4. Terlewatkan
***
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah aku tak henti-hentinya berpikir, aku mengira ketika bangun tidur tadi pagi, aku akan menemukan (Namakamu) yang membawa surat cerai? Atau Genta yang selalu tersenyum dengan air liurnya didagu, tapi mereka tidak aku temui, aku malah melanjutkan mimpiku, mengapa mimpi ini sangat panjang dan familiar?
Pikiranku terputar, mengingat kejadian kemarin, bukankah aku pernah mengalami itu? Kemudian terbesit ingatan ketika Kiky menepuk pipiku ke saat aku tidur dikelas, terasa sakit. Astaga! Berarti aku tidak mimpi?
Aku menampar keras pipiku, "Awsh, sakit."
Aku mengelus pipiku yang aku tampar sendiri, nyeri.
Dugh
Seseorang menoyor kepalaku, aku mengaduh kesakitan, kulihat si pelaku ternyata Bastian yang rambutnya tidak segondrong di dunia nyata.
"Lo bego ya? Nampar diri sendiri."
"Bas, pukul gue Bas!" pintaku.
Bastian menatapku bingung, "Ah, gajadi," kataku kemudian melangkah pergi.
"Eh Baal, gue mau beli bunga," Bastian menyamakan langkahnya denganku menuju kelas.
Aku berhenti melangkah, lalu menatapnya, "Bunga?" Tanyaku mengingat bunga yang dulu pernah Bastian pesan, kalau tebakanku benar berarti memang ada yang tidak beres, dan aku sedang tidak bermimpi.
"Bunga mawar putih ya."
Benar, ucapan Bastian sama dengan yang ada dipikiran ku, aku memang tidak bermimpi, lalu sedang apa aku disini? Kembali ke masa lalu? Aku menggeleng, Ah, mana mungkin, itu mustahil.
"Jangan lupa dibawa besok ya, besok pagi gue tunggu dibelakang yak."
Aku tidak menanggapi, masih bergelut dengan pikiranku.
***
"Baal," sebuah tangan menggeprak bahuku, sangat keras, aku menoleh melihat Kiky yang tubuhnya sangat besar, ah, beruntung nanti di 2024 dia sudah kurus karena diet ketatnya berhasil.
"Dikantin ngelamun, gak pesen makan nih?"
Aku mengerutkan dahi, kebiasaan Kiky, dan aku mulai menerka-nerka apa yang selanjutnya yang akan dia katakan, jika benar aku memang dimasa lalu, aku seharusnya tahu apa yang akan Kiky bicarakan.
biar kutebak, dia pasti lapar saat ini, dan dia mengode aku supaya memesan makanan, kemudian dia sendiri yang menghabiskan, untung saja aku masih belum pesen apa-apa.
"Engak Ki," ucapku sambil menggeleng.
"Lo stress gara-gara nilai matematika lo?"
Nilai matematika? Kenapa? Jangan-jangan? Remidial itu? Aku menjauhkan pikiran itu. Aku tidak menjawab masih menyangkal apayang aku pikirkan.
Kiki menarik kursi didepanku kemudian mendudukinya, "Tenang, kan masih ada remidi, santai."
Ah, sial. Ternyata benar, remidial matematika, ah, apa aku harus kembali ke masa itu? Apa benar ini masa lalu?
"Dapet berapa lo?" tanyaku penasaran, aku sudah lupa berapa angka yang ia dapatkan di ulangan matematika.
"Delapan puluh," dia mengacungkan jempol kiri, telunjuk dan jari tengah bersamaan.
Aku diam beberapa saat, mengingat kejadian enam tahun lalu disni, saat Kiky mengatakan nilai matematikanya 80. Ah Aldi, aku langsung menoleh mendapati Aldi yang sedang duduk santai.
"Lo nyontek Aldi ya?" Tanyaku blak-blakan.
Kiky mengangguk santai, "Gue nyontek tapi gak semua sih, tapi lumayan lah."
Kalau dimasa lalu percakapan selanjutnya akan bercerita tentang cewek cantik yang kutemui diperpus, yaitu (Namakamu) kali ini aku mau mengubahnya, bisakah?
Lanjut dengan percakapanku dengan Kiky, "Eh Ki."
"Ha?"
"Lo percaya gak kalau seseorang yang bisa kembali ke masa lalu?"
Mata sipit Kiky menyipit, alis tebalnya hampir menyatu, "Lo kebanyakan nonton film deh Baal."
Aku menggeleng, "Gue serius Ki,"
"Hm... Kalau emang ada seseorang seperti itu, beruntung sih dia."
"Beruntung? Kenapa?"
Wajah Kiky berubah jadi sok bijak, dia melipat kedua lengannya di dadanya yang besar, "Dia beruntung dia tahu masa depannya, dan bisa memperbaiki masa lalunya."
Kucerna kalimat Kiky baik-baik, aku memang tahu semuanya dimasa depan, aku yang pengangguran, Bastian yang bertengkar dengan Kiky karena ia ditikung, sampai tak saling sapa bertahun tahun, dan (Namakamu) yang tak bahagia menikah denganku, haruskah kuubah masa depan?
***
Ketika bel pulang berbunyi, aku langsung melesat ke parkiran dengan niat ingin mengurung dikamar dan memecahkan persoalan-persoalan ini, Bastian dan Kiky bergantian memanggil ingin mengajak bermain tapi kuabaikan.
Aku langsung menyalakan motorku dan melesat keluar dari area sekolah, pikiranku kemana-mana, aku terjebak disini dan tak tahu apa yang akan terjadi, kemungkinan-kemungkinan muncul menyerbu pikiranku, dan aku menjadi takut akan hal yang masih belum bisa dipastikan.
Disaat kekalutan dan ketakutanku, aku melihat pantulan seseorang di spion motorku, seorang perempuan cantik yang rambutnya sebahu diurai tertiup angin sore, dia menepis rambutnya yang menutupi wajah, kuperhatikan wajahnya dari sini, wajahnya masih sama, membuat candu.
Tin... Tin...
Suara klakson memenuhi telingaku, dan baru kusadari motorku bergerak oleng dan hampir menabrak pengendara lain dari arah berlawanan.
"Woi, nyetir pake mata woi!"
***
Nyetir kok pake mata -.-
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
FanfictionSequel of BEGO Iqbaal diberi kesempatan untuk memperbaiki masa depannya yang berantakan, dia kembali ke masa SMA awal pertemuan dirinya dan (Namakamu), namun semakin ke sini, Iqbaal merasa kalut dirundung pertanyaan 'Apakah kembalinya ia karena peny...