Part 29

74 7 0
                                    

Gadis itu berdiri dengan kedua tangan bersidekap memeluk tubuhnya sendiri. Hawa dingin yang menyentuh kulit serta merasuk ke dalam tulang membuat nyalinya terkikis habis untuk seorang penakut seperti Riska. Pasalnya hawa ini terasa berbeda, dinginnya bukan berasal dari embusan angin malam, melainkan berasal dari energi negatif yang ditimbulkan oleh kekuatan magis yang muncul dari pohon besar di samping Riska.

Riska mulai menutup mata menetralkan rasa panas dingin yang bergejolak di dalam tubuhnya. Perlahan dengan kekuatan yang tersisa ia berusaha membawa kakinya pergi dari sana. Menuju ke sebuah rumah yang terletak tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Namun, seakan makhluk itu sangat susah untuk dikelabuhinya. Baru saja selangkah kaki Riska menapak. Tanpa aba-aba kaki Riska tertarik ke belakang. Membuatnya terjerembab di tanah yang sedikit becek dan berair.

Dengan keadaan kotor ia mulai berdiri. Sedikit dipaksakan untuk berdiri. Sebab kakinya terantuk kerikil-kerikil kecil. Menimbulkan luka lecet yang cukup perih.  Membuat Riska meringis kesakitan. Ia membungkuk lalu memijat-mijat kakinya.

Riska meraba tengkuk ketika mendengar sayup-sayup suara lolongan anjing yang saling bersahutan. Ia merasakan kepalanya begitu berat terasa membesar. Ingin sekali Riska menangis. Ia benar-benar dalam keputusasaan. Sempat berharap di dalam hati, bahwa ini semua adalah mimpi. Dan ketika terbangun, ia berada di atas kasur dengan selimut menghangatkan tubuhnya.

Kau harus mati malam ini! Harus mati!

Suara itu terdengar seperti bisikan. Riska melompat ke samping kanan. Tangannya meraba-raba ke arah samping kanan berusaha mencari tahu seseorang yang yang berbicara dengan diiringi tertawa cekikikan. Di sana tangan Riska hanya menyentuh angin yang berembus pelan. Tidak ada siapa-siapa. Riska melompat mundur beberapa langkah. Menarik tangannya kembali. Menghindari bisikan-bisikan itu. Berjaga-jaga jikalau bisikan itu berasal dari seorang yang ingin jahat padanya.

Andai saja kau mau membunuh dirimu sendiri pasti kau tidak akan tersiksa seperti ini!

Bisikan itu terdengar berganti ke arah telinga ke kiri. Membuat Riska terlonjak kaget melompat ke arah kanan.

Siapa kamu! Tunjukkan diri kamu!

Riska mencoba berteriak dengan suara gemetar. Hampir tidak terdengar. Sehingga ia perlu mengulangi beberapa kali dengan suara dipaksakan. Lalu terdiam di tempat, menunggu jawaban dari suara itu. Akan tetapi hening tak ada jawaban. Hanya terdengar suara desingan angin yang saling bergesek dengan ranting dan daun tertangkap pendengarannya.

Gadis itu tampak terduduk lesu di tanah yang bersih. Ia frustrasi dengan keadaannya yang sekarang. Ia ingin hidup dengan tenang tanpa ada siksaan-siksaan seperti ini. Riska kembali memutar kenangan. Mencari tahu tentang kesalahan-kesalahan yang ia perbuat. Sehingga menyebabkan rangkaian kejadian ini terus mengusiknya.

Memori-memori itu terus berdentang di kepalanya. Berdatangan silih berganti. Seperti pemutaran video yang rusak. Berulang-ulang tanpa tujuan. Riska menggelengkan kepala, tidak menemukan tentang kesalahannya yang fatal. Sehingga membuat orang dendam dengannya. Semua yang ia perbuat selama ini masih berada di batas kewajaran. Termasuk membully setiap murid baru di sekolahnya melalui genk Tania dulu. Akan tetapi tunggu dulu, mengingat tentang membully---ia teringat sesuatu---seorang siswa baru meninggal gara-gara Tania mengacungkan pisau ke arahnya. Menyebabkan gadis yang dibully terpeleset dan meninggal dunia. Dan setelah itu kejadian demi kejadian mematikan semua sahabatnya, kecuali Tania.

Ah, kenapa pikiranku ke sana? Mungkin saja kan mereka meninggal karena sudah takdir? Tapi tidak ada salahnya jika aku menceritakan ini semua kepada Tania.

Riska memeriksa sekeliling. Mencari ponsel yang tak pernah lepas dari genggamannya. Ia meraba-raba ponsel itu ke samping kanan dan kiri. Dan ternyata nihil ponsel itu tidak ada mungkin jatuh atau tertinggal di kamarnya.

Sejurus kemudian Riska menutup telinganya. Suara tertawa itu kembali hadir. Memenuhi ruangan memekakkan telinga. Tidak terlalu keras. Hanya saja membuat telinga Riska terasa seperti ditusuk benda tajam. Hingga membuat kepalanya terasa pusing luar biasa.

Kinilah saatnya kau mati! Bersiaplah untuk menjemput kematianmu! Suara itu terdengar lebih menyeramkan dengan kikikan tawa yang sangat keras.

Tidak, pergi kamu! Pergi! bentak Riska berusaha mengusir suara itu. Riska berteriak dengan kedua tangan menutup telinga. Riska benci suara ini. Suara gesekan biola. Karena suara ini menyebabkan siksaan itu kembali hadir untuk dirinya. Dan Riska ingin berhenti dari semuanya. 

Riska kembali berteriak sebelum tubuhnya terseret. Sepertinya makhluk itu tidak memberikan kesempatan untuk Riska kembali berdiri. Dengan keadaan duduk Riska terus di seret. Seringainya yang menyeramkan sesekali ia tunjukkan di depan Riska. Tawanya begitu lepas saat Riska menjerit karena tubuhnya terantuk batu dan terjungkal. Tanpa ampun ia terus menyeret Riska. Tak peduli bagaimana posisi Riska ketika ia tarik dengan kekuatan magisnya.

Sedangkan Riska terus menjerit meminta tolong dengan mata terpejam. Gadis itu benar-benar pasrah. Apa pun yang ia lakukan tidak akan bisa membawanya pergi dari sini. Sesekali ia mengerang kesakitan akan luka yang terus bertambah ketika tubuhnya terantuk oleh bebatuan kecil yang ada di sana. Seluruh tubuhnya benar-benar terasa hancur dengan lelehan darah yang mengalir. Menambah rasa perih pada lukanya.

Di depan sebuah kolam yang telah lama tidak terpakai, makhluk itu menghentikan tarikannya. Ia menyeringai dengan senang ke arah Riska. Membiarkan Riska mengambil napas terlebih dahulu. Namun, tidak menunggu lama, makhluk itu tiba-tiba menghentak tubuh Riska masuk ke dalam kolam yang terisi air berwarna coklat susu yang berasal dari air hujan.

Riska gelagapan mengambil napas. Berkali-kali air kotor itu tertelan masuk ke dalam kerongkongannya. Ingin sekali ia menjerit sebab luka-luka itu terasa bertambah perih ketika tubuhnya berada di dalam air.

To-tolong! To-tolong! Suara Riska memelas meminta tolong berharap ada seseorang yang terbangun dan menolongnya. Meskipun harapannya sangat kecil tidak berarti tidak ada bukan? Siapa tahu malam ini keberuntungan memihak kepadanya. Akan tetapi, jika suaranya sepelan ini siapa yang akan mendengarnya. Sangat mustahil jika orang di dalam rumah bisa mendengar.

Riska frustrasi gerakan tubuhnya sudah sangat melemah. Detak jantung juga terasa semakin pelan. Ia hanya mampu sesekali menggerakkan ke dua tangannya dengan pelan. Meskipun kolam itu hanya sebatas dada. Namun, tubuh Riska sudah tidak memiliki kekuatan untuk naik ke atas. Tenaganya terkuras oleh siksaan-siksaan mistis yang terus ia dapatkan.

Dengan kekuatan tersisa ia berusaha untuk terus bertahan. Menggerakkan tangan dan kakinya meskipun lemah. Mengumpulkan kekuatan untuk bisa naik ke atas. Ketika Riska menarik napas panjang tiba-tiba ada sebuah benda keras yang menghantam kepalanya. Terasa berat membawanya lebih dalam masuk ke dasar air. Gadis itu tidak sanggup untuk menyingkirkan benda itu. Dan di saat itu pula tubuhnya terasa ringan dengan pandangan mata gelap.

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang