01

1K 99 2
                                    

1. Kekeliruan

***

Setelah memandikan Genta aku membawanya ke taman bermain dekat komplek, Genta sudah bisa berjalan sehingga aku tak perlu menggendongnya, tapi tetep saja aku harus mengawasinya extra apalagi langkah kakinya yang seperti orang mabuk ketika berjalan—sempoyongan.

"Pa... Ndong."

Aku melirik sekitar, tidak ada odong-odong disini, lalu kenapa Genta minta naik odong-odong. Kutatap lagi wajahnya yang putih oleh bedak bayi yang kutabur hati-hati, malah berantakan sekarang, mulutnya dan hidungnya hilang— eh bedaknya maksudnya, hilang karena dia makan krupuk tadi.

"Odong-odong?" Tanyaku.

Genta melepaskan tangannya dari genggamanku, lalu merentangkan tangannya keatas, "Ndong."

Oh gendong, kukira odong-odong. aku berjongkok didepannya, "Anak ayah mau gendong?" Tanyaku padanya.

Sekedar informasi, aku sering mengajarinya memanggilku ayah, tapi entah kenapa dia selalu memanggilku papa, mungkin kata papa lebih gampang diucap dari pada ayah, tapi siapa yang mengajarinya memanggilku papa? (Namakamu) mungkin.

Kurangkul Genta membawanya dalam gendongku, dan baru kusadari ibu-ibu memerhatikan kami.

"Anaknya lucu," katanya sambil mentoel-toel piping gembul Genta, Aku hanya tersenyum, tak lama dua ibu itu memerhatikan penampilanku.

"Masih muda, kenapa ngurus anak? Istrinya mana?"

Eh? Apa kenapa dia bertanya seperti itu padaku, ini kan urusanku.

"Sekarang kan dunia terbalik, istri yang bekerja, suami yang jadi ayah rumah tangga," timpal ibu satunya diselingi tertawa, dasar emak-emak, hobinya ngurusin hidup orang.

Aku pura-pura tak mendengar, langsung berbalik.

"Semoga anakku punya suami yang bertanya jawab, punya pekerjaan, Dan kebahagiannya dijamin."

"Iya bu, Amin, semoga anakku juga, ganteng ga penting buk, sekarang yang penting punya pekerjaan bagus."

Samar-samar aku mendengar percakapan itu, percakapan yang menyindir diriku dan menyentil perasaanku. aku yang pengangguran dan tidak bisa membahagiakan (Namakamu).

Apakah (Namakamu) bahagia denganku? Entahlah. Sepertinya tidak.

***

Genta sedang tidur siang sehingga aku bisa bersantai, aku menyalakan televisi diruang tengah.

'BTS akan menggelar konser di Jakarta tanggal 18 Maret 2024'

Kupandangi layar televisi, demam Korea tidak cepat usai, malah semakin meradang.

"Jadi jangan lupa buat pemirsa Army— fansnya BTS dateng ke konsernya ya, mumpung ke Indonesia."

"Iya sayang banget kalau gak dateng, dua hari lagi konsernya, jangan lupa Army!"

Aku mendengar si pembawa acara berujar, sekarang tanggal berapa ya? Kalau dua hari lagi tanggal 18 berarti hari ini tanggal 16. Astaga! Tanggal 16 Maret (Namakamu) ulang tahun, hampir saja aku lupa.

Aku berpikir keras— akan mengadiahi apa untuk (Namakamu) lalu kutatap sandal rumah milik (Namakamu).Ah, ketemu— (Namakamu) sering memasang koyo ditumit karena sepatu pantofel miliknya tidak nyaman, kadang kudapati jari-jari kakinya memerah.

Aku melangkah ke kamar, memeriksa dompetku dan ternyata hanya sisa 70 ribu, cukup tidak ya? kugendong Genta yang tidur dengan gendongan, dia tidak bangun tetep tidur nyenyak.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang