Lalu sepanjang malam itu dihabiskan dengan (F/N) yang dimarahi habis-habisan oleh ayahnya— dan ibunya yang menahan tawa ketika ayahnya membentaknya.
.
.
.
Keesokkan paginya, (F/N) terbangun dengan tergesa-gesa ketika melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
(F/N) mengambil langkah dengan cepat, menuruni tangga lalu langsung mengambil rotinya dan mengigit ujungnya sambil ia memakai sepatu.
Disudut mata (F/N), dia dapat melihat ibunya sedang berjalan bersama ayahnya— entah kenapa ayahnya sedang menahan tawa, padahal jokes ibunya garing-garing tapi entah kenapa ayahnya bisa tertawa. Mungkin untuk menjadi suami yang baik?
"Aku pergi!" Kata (F/N) lalu langsung berlari keluar rumah, tidak menyadari ayahnya yang tertawa terbahak-bahak ketika ia berlari keluar.
***
"Pah! Mah!" Teriak (F/N) dengan kesal sambil menutup pintunya dengan keras, membuat suara yang cukup nyaring untuk ayahnya keluar dari kamarnya dan melempar tasnya ke arah sofa.
Ayahnya keluar sambil tersenyum jahil, "Gimana tadi sekolahnya, sayang?" tanya ayahnya, sambil berusaha tidak tertawa (tapi gagal dan akhirnya mengeluarkan ekspresi menyebalkan yang membuat (F/N) ingin menegelamkan ayahnya itu) dan kini, ibunya juga sudah ada di ruang tamu.
"Kok gak ngasih tau sih?!" Teriak (F/N) dengan kasar lalu langsung menjatuhkan badannya di sofa, tidak mempedulikan untuk melepas sepatu dan itu membuatnya menerima sebuah protes dari ibunya.
"Lah kamu bego, bukannya liat kalender dulu."
"Shh! Anak kamu itu. Jangan dikatain bego." bela ibu kamu walaupun kamu dapat melihat ekspresinya sangat berbanding terbalik dengan apa yang diucapkannya.
Kamu yang melihat kelakuan orang tua kamu hanya dapat menghela napas, "Males banget ih." ungkap kamu lalu naik ke kamar, masih mengenakan sepatu dan itu membuat ibumu kamu teriak karena katanya baru di-pel.
"Pasti seru banget sekolah di hari sabtu!" Teriak ayah kamu dari bawah dan kamu hanya mendecih kesal lalu menutup pintu kamarmu.
***
Sekarang sudah menunjukkan pukul dua siang dan (F/N) masih bertengkar dengan dirinya sendiri untuk bercerita tentang masalahnya karena menyukai ayah sahabatnya kepada temannya.
Bisa disebut sebagai sahabat (F/N) juga, tapi (F/N) lebih dekat dengan Leo daripada dengan sahabatnya yang ini.
Oh soal masalah itu? Ya, semalam, (F/N) akhirnya menarik kesimpulan bahwa ia menyukai ayah sahabatnya sendiri. Om-om umur empat-puluh tahun.
Dia tahu ini gila, tapi mau bagaimana? Dia memang sudah jatuh hati.
Tapi tenang, (F/N) tidak berharap bahwa Steve akan memiliki perasaan yang sama dengannya. Jadi dia sudah siap untuk hanya mengagumi Steve dari jauh, tidak akan mencoba untuk mendekatinya karena tahu, bahwa dirinya tidak pantas untuk berdiri bersebelahan dengan Steve. Steve sempurna dan dia tidak.
"Curhat gak yah?" Kata (F/N) tidak bertujuan untuk siapapun dan hanya berguling-gulingan di kasur kesayangannya.
(F/N) bingung untuk cerita atau tidak kepada sahabatnya— bukan, Leo. Karena jelas, ia tidak mungkin bercerita bahwa ia menyukai ayahnya — itu.
Akhirnya setelah beberapa menit berlalu, (F/N) memutuskan untuk bercerita dan mengambil ponselnya untuk menelpon sahabatnya itu.
"Halo, Peter? Gua mau curhat."
***
Setelah beberapa menit menunggu— lebih tepatnya tiga-puluh menit, akhirnya Peter sampai di rumah (F/N) dan ketika ia sampai, kebetulan (F/N) sedang berada di ruang tamu, menonton TV.
"Akhirnya dateng." ungkap kamu lalu berjalan untuk memberi Peter pelukan dan Peter membalas pelukan itu.
Peter melepaskan pelukan itu, dan (F/N) bisa melihat sedikit keringat. Mungkin ia berlari ke sini? Entahlah. Siapa yang peduli?
"Sorry, tadi aku— aku—" Peter mencoba untuk menjelaskan tapi napasnya berat, dan (F/N) menyuruhnya untuk mengambil napas dulu.
Kamu mengambil segelas air mineral dan menyuruh Peter untuk duduk di sofa, "Napas dulu, man." kata kamu sambil menepuk belakang tubuh Peter— bukan pantat, sumpah.
Peter meminum airnya itu, dan kebetulan, setelah itu ayah kamu datang dari arah kolam ikan— mungkin habis memberi makan lele-nya?
Ayah kamu yang melihat Peter lalu memberi senyuman ramah ke arahnya, tahu bahwa dia adalah sahabat anaknya. "Eh, ada Dek Peter. Pasti dipaksa dateng sama (F/N), ya?" Canda ayah kamu yang sukses mendapatkan tatapan kesal dari anak satu-satunya itu.
"Hehe, biasa om. Ini Si (F/N) katanya mau ngerjain PR, tapi gak ngerti." Bohong Peter sambil balik tersenyum ke arah ayah kamu. Kenapa dia berbohong? Karena terakhir kali Peter bilang bahwa (F/N) ingin curhat, (F/N) mendapat laporan bahwa ayahnya memakasa Peter untuk memberitahu apa yang diceritakan (F/N) dan Peter dengan terpaksa memberitahu bahwa (F/N) sedang suka dengan seseorang saat itu.
Dan ayahnya meledeknya dengan nama (mantan) doinya dulu selama tiga bulan— sebelum (F/N) menangis karena kesal dan membuat ayahnya berhenti meledeknya.
"Yakin buat ngerjain PR doang? Gak ena-ena sekalia—"
"Pah!" Teriak (F/N), malu akan kelakuan ayahnya.
Peter hanya tersenyum canggung sebelum berkata, "Gak, makasih."
"Yaudah, sering-sering aja main ke sini Dek Peter. Barangkali pinter kamu nular ke anak om." Kata Ayah kamu lalu berjalan melewati kalian, menuju kamar. "Kan anak om mah bego." Canda ayah kamu, lalu langsung menutup pintu.
Keheningan untuk sejenak, karena (F/N) bingung mau marah atau tidak akan kelakuan ayahnya yang kaya anak barh puber itu.
"Bokaplo unik banget ya." Ungkap Peter dan
(F/N) hanya menghela napas."Gua aja gak tahu, kenapa nyokap gua mau nikah sama dia." Balas (F/N), lalu memberi isyarat untuk Peter mengikutinya.
Akhirnya setelah beberapa saat berjalan, kalian sampai di depan kamar (F/N) dan (F/N) langsung membuka pintu kayunya itu.
Peter lalu langsung duduk di lantai, sedangkan (F/N) mengambil beberapa snack dari lemari makanannya lalu menyusul Peter duduk di lantai.
Peter membuka bungkus Happy Tos-nya itu lalu langsung mengambil isinya, "Jadi, mau curhat apa?"
"Jadi—"
"Bentar, aku mau tanya dulu, kenapa curhatnya ke aku bukan ke Leo?"
"Soalnya ini ada hubungannya sama bokapnya Leo."
"Apaan?"
(F/N) menarik napas dalam-dalam, "Gua suka sama bokapnya Leo."
.
Sorry nih udah jarang update, maklum sekolah :vTapi, disini Peter gak OOC banget kan ya? Soalnya gak terlalu saya perhatiin :v
Feedback akan sangat diapresiasi tapi tidak perlu jika merasa terbebani.
Terima kasih 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
Daddy Materials // S. Rogers
Fanfic❝Jadi lu mau bilang kalau lu naksir sama anak dibawah umur?❞ ❝Emang salah?❞ ❝...gua telpon polisi sekarang.❞ Bagaimana jadinya jika seorang pengusaha kaya nan tampan seperti Steve Rogers jatuh cinta sama kamu, seorang anak SMA biasa?