Fannia pov.
Ada saatnya kita lelah, namun jangan sampai lelah itu membuat pengorbanan ini sia-sia, lelah adalah sifat manusiawi seorang manusia yang telah sampai diambang pertengahan antara hidup atau mati dan lanjut atau berhenti.
Mungkin berhenti sejenak adalah opsi yang disarankan saat kita berada dalam kondisi lelah, tapi tidak untuk ku.
Waktu ku terlalu berharga untuk berhenti sejenak hanya karena sebuah kata lelah, sebenarnya bukan waktu ku yang ku pedulikan, tapi nasib mang Udin yang sudah ku pertaruhkan.
Dengan bodohnya aku berkata seperti itu pada kepala sekolah, padahal aku sendiri tidak yakin bisa memenangkan olimpiade itu, kalau pun aku menang, itu semua karena Allah.
Yang ku lihat saat ini hampir semua peserta adalah dari kalangan ... Orang orang keturunan asli Tionghoa yang kelihatan nya sudah pasti mahir berbahasa Mandarin.
Takut, nervous, pesimis, gentar, semuanya jadi satu, hanya dengan melihat wajah-wajah mereka saja aku sudah kalut sendiri.
Sebisa mungkin ku tenangkan mimik wajahku, doa-doa yang diberikan mang Udin kemarin terus ku lafalkan dalam hati tanpa henti.
Aku berjalan dengan pasti ke ruangan 4675, seperti yang tertera pada kartu peserta ku.
Aku mencoba duduk dengan tenang di depan computer berlabel apel itu, peserta yang lain terlihat bergurau satu sama lain dengan teman satu sekolahnya
Tidak ada yang kukenal, aku terlihat sangat berbeda di ruangan ini, dari postur tubuhku, garis wajah, hidung dan warna kulitku, semuanya sudah jelas kalau aku hanyalah keturunan jawa asli yang sedang nekat.
Seperti seekor anjing pudel yang dengan berani-beraninya datang ke kandang macan dan berebut sepotong daging segar dengan mereka.
Tak sedikit dari mereka yang melihat ke arah ku, ada juga yang memperhatikan sambil tersenyum meremehkan, seolah menantang nyaliku untuk berjuang lebih dari sebelumnya.
Lihat saja, akan ku buktikan bahwa aku juaranya. Kata ku dalam hati sambil melihat anak bernametag Xavier Petra Sihombing itu dengan tetap tenang.
Di lengan kirinya ada bet salib dengan nama sekolah diatasnya, ternyata dia anak SMA Kristen Mandala Jakarta Selatan. Sombong anjir. Kataku dalam hati.
3 Pengawas memasuki ruangan, olimpiade dimulai. Di kelas ini ada 20 peserta dengan komputer masing-masing. Komputer mulai menyala dengan otomatis.
Soal sudah ku kerjakan dari 10 menit yang lalu, semuanya berbahasa cina, bahkan text nya menggunakan huruf hanzi (huruf-huruf cina), sudah ku sangka akan serumit ini.
Tangan dan kaki ku basah dalam ruangan dengan 4 AC yang dingin nya mencapai 18 derajat. Aku mencoba untuk tetap tenang.
Dua pengawas di samping ku tak henti-hentinya berjalan bolak-balik dengan mata yang menelisik tajam ke semua peserta, membuat aku yang sudah nervous ini semakin gugup. Mengingat yang ku pertaruhkan adalah nasib mang Udin.
Saat ini aku berada dalam sebuah ruangan besar, semua peserta berkumpul disini, Aula Bhinneka Tunggal Ika namanya.
Aku duduk di bangku yang telah disediakan untuk peserta, lagi lagi sendirian, aku benci situasi ini tapi aku juga sudah terbiasa dalam situasi seperti ini.
Sendirian dalam keramaian.
Aku menonton pertunjukan yang digelar diatas panggung sambil menunggu hasil pengumuman dan penyerahan hadiah.
"Kamu sendirian aja?" Tanya seseorang yang telah duduk di samping ku.
Rambutnya diikat pinggir. Sederhana. Sama seperti gaya rambut ku saat ini. Mungkin kami terlihat seperti kembar tak identik.
"Iya, kamu juga?" Balas ku ramah
"Iya. Aku Natuna Marine Gervais dari SMA 45 Katholik Denpasar, panggil aja Nat, kamu?" Ucapnya sambil mengulurkan tangan
"Fannia Farhana, Panggil aja Fannia" balas ku
"I think i like call you Farhana, can i?" Tanya Nat
"Sure" balasku
"Kenapa kamu sendirian? Yang jadi wakil dari sekolah kamu cuman kamu?" Tanya Nat
"Iya, kamu sendiri?"
"Enggak, jadi dari sekolah ku tuh ada dua perwakilan, aku sama temen ku, tapi dia lagi sakit, mules mules gitu, jadi nggak ikut ke sini deh dia."
"Terus temen kamu kemana?"
"Lagi di UKS kampus katanya tadi sama guru aku"
"Ooh"
Author pov
"Oiya guru kamu kemana?"
"Hm? Nggak tau." Balas Fannia menarik nafas lalu menghembuskan nya dengan kasar.
"Lah kamu kesini sendiri?"
"Iya"
"Ih hebat banget" kata Nat yang tidak di duga Fannia,
Biasanya orang lain akan memandang nya kasihan, tapi Nat tidak, dia bisa memandang suatu hal dari sisi lain yang positif.
Membuat Fannia mulai menyukai Nat, menganggap nya sebagai teman dan mungkin akan lebih akrab, semoga saja dia tidak tiba-tiba menjadi seorang fake friend hanya karena sebuah hal kecil.
"Makasih, kamu juga hebat ke aula ini sendirian" kata Fannia
"Ah kamu bisa aja" kata nya membuat senyum mereka mengembang
"Eh tukeran nomor yuk" ajak Nat
"Boleh" balas Fannia
Fannia pov
Pembaca nominasi mulai memanggil para nominasi juara Olimpiade ini, dari nominasi ke 10 sampai sekarang si juara 3 naik ke atas panggung, nama ku belum juga terpanggil
Aku masih tenang sampai saat ini, tidak tau kenapa, tidak ada rasa takut dan degdegan sedikitpun dalam diriku saat ini. Semuanya sudah ku serahkan kepada Allah SWT.
Padahal aku juga tidak tau apa yang akan aku lakukan untuk menebus dosa ku pada mang Udin kalau saja aku kalah nantinya.
Tapi yang sudah ku yakini membuat ku tenang, bahwa semua ini pasti ada hikmahnya, Allah akan membantu ku dan mang Udin dan aku pasti bisa.
.
.
.
.
.Happy reading gais:)))
Makasih yang udah baca, yang udah vote dan jangan lupa coment negatif atau apapun terserah, karena komentar dari kalian akan sangat sangat membantu Author untuk terus berkarya
Makasih:)))
KAMU SEDANG MEMBACA
KLASSIKAL (HIATUS)
أدب المراهقينBaca aja dulu Kalo nggak coba, kamu gabakal tau gimananya:)