke dalam rumah.

"Ya ampun, Tan, lo kenapa hujan-hujanan seperti ini."

Tania masih terdiam dengan tubuh menggigil kedinginan. Dengan bibir sedikit pucat beberapa kali ia mendesis kedinginan.

"Ya, ampun, gue kan nggak nyuruh lo ke sini sekarang. Gue itu nyuruh lo ke sini kapan pun lo senggang hari ini. Dan gue juga bilang setelah hujan berhenti, Tan."

Lagi dan lagi Tania masih diam. Hanya desisan-desisan lembut yang keluar dari mulutnya.

"Ya udah lo tunggu sini gue ambilin ganti, ya," sambung Devana sembari mengambil sepasang pakaian miliknya untuk Tania. Devana sengaja memilihkan pakain kaos berlengan panjang dengan celana panjang biasa. Supaya tubuh Tania merasa hangat.

Sepuluh menit kemudian Devana muncul dengan menyerahkan pakaian itu. Ia juga mempersilakan Tania mandi--supaya kepalanya tidak pusing setelah hujan-hujanan. Itu selalu dianut keluarga Devana selama ini. Jika kehujanan harus segera mandi keramas.

Tania hanya mengangguk saat menerima pakaian itu. Ia segera menuju kamar mandi umum yang berada di luar kamar.

Sepergian Tania dari hadapan Devana. Sama sekali tidak memunculkan kecurigaan di benak Devana. Sempat ia bertanya-tanya sebentar tentang sikap Tania--yang diam seribu bahasa semenjak ia datang. Padahal jika ditelisik sifat Tania suka mengomel terhadap Devana. Akan tetapi, dalam keadaan kedinginan bukankah itu adalah hal yang wajar? Dan Devana juga tidak ingin berprasangka buruk terhadap sahabatnya yang sudah berbaik hati padanya.

Sembari menunggu Tania selesai dengan urusannya. Devana meerebahkan tubuhnya di sofa. Lalu tangannya iseng membuka whatsApp. Tujuan utamanya adalah pada grup olimpiade IPA. Jikalau ada pemberitahuan dari guru tentang olimpiade yang akan diikutinya besok. Dan ternyata grup kosong tidak ada notif apa pun di sana. Devana menggeser menuju kontak Tania. Melihat pesannya yang masih centang belum dilihat. Mungkin Tania memang belum memegang ponselnya.

"Udah selesai, Tan," ucap Devana setelah menyadari Tania sudah berdiri di samping kursinya entah sejak kapan. Mungkin Devana terlalu asyik dengan ponsel sampai-sampai tidak tahu jika Tania sudah berada di sana.

"Lo pucat banget sih, Tan. Gue takut lo sakit." Devana bagun dari rebahan. Memandang wajah Tania yang sudah duduk disofa lainnya. Devana memegang tangan Tania. Terasa sangat dingin. Sepertinya Tania benar-benar lama berada di bawah hujan.

"Lo tunggu di sini, gue buatin teh hangat dulu sama mie rebus ya."

Devana beranjak pergi ke dapur. Ia mulai meracik teh dan memasak mie rebus untuk Tania. Sekembalinya Devana dengan nampan di tangannya. Tania sudah merebahkan diri di sofa panjang tempatnya ia tiduran. Devana mengamati Tania. Matanya terpejam.

"Tan, lo tidur di kamar gue aja. Supaya hangat lo juga bisa pakai selimut di sana." Devana meletakkan nampan di meja. Lalu membopong tubuh dingin Tania untuk masuk ke kamar. Tak lupa ia menyelimuti Tania dan mematikan AC kamar. Supaya Tania merasa baikan setelah bangun. Setelah semuanya dapat dipastikan baik. Devana melangkah keluar kamar. Membiarkan Tania beristirahat di kamar.

"Kasihan banget sih lo, Tan! Gue jadi merasa bersalah. Coba saja gue nggak nyuruh lo ke sini. Pasti lo juga nggak akan kayak gini."

Devana menyalakan televisi di ruangan keluarga untuk mengusir kejenuhan. Ia memilih channel MNCTV acara Upin Ipin kesukaannya. Sesekali Devana tertawa melihat tingkah lucu si kembar itu.

"Sepertinya tidak nikmat jika nonton tv tanpa ngemil."

Ia teringat jika di dalam kulkas masih ada camilan keripik kentang yang baru ia beli kemarin. Dengan langkah cepat ia mengambil. Sebelum acara Upin Ipin mulai kembali setelah sponsor.

Devana begitu menikmati rasa barbeque dari kripik kentang. Serta acara Upin Ipin yang lucu dan menggemaskan. Setelah acara itu habis Devana ingin istirahat sebentar. Ia memejamkan mata.

Entah berapa lama Devana tidur saat ia bangun Tania keluar dari kamar. Dengan mengernyitkan dahi Devana masih mengamati. Mengurungkan niatnya untuk bertanya.

Tania berjalan menuju samping kamar. Melangkah menuju ruang tamu. Devana mulai mengikuti. Ketika Tania sampai pada pintu. Dan ingin membuka pintu Devana bertanya.

"Lo mau ke mana, Tan?" Devana mengamati jam di dinding. Sudah pukul delapan malam. Dan tadi ia tidur pukul lima sore. Cukup lama juga ia tidur.

Pertanyaan yang tidak dihiraukan oleh Tania. Devana mengulang pertanyaan yang sama. Ia pikir mungkin Tania tidak mendengar suaranya mengingat hujan masih deras. Pertanyaan kedua dan ketiga Devana sama sekali tidak ada respon dari Tania. Ia terus saja melangkahkan kaki menuju pintu dan berjalan keluar. Dan Devana terus mengikutinya dari arah belakang.

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang