Part 8

156 31 4
                                    

Kacau! Satu kata ini mampu untuk mendiskripsikan keadaan Allysa yang sekarang, setelah kejadian-kejadian aneh itu terus menerornya.

Penampilan Allysa kini nyaris seperti orang gila. Dengan tiga hari tidak berganti pakaian membuat warna pakaian dan tubuhnya seakan kumal kehitaman. Allysa selalu berteriak dan memberontak ketika bajunya akan di ganti oleh Marta. Selain itu rambutnya terlihat awut-awutan seakan seperti benang yang ruwet berada di atas kepalanya.

Tidak hanya dari segi penampilan saja Allysa acak-acakan. Namun hatinya juga terlihat semrawut saat ini. Dengan tatapan kosong dan muka datar yang menghiasi raut wajahnya. Tak ada sedikit pun senyum mengembang di bibirnya.

Seorang wanita paruh baya membuka gorden jendela kamar putrinya agar cahaya dapat masuk melalui pantulan kaca.

Dengan mengembuskan napas perlahan ia duduk di pinggir ranjang mengelus kepala putrinya dengan penuh kasih sayang. Sebagai seorang Ibu, ia merasa miris melihat keadaan anaknya dengan rambut acak-acakan dan sering berteriak jika ia bangun dari tidurnya.

Sudah dua hari ini Allysa tidak masuk sekolah setelah kejadian kemarin. Pihak sekolah khawatir Allysa dapat membahayakan temannya dan dirinya sendiri sebab seringkali ia tidak dapat mengontrol atas setiap perbuatan yang ia lakukan.

Setelah sadar ia akan menangis sejadi-jadinya sambil menjambak rambutnya sendiri, serta merta tak segan untuk melukai dirinya.

Kejadian aneh itu terus berlanjut sampai sekarang. Bahkan kemarin saat guru dan teman-temannya berkunjung untuk menjenguknya, melihat keadaannya. Allysa menunjukkan keanehannya.

"Siapa kalian! Pergi kalian tidak bisa menggangguku!"

"Tolong--tolong aku! Lepaskan aku darinya!"

"Pergi, jangan coba-coba mendekat! Atau---" Sambil mengusir Allysa terkadang berteriak sangat keras. Dan mencoba menunjuk asal setiap orang dengan mengatakan. "Atau kau korban selanjutnya."

Dengan ketakutan siapa pun yang menjenguk Allysa langsung pamit untuk meninggalkan rumahnya. Mungkin mereka takut nasibnya akan sama seperti putrinya.

Sikap Allysa membuat semua orang bingung tak terkecuali Marta. Terkadang Allysa dapat kembali tersadar dengan meminta tolong. Namun juga dengan sekejap mengusir dan mengancam. Entahlah seakan seperti ada dua kepribadian di dalam tubuhnya.

Marta menarik napas perlahan sembari mencium lembut kening Allysa sebelum ia beranjak pergi meninggalkan anaknya yang masih terlelap. Ia berharap Allysa akan sembuh setelah terbangun dari tidurnya nanti.

Berbagai tugas rumah ia kerjakan tanpa adanya asisten rumah tangga. Menurut Marta, menyelesaikan pekerjaan rumah adalah bukti cinta kasih kepada keluarga. Dan Marta adalah seorang Ibu yang sangat bertanggung jawab untuk mengabdikan dirinya untuk anak serta suaminya.

"Keadaan Allysa bagaimana, Ma?" Seorang lelaki bertanya sambil memakai dasi di lehernya.

"Masih terlelap, Pa." Marta menghampiri suami untuk memberikan sepatu kerjanya.

"Semoga setelah terbangun semua akan kembali membaik."

Marta hanya membalas dengan anggukan kecil dan sedikit senyuman dibibir tipisnya.

***

Allysa memicingkan mata ketika ada cahaya masuk dari langit-langit kamar tepat berada di atas kepala, memberikan sensasi silau pada matanya. Dengan perlahan ia menatap sekeliling berharap makhluk itu tak datang mengganggu, mengubah kesadarannya dengan cepat.

Allysa bangkit dari tempat tidurnya memandang dirinya ke cermin. Tangannya mengambil sisir untuk membenahi rambutnya yang awut-awutan.

Tangannya tiba-tiba terhenti, tubuhnya mundur, makhluk itu muncul lagi tepat berada di samping Allysa. Makhluk yang sama dengan darah semakin banyak muncul dari dahinya. Dengan segera ia berusaha terlepas dari bayangan itu. Ingin sekali berteriak meminta tolong. Namun karena efek keterkejutannya membuat mulutnya seakan terbungkam.

Allysa terus menggeleng-gelengkan kepala menyuruh makhluk keparat itu pergi darinya.

Dengan ketakutan Allysa berlari ke arah pintu, dengan sekuat tenaga ia berusaha membuka pintu kamar, meskipun pintu itu tetap tak jua terbuka.

Makhluk itu berusaha mendekat dan meraih tubuh Allysa, dengan sigap Allysa selalu menghindar.

Nada-nada itu kembali terdengar, membuat Allysa menutup kedua telinga.

Allysa merasakan tubuhnya kini seperti di tarik ke arah tembok. Tanpa sadar ia merasakan rambutnya seperti di tarik kasar oleh seseorang lalu membenturkan kepalanya ke tembok. Kejadian itu berlalu dengan cepat dan membuatnya kesakitan.

Satu benturan membuat memori flashback itu nyata di depan mata

Ketika ia berada di ruangan kelas kosong bersama dengan keempat sahabatnya menyiksa seseorang dengan kasar.

"Heh! Lo sengaja 'kan, merebut posisi Tania yang selama ini jelas-jelas sudah ia pertahankan dengan susah payah, dan dengan lo menggeser begitu saja hah!" Tangan Allysa menjambak rambut Elga, semakin lama semakin kencang. Membuat Elga meringis kesakitan.

Kata-kata itu terus saja terulang oleh memori otaknya, dengan suara yang jelas saat kepalanya membentur tembok. Berapa pun kepalanya terbentur sebanyak itu pula memori itu berputar.

"Aaaaaaaa, sakit! Hentikan!" Suara usahanya tak mampu menghentikan semua ini.

"Tolong! Hentikan! Sakit". Terus saja Allysa meraung kesakitan. Kepalanya terasa hampir pecah ketika menghantam tembok.

Tak puas sampai di situ kepalanya terasa di seret sampai ke depan kaca, dan--."

Gerakannya terhenti ketika seorang wanita membuka pintu kamar, setelah ia mendengar Allysa berteriak meminta tolong. Dengan langkah setengah berlari ia menghampiri Allysa.

"Allysa, Nak kamu kenapa?" Meraih kepala Allysa. Namun membuat ia berjingkat kesakitan. Marta menghentikan tangannya beralih mencoba meneliti ke arah kepala dengan sedikit menyibak rambut. Dengan mata terbelalak ia melihat kepala Allysa berdarah seperti luka benturan sesuatu.

"Allysa sayang, kamu nggak apa-apa kan, Nak?"

Allysa hanya menangis dengan sesenggukan di pelukan Ibunya. Kepalanya terasa pening dan sakit.

"Tolong Allysa, Ma. Allysa takut." Suaranya lirih memelas dengan berharap Mama mampu untuk menolongnya.

Marta tak lagi dapat membendung air mata. Dengan bebas butiran itu mengalir dengan deras membasahi pipinya. Seorang Mama mana yang tega melihat anaknya dalam keadaan seperti ini. Semua usaha sudah di coba dari medis dan non medis. Namun hasilnya nihil tak ada yang memuaskan.

Marta kembali terhuyung ke belakang setelah dorongan keras terjadi padanya. Di tatapnya Allysa lekat. Wajahnya berubah seratus delapan puluh derajat. Di hadapannya kini bukan lagi Allysa yang ia kenal. Entah siapa, namun naluri seorang Ibu mengatakan ia bukan Allysa!

"Pergi kamu! Jangan ganggu aku!" Teriakan itu menggelegar diiringi tawa yang menyeramkan.

"Allysa sayang, ini Mama, Nak!" Meski takut Marta mencoba merengkuh tubuh anaknya untuk dipeluk.

Dengan kasar untuk kesekian kalinya ia mendorong tubuh Marta hingga terjatuh. Tak cukup puas melihat Marta terjatuh. Allysa juga menendang bagian perut Marta yang tengah mengandung.

Tentu saja hal itu membuat Marta meraung kesakitan meminta tolong agar ada seseorang yang datang menghampirinya setelah darah merembes dari pakaian dasternya.

"Darah! Aku suka lihat darah! Akhirnya makhluk itu mati! Ia telah mati!"

Sedangkan beberapa saat kemudian Allysa mundur lalu terduduk dengan merasa menyesal melakukan itu, tapi ia tak bisa menolaknya.

Mama maafin Allysa, Ma. Allysa nggak bermaksud melakukannya.

-----

OMG! ternyata Allysa masih bisa lolos dari balas dendam Elga 😱
Tapi kasihan ya, calon adik Allysa yang menjadi sasaran.
Mungkinkah esok Allysa masih bisa lolos?

Tunggu kelanjutan ceritanya dan ditunggu krisannya 😉

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang