Twenty one

22 7 3
                                    

Mereka hanya terdiam, suasana kampung yang sangat sepi, membuat suara ombak terdengar jelas di telinga. Azel melangkah perlahan mendekati tembok polos yang tidak berwarna, hanya amplasan semen saja. Azel melihat ke arah atas yang pasti nya adalah kamar milik keluarga narasumber itu. Semakin dekat dengan tembok itu, mata Azel semakin menyipit, tanda sedang melihat sesuatu dengan serius.

Tiba-tiba...

"HAAAAAAAHHHH, RA KESINI! LO HARUS LIHAT APA YANG GUE LIHAT!" Azel terkejut membuat semua nya auto menghampiri Azel.

Saat semua nya mendekat ke arah Azel, semua melihat ke arah atas yang sedang Azel tunjuk. Zahra kebingungan mengapa tidak ada yang di lihat nya sama sekali, bahkan hanya gordyn biru tipis tertiup angin yang sedang di lihat nya.
Zahra langsung mengeplak kepala Azel dengan kasar hingga mengenai pundak Iki yang berdiri di sebelah Azel.

Dukkk!!!

"Awwwwwww sakit..." ringis Azel sambil mengusap kepala kiri nya. Begitupun dengan Iki, mengusap pundak kanan nya karena terkena kepala Azel yang sedang memakai jepitan.

"Lo gila ya, Ra? Masa temen lo sendiri di tempeleng?" kata Iki setelah Azel meringis.

"Lagian gue gak liat apa-apa, Zel! Gak usah lebay deh! Gue kan udah panik penasaran ternyata gak ada apa-apa." sahut Zahra yang mulai  bad mood.

"Sumpah, Ra. Tadi gue liat--"
Azel yang sedang berbicara sambil menunjuk ke arah lantai 2, terpotong oleh kedatangan Lina, narasumber perempuan mereka.

Semua nya hening sejenak. Perlahan Azel menurunkan jari telunjuk nya sambil menggigit bibir nya sendiri karena merasa malu.

"Ada apa? Apa yang kalian lihat? Apa kalian mengintip?" tanya Lina dengan wajah tidak enak.

"E-eng-enggak kok, kita tadi lagi bahas tentang rumah ini aja, kira-kira luas nya berapa dan kira-kira harga nya berapa kalau di jual." bela Rendi sambil bercengenges kecil, membuat semua mengerenyitkan dahi.

"Kita tuh anak IPA, Ren. Mau observasi disini, bukan mau jual beli rumah. Udah udah, kita mulai aja observasi nya, ayo!" ajak Reza yang langsung berjalan keluar halaman rumah itu.

Reza kembali menengok ke belakang, melihat Azel yang masih melihat rumah itu dengan serius. "AZEL!" panggil nya dengan keras.

"Eh, iya iya ah bawel lo!" jawab Azel yang segera lari ke arah Zahra.

#kelompok 2 story

Di waktu yang sama, mereka mendatangi narasumber yang sudah berjanji akan mengajak keliling desa itu, angin yang tidak begitu kencang menerpa rambut Shela yang sekarang sedang memakai baju tangan pendek Adidas nya di sertai rok pendek atas lutut.

"Shel, lo gak kedinginan apa?" tanya Fauzan yang sedang mengusap badan nya sendiri.

Shela mengalihkan pandangan nya ke Fauzan, lalu terkekeh kecil. "Enggak ah, biasa aja. Soalnya gue terbiasa kepanasan karena sering denger temen-temen gue berantem di kos, kalian tau kan rasanya kalau di kamar itu orang nya berantem terus? Suasana sumpek, panas."

"Hahaha, iya bener tuh, gue juga pusing dengerin nya." kata Viola yang juga merasakan. Semua tertawa kecil kecuali Putri.

Saat berjalan menuju rumah salah satu narasumber itu, Devan melihat di sebrang hamparan pasir, ada wanita setengah paruh baya mendorong kursi roda dengan seorang wanita yang tertutupi kain putih diatas kepala nya, berjalan ke arah rumah narasumber itu. Tetapi wanita itu sontak berhenti, langkahnya mundur saat melihat kedatangan kelompok 2, Devan kebingungan dengan gerak gerik wanita itu. Devan menghentikan langkah nya sejenak sambil melihat jelas siapa sebenarnya wanita itu.
"Perempuan yang di kursi roda itu, seperti pernah melihat." Batin Devan.

"Dev, ayo dong, nanti kita kesiangan." teriak Fauzan sambil memperlihatkan jam tangan nya.

Devan mengangguk kecil.

"Loh itu narasumber kita..." ucap Shela tiba-tiba karena melihat narasumber mereka berlari keluar seperti sedang di kejar hewan buas. "Ada apa? Kok lari-lari gitu?" tanya Shela.

"Bagus deh kita gak perlu nyebrang ke rumah nya. Capek gue." cetus Viola sambil mengipas diri dengan tangan nya sendiri. Shela langsung melihat Viola dengan sinis.
"Ehh, hehe, ayo langsung aja yuk kita mulai." Viola bercengenges ketakutan melihat wajah Shela yang seram. Tanpa menjawab pertanyaan Shela, semua langsung bergegas menuju pedesaan di daerah itu.

***

Shela Pov.
09:35

Matahari mulai muncul, hari semakin siang, pepohonan menari tertiup angin karena daerah itu dekat dengan pantai. Suhu nya masih sama saja seperti jam 7 pagi. Tugas kami sudah selesai, hanya tinggal mengetik makalah nya saja. Kami berjalan menuju kediaman Ibu Lilis karena ia tidak bisa melebihi jam 10 pagi, sungguh di sayangkan. Padahal masih banyak yang harus kita bahas. Tetapi tak apa, kami bisa mencari narasumber lain, tetapi akan tetap atas nama Ibu Lilis.

"Dev, lo liat apa tadi pagi di sebrang rumah Bu Lilis?" tanya gue saat sedang jalan bersebelahan dengan Devan.

Devan malah menatap gue dengan tatapan yang dalam. Hufftt... Bisa di bayangkan bagaimana tampang nya saat sedang menatap seseorang, manis.

"Ciee yang udah gak marah..." sahut nya dengan senyum yang menampilkan wajah tampan nya.

Author Pov.

"Ah nyebelin lo." jawab Shela dengan wajah salah tingkah sembari memukul kecil bahu Devan, Devan pun tertawa kecil.

"Shel..."

"Hmm?"

"Kalau lagi salting gitu, cantik juga."

Deg...

🍃🍃🍃

Hai kembali lagi❤️
Jangan lupa vote and comment
Selipkan saran kalian juga ya🙏

Happy reading 🖤😉

Shine Bright Like a DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang