5. Yang Jauh, yang Baik
***
Kemarin setelah memikirkan semuanya pelan-pelan, aku sudah memutuskan apa yang akan kupercayai; aku kembali ke masa lalu.
Lalu apa yang akan aku lakukan? Tentu saja aku akan memperbaiki apa yang buruk dimasa depan, aku yakin ada alasan mengapa aku kembali ke masalalu, dan alasannya adalah karena aku menderita di masa depan, jadi aku diberi kesempatan untuk memperbaiki semua, semacam kesempatan keduda, eh kedua, tapi aku kan memang duda, jadi mau kesempatan keduda atau kedua sama saja.
"Kamu masak baal? Tumben banget?"
Aku menoleh mendapati teh Ody yang membawa gelas yang kuyakini berisi susu. Akhir-akhir ini aku sering menempel dengan teteh, aku rindu padanya.
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan teteh lalu melanjutkan menumis kangkung, gini-gini aku juga pernah jadi bapak rumah tangga. Kulihat Teh Ody menyendok kan gula kedalam susunya.
"Eh, teh," panggilku ketika merasa gula yang teteh taruh kebanyakan
"Hm?"
"Jangan banyak-banyak gula, nanti teteh diabetes," ucapku khawatir, karena di masa depan tetehku meninggal karena diabetes, ku ambil setoples gula itu dan menjauhkannya dari teteh.
"Ih apaan sih Baal, sini-in gulanya, ini kurang manis," ucap teteh agak sebal.
Aku menggeleng, dan berniat akan menyembunyikan gula ini ditempat dimana teteh tak akan menemukannya. "Udah teh jangan manis-manis, teteh kan udah manis," Godaku.
Teteh tampak kesal dia melirikku sini sebelum mengambil secangkir susunya yang katanya kurang manis, biarlah teteh kesal padaku hari ini, daripada aku harus kehilangan kakakku dua kali.
"Iqbaal kamu ngapain?"
Aku menoleh melihat bunda yang membawa keranjang belanjaannya, aku yakin dia datang dari pasar.
"Masak Bun," kataku.
Bunda menantapku heran, memang sih dulu aku gak bisa masak, bisanya masak mie itupun kadang terlalu lembek karena terlalu lama direbus.
"Eh, gak usah deh, bunda aja yang masak, kamu siap-siap kesekolah," ucap bunda, aku tahu dan khawatir akan rasa masakanku.
"Iqbaal bisa masak kok Bun, tenang aja," jawabku meyakinkan, aku memasukan kangkung kedalam wajan.
Bunda menatapku penuh arti, dan kupikir ia sedikit yakin aku bisa memasak, "Yaudah, bunda siap-siap buka toko dulu," katanya lalu lenyap masuk kedalam toko bunga.
Bunda dan teh Ody menatapku dan makanan yang berjejer dimeja secara bergantian, raut heran terpanjang diwajah mereka.
"Kamu cobain teh," bunda berucap pada teteh.
Tetehku langsung menggeleng, aku tebak teteh masih tidak yakin dengan rasa masakanku.
"Ayo cobain, ini enak kok, " pintaku kemudian menyodorkan potongan ayam goreng yang kutusuk garpu kepada bunda.
Bunda membuka mulutnya terpaksa, kemudian wajahnya jadi berubah semringah.
"Gimana?" Tanyaku.
Bunda menelan kunyahan terakhirnya, "Enak baal, kenapa kamu bisa masak makanan seenak ini?"
Aku tersenyum senang, begitu teteh mendengar ucapan bunda dia langsung menyendok makanan kedalam mulutnya, kemudian berkata setuju dengan ucapan bunda. Ah. Senangnya mereka makan masakanku, apa aku harus buka depot ya? Kan lumayan tuh.
***
Pagi ini aku sudah tahu apa yang akan terjadi, sambil membawa bunga buket pesanan Bastian aku menuju belakang sekolah, eh sekolah bagian belakang, sama gak sih?
Aku melihat pohon besar yang berbunga warna kuning, seseorang berbicara dibalik pohon itu, aku tahu siapa, (Namakamu) seperti hari itu.
Aku harus mengubah ini, (Namakamu) dan aku tidak boleh bersama, dia tidak akan bahagia denganku, dan aku hanya akan merusak masa depannya.
Tak kupanggil dia, hendak pergi tapi suaranya langsung menghentikan langkahku.
"Ahjussi?"
Yah, gagal kabur, aku menoleh, melihatnya terlihat sedikit kaget melihat wajahku, dan aku sedikit tertegun menikmati lagi kecantikannya juga senyumannya.
Dia mendekatiku kemudian menjulurkan tangan kanannya, melihat bunga digengamanku, aku tahu maksudnya. Aku langsung menyembunyikannya dibalik punggungku
Dia mengernyit, "Bungaku kan? Mana!"
Aku menggeleng cepat, "Bukan bungamu, ini punya Bastian."
"Oh, tapi kamu goblin kan?" Tanyanya penasaran.
Dan inilah saatnya untuk menjelaskan, agar tidak terjadi kesalahpahaman seperti dimasa lalu.
"Denger ya, (Namakamu), aku..." Aku melarat ucapanku, "Gue bukan orang yang..." Aku memperbaiki kalimatku, ketika menyebutkan orang, kan goblin itu bukan orang, "Hantu yang..." Dia mengernyit, mendengar penjelasanku yang aneh, akupun bingung dengan pemilihan kata-kataku. "Pokoknya, gue bukan goblin," jelasku.
"Jinja*?"
*Benarkah
Aku tidak mengerti bahasanya, tapi dari raut wajahnya seolah dia menyalakan, apa iya? jadi aku balas anggukan saja.
"Oke, mian**"
**Maaf
(Namakamu) berbalik, dengan wajah datar, tidakkah dia malu aku berkata seperti itu? Jika aku jadi dia aku malu pasti, kenapa malu? Karena dia kecele. Ah, bodohlah, toh (Namakamu) dari dulu memang galak dan susah didekati, kalau bukan karena aku ngaku-ngaku jadi goblin.
***
"Nih bunga lo," ucapku pada Bastian yang menungguku diambang pintu kelas.
"Kok lo—"
"Gue udah nunggu lo di belakang, tapi lo gak ada," ucapku karena memang benar, hampir bel masuk, Bastian tak kunjung datang.
"Kok lo kasih gue?" Tanya Bastian membuatku bingung.
"Lha? Lo kan yang pesen, atau gue kasih Bella aja?" Tanyaku, bunganya masih ditanganku.
Bastian menggeleng cepat, "Harusnya kan lo kasih (Namakamu)."
Aku melotot kemudian mengernyit, apa Bastian dekat dengan (Namakamu) sampai aku harus memberikan bunga ini pada (Namakamu), tapi bagaimana mungkin? Bastian kan saat itu sedang pacaran dengan Bella. Jangan-jangan (Namakamu) itu selingkuhannya Bastian. Jangan-jangan alasan Bastian meracuni Genta, karena dia gak suka dengan anakku. Wah, Bastian...
***
Apa iya (Namakamu) selingkuhannya Bastian?

KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
FanfictionSequel of BEGO Iqbaal diberi kesempatan untuk memperbaiki masa depannya yang berantakan, dia kembali ke masa SMA awal pertemuan dirinya dan (Namakamu), namun semakin ke sini, Iqbaal merasa kalut dirundung pertanyaan 'Apakah kembalinya ia karena peny...