18.2

9K 526 47
                                    



Peter sekarang sedang kesal, otaknya benar-benar penuh dengan banyak pikiran dan dia tidak tahu harus bagaimana.

Sahabatnya yang satu itu memang gila– jadian sama om-om? Benar-benar tidak waras.

Ketika ia ingin pulang dan menghubungi ayahnya untuk menjemputnya, tiba-tiba jarinya berhenti sendiri di kontak laki-laki menyebalkan ini, seperti otaknya menyeruhnya untuk menghubungi dia.

Peter tidak tahu kenapa, tapi dia malah mengiyakan yang dipikirkan otaknya dan menghubungi orang ini, bukan ayahnya.

"Baby boy?"

"Wade? Rumah kamu sepi gak?"

"Oho, mau ngapain nih—"

"Gak ngapa-ngapain. Fuck, harusnya gua gak nelpon lu—"

"Wow, kasar sekali.
Lagi kesel?"

"...iya."

"Lu dimana?
Gua jemput sekarang."

Peter tidak mungkin bilang dia ada di rumah kamu, karena itu akan sangat jelas bahwa dia sedang kesal dengan kamu.

Jadi, Peter memutuskan untuk menunggu di mall depan komplek kamu.

"Di Mall XXX."

"Otw, sayang."

***

"Orang tua kamu kemana?" Peter bertanya ketika mereka sudah sampai rumah Wade, yang ternyata rumahnya sangat besar.

Peter dapat melihat ekspresi Wade berubah sedikit, "Gak tahu, jarang di rumah mereka."

Peter memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh.

"So, you want to talk?" Wade bertanya sambil membuka sweater hitam yang menutupinya daritadi, memperlihatkan Wade hanya dengan baju putih tanpa lengan dan celana hitam training yang sudah sedikit rusak— mungkin terlalu sering dipakai?

Peter menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal, "Uh, can we just... I don't know, do something beside talking?"

Wade tidak terlihat kesal atau marah sama sekali, "Sure, you like movie?"

***

Kalian akhirnya menonton Wonder Woman di ruang tengah Wade.

Awalnya kalian hanya duduk berdekatan di sofa, tapi entah kenapa, makin lama Peter semakin mendekat begitu juga Wade.

Jadi, sekarang posisi mereka adalah Peter menaruh kepalanya di pundak Wade sambil meluruskan kakinya ke meja yang ada di depan mereka, sedangkan Wade duduk sila sambil melingkarkan salah satu tangannya di pinggang Peter dan tangan yang satunya lagi memakan popcorn yang ia taruh di tengah pangkuannya.

"Wonder Woman cantik banget ya." Kata Peter, tidak berharap Wade akan menjawabnya.

Wade hanya mengangguk lalu mereka melanjutkan menonton dalam diam.

Tidak lama kemudian, Wade membuka mulutnya, "Gua tahu lu gak mau ngomongin, tapi kalau lu mau cerita, gua siap ngedengerin."

Peter melihat ke arah wajah Wade– ketika ia melihatnya, ia sempat bingung kenapa ia pernah takut akan Wade, maksudnya, laki-laki yang ada di sebelahnya ini benar-benar memiliki ekspresi yang tulus, dan Peter mengutuk diri sendiri karena pernah takut akan Wade.

"Aku berantem."

"Sama? Mau gua hajar orangnya—"

"Enggak, bukan berantem tonjok-tonjokkan," Peter berkata agar Wade tidak salah paham, "sebenarnya bukan salah dia sih, ini salah aku."

Wade menjeda filmnya dan sekarang memfokuskan segalanya ke Peter, "Kenapa?"

"Jadi, teman aku ini jadian sama... pokoknya aku gak suka sama pilihannya, jadi aku marah sama dia." Peter menjelaskan.

Sebenarnya, Peter berpikir mungkin Wade akan mengatakan bahwa Peter bodoh, namun Wade justru hanya menarik pipi Peter sambil terkekeh, "Aneh, lu mah." Kata Wade, dan Peter tidak mempedulikannya karena ia sedang mencoba melepaskan cubitan Wade dari pipinya, "kan dia temen lu, kalo temen lu bahagia, kenapa lu marah?"

Akhirnya Wade melepaskan cubitan di pipi Peter, "Habisnya—"

"Aneh emang ya, harusnya lu bahagia temen lu punya pacar, mintain PJ atau apa kek, ini malah marah."

Peter hanya terdiam, mungkin Wade benar dan ini bukan urusan Peter jika kamu mau sama... dia.

Selama kamu bahagia, itu yang Peter pikirkan dan akhirnya memutuskan menelpon kamu untuk meminta maaf.











































.
Hai, kangen gak? HAHA GELI.

Anyway, sekolah kan tai ya, jadi guru-guru ngasih tugas mulu (ini nanti senin disuruh presentasi), tapi kayaknya besok gua bakal up lagi deh.

Ditunggu aja hehe :)

Daddy Materials // S. RogersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang