Part 11

116 25 0
                                    

Beberapa saat Rara terdiam. Matanya hanya melihat satu sudut 'arah pintu'. Rara berpikir sejenak tentang seorang yang lewat baru saja. Penampilannya tidak aneh, perempuan itu memakai gaun merah muda dengan topi pantai di kepalanya. Mungkin tema ulang tahunnya tentang pantai. Namun yang menjadi pertanyaan ini adalah gedung tunggal. Dengan satu ruangan yang di gunakan untuk berpesta. Jadi dengan kata lain seharusnya hanya dirinya satu-satunya orang yang berulang tahun memakai gedung ini. Dan Rara juga tak mengenalnya jika ia adalah salah satu tamunya.

"Woi, lo ngapain? Lihat apa sih? Dipanggil dari tadi nggak nyahut." Tania sudah berada di sampingnya. Ikut melihat arah pandangannya.

"Enggak kok Tan, gue--ke belakang sebentar ya." Rara meletakkan minuman kembali ke meja.

"Lo nggak apa-apa kan, Ra?" Tania merasa curiga dengan sifat Rara.

Rara hanya menjawab dengan gelengan kepala. Tanpa mempedulikan Tania, Rara pun berjalan keluar pintu.

"Ke mana perempuan tadi ya?" Dengan jantung berdegup cukup kencang ia terus melangkah. Sebenarnya Rara tidak cukup berani untuk mengikuti orang asing seperti ini. Akan tetapi rasa penasaran membuatnya untuk terus mencari tahu.

Ternyata gedung ini cukup luas aku pikir hanya terdapat satu ruangan pesta saja ternyata--.

Tentu saja hal ini jauh berbeda dari apa uang dipikirkan Rara. Awalnya ia hanya berpikiran gedung ini hanya ada satu ruangan pesta. Itu saja. Namun ternyata dugaannya salah di gedung ini juga terdapat ruangan-ruangan lainnya seperti ruangan dinner, ruangan music dll. Dan itu semua bisa disewa dengan harga yang--. Ah, kenapa jadi membahas gedung. Rara meninggalkan pikiran tentang gedung dan berfokus pada yang ia cari.

Berjalan dan terus berjalan hingga Rara melihat sesuatu. Perempuan itu, ia berada di sana. Di teras dekat jalan memasuki lorong. Kakinya terlihat maju sedikit lalu menengadahkan tangan di bawah gerimis.

Dengan gerakan cepat Rara mendekat ke arah tempat perempuan itu berdiri. Namun lagi-lagi gagal perempuan itu pergi setelah menatap Rara dengan tatapan tajam.

"Tunggu! Jangan pergi!" Rara berteriak agar ia berhenti dan Rara dapat menyusulnya.

Mendengar teriakan Rara, ia berhenti sebentar menengok ke arah Rara. Lalu kembali berjalan memasuki lorong yang berbelok ke kanan.

Siapa ya dia? Kenapa terus menghindar? Apa tujuannya di sini. Apa dia ada acara di sini?

Beberapa pertanyaan bergelayut di otak Rara. Membuatnya semakin penasaran dengan perempuan misterius itu. Tanpa berpikir panjang Rara mengikutinya.

Entah sampai mana ia berjalan. Rara sudah merasakan kakinya terasa pegal karena terus berjalan dengan menggunakan higels.

Sepanjang perjalanan sesekali Rara bertemu dengan petugas kebersihan yang memandangnya penuh tanya mengapa Rara bisa sampai di sini. Mungkin itu yang ada dibenak mereka.

"Maaf boleh bertanya, Mbak." Karena mereka melihatnya dengan penuh tanya jadi sekalian saja Rara bertanya.

"Boleh, silakan." Ia meletakkan embernya dan mendekat ke arah Rara.

"Tadi perempuan yang barusan lewat, ada acara juga ya di sini?" Dengan mengingat-ingat jika setiap ruangan yang ia lewati kosong, Rara menunggu jawaban.

"Maaf, perempuan yang mana ya? Selama saya berdiri di sini baru anda yang lewat," jawabnya sambil clingukan melihat sekitar.

"Mbak tadi tuh ada yang lewat, masa sih nggak lihat!" Rara sedikit membentak karena kesal.

Dengan menunduk ia menggelengkan kepala. Lalu kembali untuk bekerja mengepel lantai.

Dengan mendengkus kesal Rara berlalu meninggalkan petugas kebersihan yang masih berkutat dengan pekerjaannya.

Bertanya satu--dua--sampai tiga petugas kebersihan jawabannya semuanya sama tidak ada yang melihat perempuan itu. Dan itu membuat Rara bertambah kesal.

Kenapa sih semua orang jawabnya nggak ada yang lewat!  Jelas-jelas tadi tuh ada yang lewat! Huh, sia-sia aku tanya sama mereka! Buang-buang waktu saja!

Rara mengomel karena sudah kehilangan jejak si perempuan misterius yang membuatnya berjalan sejauh ini. Meninggalkan acaranya entah berapa lama.

Apa aku kembali saja ya! Buat apa aku kepoin orang lain, nggak penting 'kan? Lagian kakiku sudah pegal.

Ketika Rara akan berbalik badan ingin kembali ke ruangan di mana ia merayakan acara ulang tahunnya tiba-tiba ia kembali melihat seorang perempuan itu di depannya. Kembali berjalan lurus ke depan. Ingin rasanya Rara mengabaikan dan kembali saja. Namun lagi dan lagi ia penasaran ingin tahu siapa ia? Dan ada urusan apa di sini? Seperti ada magnet yang menariknya untuk terus mengikutinya.

Untuk kesekian kalinya Rara mengalah pada penasarannya mengikuti perempuan itu, menghiraukan jika kakinya tengah terasa nyeri di bagian tungkainya.

Semakin jauh dan menjauh, belok kanan, belok kiri, jalan lurus lalu belok lagi. Hingga berhenti di ujung gedung. Sepertinya ruangan di ujung sana adalah gudang kosong yang jarang di kunjungi orang. Jika dilihat dari luar yang penuh dengan sarang laba-laba.

Loh, jalannya buntu! Perempuan tadi ke mana ya?

Dengan merasa bingung ia masih berdiri mematung di sana.

Aneh perempuan tadi menghilang secara tiba-tiba sedangkan Rara melihat dengan kedua matanya jika ia benar-benar jalan ke sini.

"Atau jangan-jangan dia--." Dengan perasaan bergidik takut serta tangan memegang tengkuk Rara memutar badannya untuk kembali ke ruangan pestanya.

Dengan mengatur napas Rara berjalan tanpa melihat ke bawah. Lalu bruk! Ia tersandung sesuatu. Setelah dilihat ternyata sebuah tongkat biola.

"Punya siapa nih? Loh ada gulungan kertas? Kertas apa ini?"

Dengan menimbang-nimbang untuk membuka atau tidaknya akhirnya rasa kepo Rara memenangkan untuk membukanya. Rara membaca huruf demi huruf yang ditulis menggunakan huruf kapital dengan tinta berwarna merah.

BERSIAP-SIAPLAH! PERMAINAN DIMULAI! DAN KAU MENJADI PEMERAN UTAMA SELANJUTNYA!

Rara menarik--embuskan napas berkali-kali. Ia mencoba untuk mencerna kata-kata yang ada pada tulisan itu lalu berpikir positif bisa saja tongkat ini milik seorang anak yang tertinggal tengah bermain di sini. Atau bisa jadi tulisan ini hanyalah mainan seorang anak kecil yang suka meniru film.

"Tapi by the way di sini sepi! Aku harus pergi dari tempat ini."

Dengan gugup Rara berusaha menjauh dari ruangan itu. Berlama-lama di sana membuat Rara semakin ketakutan sebab tak ada seorang pun yang ada di sana. Mengatur napas sebentar lalu perlahan pergi dari sana, dari ruangan yang menurutnya horor.

Dengan meringis kesakitan Rara berusaha berdiri lalu berjalan dengan kesakitan. Ternyata kaki kirinya terkilir. Namun Rara terus berusaha berjalan meski diseret, ia tetap berusaha berjalan tanpa alas kaki sebab sepatunya ia lepas dan di tenteng di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannnya berpegangan tembok atau apa saja yang bisa buat pegangan.

-----

Wkwkwk. Selamat Rara permainan dimulai 😄

Terima kasih yang sudah membaca 😉

Vote dan krisannya ditunggu selalu yaaah 😘

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang