Part 13

123 21 2
                                    

Siapa kamu! Tidak, pergi kamu! Jangan ganggu aku!

Dengan menutup kedua telinga, Rara terus berteriak sehingga mengundang semua teman dan guru yang ada di luar kelas masuk ke dalam kelas. Mereka terkejut karena mendengar teriakan Rara yang histeris. Bahkan Bu Ambar yang sudah berdiri di lapangan sempat mengurungkan niatnya untuk menghukum anak yang bolos sekolah. Kebetulan kelas Rara berada di dekat lapangan upacara. Sebab mendengar teriakan Rara. Ia menunda hal itu. Dengan sedikit tergopoh ia memasuki kelas Rara.

"Rara kamu kenapa?" tanya Bu Ambar dengan wajah paniknya. Lalu duduk di bangku samping Rara.

"Rara takut, Bu." Rara memeluk kuat seorang yang duduk di sampingnya. Dengan keringat yang sudah membasahi tubuhnya.

"Sudah ya, ada Bu Ambar ada di sini. Kamu tenang ya." Bu Ambar mengelus kepala Rara.

Dengan mengangguk Rara mulai melepaskan pelukannya. Ia duduk bersandar di kursi dengan tubuh masih bergetar.

"Ini, Ra kamu minum dulu." Seorang siswa menyodorkan minuman yang tadi dibawa kepada Rara.

Dengan segera Rara meneguk air itu sampai tandas.

Apakah yang baru aku lihat tadi? Kepala keluar darah, dengan wajah pucat, mata terjatuh ke pipi dan--.

Rara menggelengkan kepala berusaha menghilangkan bayangan yang baru saja dilihatnya. Benar-benar menyeramkan.

Gue nggak mau di kelas ini sendirian! Gue nggak mau ketemu hantu itu lagi!

Sekeras apa pun usaha Rara untuk melupakan kejadian tadi, semakin kuat pula bayangan itu terulang di kepalanya.

Rara tak pernah tahu kenapa tiba-tiba ia di hantui oleh makhluk itu. Siapakah ia? Apakah Rara pernah punya salah terhadapnya? Setahunya sih tidak.

Rara berusaha mengingat-ingat apakah ia pernah melakukan kesalahan dan membuat hantu itu marah. Setaunya tidak, ia selalu menghindari tempat yang berbau mitos di sekolahnya. Rara tak pernah tahu jika hantu yang menerornya itu adalah seorang gadis yang beberapa bulan yang lalu meninggal karena ulah Rara dan teman-temannya. Ralat bukan ulah mereka tetapi karena kecelakaan sebab Elga terjatuh. Akan tetapi Rara lah yang menyeretnya sampai ke ruangan itu.

Lonceng sekolah sudah berbunyi dan Rara pun juga sudah cukup tenang. Semua siswa kembali duduk di tempatnya masing-masing. Bersiap untuk menerima pelajaran kembali setelah waktu istirahat telah usai. Bu Ambar keluar dari ruang kelas setelah Bu Rahma masuk untuk mengajar.

Rara mengeluarkan bukunya setelah mendapat interuksi dari guru di depannya. Dengan perlahan Rara membuka buku tulis dan mengambil bolpoin untuk menulis. Akan tetapi, Rara kembali terkejut. Ada tulisan di buku tulisnya.

Rara, kau yang menyebabkan aku mati! Kau yang menyeretku sampai ke ruangan itu! Kau harus membayar itu semua!

Rara mencium bau anyir saat membaca tulisan itu. Ia mendekatkan hidungnya mengendus buku tulisnya. Sepertinya ini bukan di tulis dengan bolpoin tapi da--darah!

"Aaaaarrrrrggg, ada darah! Ada darah!" Dengan spontan Rara membuang buku tulisnya ke depan.

"Rara kamu kenapa?" Teman di sampingnya bertanya dengan mengguncangkan tangan Rara.

"Itu dibuku tulis ada da-darah." Rara menelungkupkan kepalanya di atas tangannya yang terlipat di atas meja.

Bu Rahma menghentikan kegiatannya menulis di papan tulis sejenak. Ia mengambil buku Rara dan memastikan apakah benar ada darah di sana? Dengan menarik napas pelan ia menghampiri Rara.

"Rara, ini buku tulismu nggak ada darah." Bu Rahma menyerahkan buku tulis itu ke salah satu siswa untuk membantu melihatnya juga. Barangkali tadi ia kurang teliti melihat.

"Iya, Ra nggak ada darah kok di buku tulis."

"Ada darah di situ," ucap Rara yang masih menelungkupkan kepala di atas bangku.

"Sini Ra, kamu tenang ya." Bu Rahma mendekat dan mengangkat tubuh Rara untuk didekapnya.

"Sekarang kamu lihat pelan-pelan ya, buku ini nggak ada darahnya." Bu Rahma mbuks pelan-pelan buku tulis Rara untuk dilihat Rara.

"Tapi tadi ada, Bu. Rara nggak mungkin salah lihat kok."

"Iya, ya sudah sekarang kamu tenang ya."

Bu Rahma melepas dekapannya dan berjalan kembali ke papan tulis untuk meneruskan kegiatan belajar--mengajarnya. Dan seluruh nsiswa kembali duduk setelah mendengar perintah dari Bu Rahma.

Rara mendengkus pelan. Hari ini Rara benar-benar merasa aneh. Begitu banyak hal-hal yang membuatnya ketakutan luar biasa.

Rara berusaha untuk melupakan kejadian demi kejadian yang baru saja ia alami. Dengan fokus masuk ke dalam pelajaran ternyata mampu membuatnya lupa sejenak tentang kejadian-kejadian itu.

Beberapa jam kemudian pelajaran Bu Rahma selesai. Rara merasa terlalu cepat untuk selesai. Mungkin karena Rara menyukai pelajaran ini ataukah ia bisa lupa dengan menyibukkan diri fokus dengan pelajaran ini. Entahlah yang penting Rara bisa melupakan sejenak tentang hantu yang seharian ini mengganggunya.

Rara memasukkan peralatan tulis dengan tergesa. Ia tak ingin menjadi yang terakhir ke luar dari kelas ini. Rasa takutnya membuatnya jera berlama-lama jika di kelas ini.

Semua orang di kelas itu menatap Rara denga heran. Tidak biasanya Rara berlari keluar dari kelas. Ada apakah dengannya? Rara terlihat aneh seharian ini.

"Tan, lo tau nggak hari ini Rara bersikap aneh." Riska yang kebetulan teman sekelas Rara bercerita kepada Tania yang kebetulan pula lewat di depan kelasnya.

"Aneh kenapa?" Tania mengernyitkan kening memandang ke arah Riska.

"Seharian ini Rara ketakutan dengan berteriak histeris."

"Iya tadi aku juga dengar, tetapi kenapa Rara begitu."

"Entahlah, by the way kita sudah sampai di parkiran. Aku pulang dulu ya, Tan." Riska segera menuju ke motornya untuk pulang. Sedangkan Tania masih menunggu diparkiran untuk bisa mengambil motornya sebab motornya berada di palung pojok.

Sial, harus berapa lama aku menunggu! Woy, cepat dong, aku juga mau pulang nih!

Setelah menunggu lama akhirnya bisa juga Tania masuk ke dalam parkiran untuk mengambil motornya. Namun, Tania sedikit heran ada motor selain motornya.

Sepertinya aku kenal motor ini! Seperti motor Ra--.

Ucapannya terhenti setelah mendengar suara samar orang menangis. Tania memandang sekeliling mencari siapakah yang menangis?

Di sana di balik ruang parkiran ada seorang gadis berkuncir satu menyandarkan diri di sebuah penyekat antara ruang parkir dengan lapangan basket. Memang ruang parkir dan lapangan terletak bersebelahan dengan penyekat sebuah rangkaian kawat yang di susun rapi.

Tania mengurungkan niatnya untuk pulang ia mendekati gadis itu yang ternyata ia adalah Rara.

"Ra, lo kenapa menangis? Dan kenapa belum pulang?" Tania mendekat dan duduk di sebelah Rara.

"Itu di motor gue ada darah, Tan. Gue takut," ucap Rara dengan suara terisak.

"Nggak ada ada darah, Rara. Lo itu hanya berhalusinasi saja."

"Gue nggak mungkin salah lihat, Tan! Tadi gue memang lihat darah di sana. Gue pikir lo sahabat gue dan percaya sama gue! Ternyata gue salah lo sama dengan mereka, nggak percaya sama gue!"

"Ikut gue Ra." Dengan kasar Tania menyeret tangan Rara menuju motornya.

"Lihat Ra! Mana darahnya! Berhenti untuk berhalusinasi Ra!"

"Ta-tapi tadi Tan--."

Belum juga Rara selesai bicara. Tania sudah melajukan motornya untuk pulang. Meninggalkan Rara yang yang masih berdiri didekat motornya.

-------

Kasihan Rara, tidak ada yang percaya kepada dirinya 😶

Apakah masih Rara akan sama dengan Allysa? 🙄

Tunggu kelanjutannya hanya di Dendam Gadis Biola, vote dan krisannya selalu ditunggu 😘

Terimakasih yang sudah membaca cerita ini 😘😘

Dendam Gadis BiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang