Part 12

112 23 3
                                    

BERSIAP-SIAPLAH! PERMAINAN DIMULAI! DAN KAU MENJADI PEMAIN UTAMA SELANJUTNYA!

Seperti malam kemarin. Malam ini Rara tidak bisa tidur karena kata-kata itu terus saja berputar-putar di otaknya.

Sesekali ia berdiri dari tempat tidurnya dan melangkah mondar-mandir memikirkan kata-kata yang tertulis pada kertas itu.

Berulangkali ia berusaha mengabaikan tetapi tetap saja tidak bisa. Rara kembali duduk dengan memangku bantal. Sesekali tangannya mengusap wajahnya yang begitu gelisah.

Rara! Lo kenapa sih mikirin kertas nggak penting itu! Mending lo tidur sekarang!

Rara merebahkan tubuhnya kembali di atas tempat tidur, menarik selimut dan mencoba untuk memejamkan mata.

Ah, gue nggak bisa tidur! Apa maksud tulisan kemarin ya! Bersiap--.

Ah, gue nggak mau nerusin! Nggak penting! Gue mau tidur--cuci muka--mungkin dengan cuci muka gue bisa tidur.

Rara bangun kembali untuk menuju ke kamar mandi. Ia bermaksud untuk membasuh mukanya agar kegelisahan itu hilang.

Menghidupkan kran air di wastafel yang terasa dingin ketika air menyentuh kulitnya. Perlahan ia membasuh wajahnya dengan usapan lembut dari tangannya.

Kebiasaan Rara jika membasuh muka ialah dengan memejamkan mata, sebab dengan begitu air akan terasa dingin ketika menyentuh kulit wajahnya. Sehingga memberikan sensasi menenangkan.

Rara mengulanginya berkali-kali. Hingga pada akhirnya ia mencium bau anyir seperti darah. Tak salah lagi ini memang bau darah--semakin lama semakin menyengat.

Air yang tadinya terasa dingin menyentuh kulitnya kini berubah menjadi hangat.

Perlahan Rara membuka matanya. Ia ingin mencari tahu mengapa air yang tadinya dingin menjadi hangat? Dan bau ini, berasal dari manakah?

Rara begitu terkejut ketika ia membuka mata. Ia mematung setelah mengetahui apa yang dilihatnya. Rara ingin berteriak tetapi suaranya tercekat. Air yang kini mengalir bukanlah air bening yang mengalir. Melainkan benda cair kental merah yang mengalir dari kran, yang menimbulkan bau anyir yang busuk.

Rara baru menyadari wajahnya terasa begitu kaku seperti menggunakan masker. Padahal ia tidak menggunakan apa pun selain membasuh muka.

Kakinya melangkah dua langkah ke samping--sampai empat langkah menuju kaca yang terletak di samping wastafel. Ia ingin memastikan penyebab wajahnya yang kaku.

Betapa terkejutnya ketika melihat wajahnya sudah bermaskeran cairan merah kental yang berbau anyir serta busuk yang mengalir dari kran.

"Aaaaarrrrrggg tolong! Ada darah toloooonng!"

Rara berteriak sekencang mungkin. Ia benar-benar ketakutan melihat mukanya sendiri. Ia duduk ngesot di lantai kamar mandi tak peduli jika celananya basah saat ia duduk.

"Rara kamu kenapa?" Seorang wanita yang mendengar teriakan Rara, sekarang sudah berdiri di samping Rara. Tangannya membawa tubuh Rara berdiri keluar dari kamar mandi.

"Ma, tadi ada da--darah di sana," ucap Rara dengan begitu ketakutan.

"Mungkin kamu kecapekan sehabis pesta kemarin, kamu ganti baju lalu bobok ya." Sebelum keluar kamar Santi menyuruh Rara berganti pakaian dengan pakaian kering yang ia ambilkan dari almari.

"Tapi, Ma tadi Rara lihat da--."

Belum selesai Rara berbicara. Santi sudah melangkah keluar dan menutup pintu kamar Rara.

Dengan malas Rara mengganti pakaiannya. Bagaimana bisa ada darah di kamar mandi? Apa dirinya sedang berhalusinasi? Tapi darah tadi begitu nyata terlihat dengan kedua matanya.

Rara kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur. Pandangannya kini beralih memandang langit-langit kamarnya. Sesekali ia memutar bola matanya setelah mendengar suara cicak terjatuh ataupun apa.

Rara! Rara! Lo tuh penakut banget sih, sejak kapan Tiara Ramadhani takut sama hantu!

Memang biasanya Rara selalu berani dengan sesuatu yang berbau mistis. Namun kali ini ia benar-benar payah. Semakin ia menguatkan diri semakin goyah pula keberaniannya untuk menghadapi ketakutannya.

Entah berapa lama Rara bersembunyi di balik selimut. Hingga akhirnya membuatnya tertidur begitu saja menuju ke alam mimpi.

*****

"Kaki lo sudah sembuh, Ra?" tanya Tania yang mengamati kaki Rara.

Rara hanya membalas dengan anggukan kepala. "Tan tahu nggak? Semalem di kamar, gue lihat--."

Rara tak melanjutkan kata-katanya sebab menurutnya tiba-tiba cuaca terasa dingin. Sepertinya tidak ada yang boleh mengetahui apa yang terjadi pada dirinya semalam.

"Lihat apa, Ra?" tanya Riska yang mengambil duduk di sampingnya.

"Nganu, enggak kok."

"Dasar aneh lo! Tadi bilang lihat sekarang bilang enggak." Sambung Tania sambil memainkan permen karet di mulutnya.

Rara hanya bisa tersenyum tipis. Ingin ia berbagi cerita tentang semalam tetapi ia urungkan karena ada dua kemungkinan jika ia bercerita.

Kemungkinan pertama para sahabatnya tak akan percaya cerita sekonyol itu, dan kemungkinan kedua jika ada yang percaya itu mustahil.

Dengan menarik embuskan napas. Rara terdiam beberapa saat.

"Gue ke kelas dulu ya." Rara pamit berdiri dari lorong menuju kelas. Dibalas dengan anggukan dari semuanya meski merasa sifat Rara berbeda.

Sepi benar nih kelas! Pasti masih pada jajan!

Rara mengeluarkan novel horor kesayangannya untuk dibaca sebagai teman di dalam kelas. Dengan sesekali tersenyum dan sesekali terlihat ketakutan. Itulah ekspresi Rara selama membaca novel itu.

Dan tanpa sengaja mata Rara memandang ke bawah samping sepatunya. Sekilas ia melihat sesosok perempuan dengan rambut pendek sebahu tengah duduk dengan kepala menunduk memeluk kedua kakinya.

Entah keberanian dari mana yang membuat Rara terus memandanginya. Menunggu perempuan itu mendongak ke atas menunjukkan wajah aslinya siapakah ia? Setahu Rara tidak ada teman sekelasnya yang mempunyai rambut sependek itu.

"Ka-kamu siapa?" Suara Rara setengah berbisik dengan masih memandang ke bawah.

Seperti mendengar bisikan Rara. Perempuan itu mendongak ke atas. Hal pertama yang Rara lihat adalah darah yang menetes dari keningnya yang bolong. Lalu Rara juga melihat matanya sudah bolong dengan bola mata jatuh merosot ke pipi dengan keadaan hampir pecah.

Perempuan itu menyeringai dengan mulut koyak sebatas dagu hingga gusinya yang bawah terlihat dengan jelas.

Rara ingin berteriak dan berlari sekencang mungkin. Namun lagi dan lagi mulutnya begitu tercekat untuk bersuara dan tubuhnya seperti terpantik dengan kursi hingga tidak bisa berdiri.

Sesuatu yang dingin kini memegang kakinya. Dengan kuku panjangnya ia mencengkram kaki Rara. Membuat Rara seperti mayat hidup dengan seluruh tubuhnya terasa kaku.

Tidak! Pergi kamu! Jangan ganggu aku!

Dengan membanting novelnya ke bawah ke arah perempuan yang kini masih memegangi kakinya. Rara berharap ia akan pergi. Namun kenyataannya lemparan buku Rara tak bisa menyentuh tubuh makhluk sialan itu.

Dengan menyeringai marah ia semakin kencang memegang kaki Rara. Dengan mimik wajah yang menjijikkan.

Keringat dingin mulai membanjiri tubuh Rara. Jantungnya berdetak begitu cepat. Rara benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah dengan ketakutan yang luar biasa.

Kau yang menyeretku Rara! Kau yang menyebabkan aku mati!

Untuk pertama kalinya suara aneh itu muncul tanpa wujud.

---------

Teror Rara sudah di mulai 😉

Terima kasih yang sudah membaca 😘

Ditunggu vote dan krisannya 😘

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang