16

632 75 3
                                    

Sudut pandang : Bastian

16. Hadapi jangan lari

***

Ketika bangun dipagi hari dan mendapati diriku di masa yang berbeda, aku kaget tentu saja. Aku bingung, tapi sudut hatiku bersyukur karena aku bisa menghilang atas tanggung jawabku dimasa depan, aku tidak langsung menyimpulkan aku kembali ke masa lalu, sebelum kusadari bahwa Iqbaal merubah sesuatu di masa ini, dia menjauhi (Namakamu), dan dari situ aku tahu bahwa Iqbaal juga kembali kemasa ini.

Bukan hanya Iqbaal, tapi (Namakamu) juga, kuamati dia beberapa waktu, kadang dia menatapku tajam penuh kebencian, lalu kejadian dia yang berkelahi dengan temen sekelasnya tidak terjadi di masa ini, aku rasa dia benar-benar merubahnya.

Mereka sibuk merubah masa depan, sementara aku sibuk lari dari masa depan. Itulah alasan mengapa aku sering mengabaikan Iqbaal ketika ia berbicara tentang timeslip ini, jujur bagiku ini juga membingungkan.

Sungguh aku tak sengaja memberikan cokelat kadaluarsa itu pada Genta, aku hanya tak tahu akan memberikannya apa agar dia duduk manis tanpa menggangguku yang mengerjakan skripsi. cokelat itu sekitar seminggu yang lalu dengan harga diskon, beli 1 gratis 1, tapi aku tidak tahu jika cokelat itu melebihi tanggal kadaluarsanya, jadi aku memberikan cokelat itu pada Genta, tanpa tahu resikonya.

Tapi aku sadar, sejauh aku pergi, masalah itu tak akan selesai, hatiku tak akan tentram. Untuk kalian aku sarankan, setiap masalah apapun, hadapi, jangan lari.

Aku merasa aneh juga awalnya, ketika mengetahui (Namakamu) kembali kemasa lalu tanpa memberitahu kami, terutama Iqbaal, harusnya kami bersatu untuk menemukan cara kembali kemasa depan, kemasa kita yang seharusnya, tapi sepertinya (Namakamu) menikmati perjalanan waktu ini, buktinya dia malah berpacaran dengan Aldi, tanpa memikirkan anaknya, padahal malam itu dia meraung tak ingin kehilangan Genta.

Berkat perjalan waktu atau Timeslip ini aku kembali dekat dengan Bella, meski pada akhirnya aku harus mengakhiri hubungan kami, daripada aku mengulang kejadian sama, kemudian merasakan sakit hati yang sama, mending kusudahi lebih awal.

"Woi ditanya juga!"

Aku menoleh, sadar dari lamunanku, aku bahkan tidak mendengar Kiky berkata apa.

"Lo ngomong apa barusan?"

"Yaampun, lo kayak dengerin gue? Lo kenapa digebukin sama iqbaal?"

Oh itu, aku tidak mungkin menjawabnya dengan jujur, percuma dia tak akan percaya, "Iqbaal emosi gue bilang gue juga suka (Namakamu)," ucapku asal, memang pernah sih dulu aku menyukai (Namakamu), tapi dulu sebelum aku mengenal Bella.

"Lo suka sama dia lagi?" Tanya Kiky kaget.

"Iya dikit doang," Ucapku asal, padahal sedikitpun aku sudah tak menyukai (Namakamu).

"Yah gila aja si Iqbaal tuh, masa nyosor pacar orang sembarangan," Kiky menggerutu tapi tetap fokus di bangku kemudi.

Aku hanya tersenyum singkat, daripada Aldi yang hanya pacar (Namakamu), Iqbaal lebih berhak karena ia suami (Namakamu), tapi tetap saja, aku merasa tidak suka dengan (Namakamu) yang masih berpura-pura tidak tahu, memangnya sampai kapan dia akan berpura-pura seperti itu? Sebenarnya apa yang ingin dia ubah? Ah, barangkali dia mau merubah hidupnya yang berantakan setelah menikah dengan Iqbaal.

Menurutku, harusnya (Namakamu) sebagai istri bisa tegas sedikit lah pada Iqbaal, agar Iqbaal saja yang bekerja, jangan dia, toh mereka sama-sama cuma lulusan SMA, kuliah tapi berhenti. Lelaki kalau udah dimanjain buat gak cari kerja, terus-terusan bakalan males kerja.

Aku tak menyalahkan Iqbaal sepenuhnya sih, atau (Namakamu) juga, hanya saja menurutku, mereka kurang terbuka satu sama lain, bukankah keterbukaan itu juga penting dalam hubungan? katakanlah saja jika (Namakamu) tidak suka sikap Iqbaal yang tidak berkerja keras, harusnya dia bilang bukan diam,diamnya ia hanya menumpuk rasa kesal dalam hati, yang sewaktu-waktu meledak seperti malam itu, di rumah sakit.

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang