Chapter 11

1.5K 115 0
                                    


:::::
Happy Reading….

=========

Prrraang….

Secangkir teh tiba-tiba saja lepas dari genggaman sehingga membuat si punya teh itu memekik karena terkejut.

“Astaga!” Kim Namris, yang tidak lain adalah ibu dari Baby. Ia memungut pecahan cangkit yang tadi lepas dari genggamannya. Entah apa yang menyebabkan cangkir itu lepas dari tangannya dan diwaktu bersamaan juga perasaan tak enak menghampirinya. Napasnya terasa tercekat detak jantungnya jadi cepat. Saat memungut beberapaserpihan pecahan ujung jarinya mengenai sisi tajam pecahan itu hingga mengeluarkan darah segar di sana.

Hatinya berkecamuk dan merasa khawatir, pikirannya tertuju pada satu hal yaitu keluarganya.

“Baby-Namjoon?” dua nama itu yang ia sebut. Selain mereka siapa lagi yang harus, ia khawatirkan. Dua orang yang sangat berharga dalam hidupnya.

“Dokter Kim, apa anda tidak apa-apa?” tanya salah satu Suster yang saat itu masuk ke ruangannya.

“A-aniy, saya tidak apa-apa. Ini hanya goresan kecil, lagi pula tadi saya tidak hati-hati,” jawabnya dengan seulas senyuman. Suster itu dengan cekatan mengambil kotak obat yang ada disitu dan disodorkan pada Ny. Kim.

“Terima kasih,” Suster itu mengangguk.

“Apa terjadi sesuatu pada mereka? Akh lebih baik aku menelfon mereka dan menanyakan keadaan mereka,” ucapnya Ny. Kim. Tangan kirinya meraih ponsel di atas meja kerjanya.

-----

“Yeoboo, kau di mana?”  tanya dengan nada sedikit khawatir.

“Aku di kantor, wae chagy?” tanya Namjoon di seberang sana.

“Aniy ... hanya saja tiba-tiba perasaanku tidak enak dan memikirkanmu dan Baby,” jawabnya.

“Ah, chagy kau tenang saja, aku baik-baik saja. Dan soal Baby aku rasa dia baik-baik saja. Bukan kah tadi pagi kau katakan kalau dia sedang membimbing mahasiswanya?” ucap Namjoon setenang mungkin. Ia tau kalau istrinya akan mendapat firasat buruk sama seperti dia saat ini. Ucapan dan raut wajahnya berbanding terbalik, ada guratan kekhawatiran di wajah karismatiknya.

“Kau tenang saja, jangan terlalu khawatir heum. Aku dan putri kita baik-baik saja,” ucapnya sembari menatap orang di depannya penuh arti. Setelah memberi tahu keadaan kalau baik-baik saja, Namjoon mengakhiri telfon dengan istrinya dengan jawaban lega dan bersyukur dari Ny. Kim tentunya.

Pria itu meletakan ponselnya di atas meja, tangan kirinya yang bebas kini di gunakan untuk memijit pelipisnya, kepalanya berdeyut.

“Apa aku harus mengirim orang untuk membantunya? Aku takut terjadi apa-apa padanya, sampai sekarang belum ada kabar dia keluar dari sana. Dan Jimin, dia sudah berangkat ke London,” ucapnya dengan parau, perasaan khawatirnya lebih besar dari istrinya karena ia sendiri mengetahui pekerjaan putrinya.

“Kau jangan  khawatir, dia pasti berhasil,” ucap pria jangkun itu menenangkan besannya sekaligus temannya itu.

“Tapi tetap saja Chan, setiap dia melakukan tugasnya maka saat itu juga aku selalu merasa khawatir dengan keselamatanya. Dan maka dari itulah aku menyuruh Jimin menikahinya, agar bisa melindungi Baby, tapi…,” Namjoon melirik ponselnya berniat menelfon Jimin tapi tetap saja, nomor itu sudah tidak aktif dari bebera saat lalu tepat waktu penerbangan.

Namjoon semakin khawatir, ia tidak bisa duduk tenang. Putrinya sedang bertarung sendirian diluar sana. Pria itu keluar begitu saja tanpa memperdulikan ada seseorang juga khawatir dengan putrinya.

Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang