Prolog
Jakarta, 2024
Plak... Plak... Plak...
Ada yang menepuk pelan wajahku dengan jeda yang agak lama, mataku enggan terbuka, masih ingin menyelami alam mimpi sekali lagi.
"Pa..."
Air jatuh kewajahku, hanya sedikit, aku mengambil bantal yang aku pakai lalu menghapus air itu dari wajahku, tanpa membuka mata.
"Lima menit lagi ya," kataku memohon, kemudian mengubah posisi menghadap ke samping.
Dugh
"Awhh," Aku mengaduh, sambil memegangi dahi yang terkena sesuatu, perlahan aku membuka, yang kulihat seorang wanita dengan pakaian rapi menatapku tajam, satu tangannya memegang mangkuk plastik kecil warna biru.
"Bangun!" Katanya kasar, sebelum mengambil sendok plastik yang tadi ia lemparkan padaku.
Aku menghela napas panjang, seorang bocah menatapku tertawa dengan air liur disekitar mulutnya, kemudian disumpali sesendok nasi lagi oleh ibunya.
Aku masih tak menyangka waktu cepat berlalu, dan sekarang aku menjadi seorang suami dan ayah, padahal rasanya baru kemarin aku mendekati perempuan yang sekarang menjadi istriku.
"Yeobo*, aku mau berangkat udah hampir telat, kamu lanjut nyuapin ya, sama jangan lupa Genta dimandiin ya."
*Sayang
Aku masih diam, mencoba mencerna kalimat panjang yang istriku sampaikan, tidak ada cium tangan? tidak ada salam? Bahkan istriku memanggilku dengan nama tanpa embel-embel sayang. Ah, semua sudah berubah, apalagi ketika istriku mendapat pekerjaan, sementara aku, kesana kemari membawa alamat— eh kesana kemari membawa map berisi lamaran pekerjaan, aku pengacara— pengangguran banyak acara. Acara apa? acara mengurus anak! Ah, andai saja dulu...
"Pa... Aaaa."
Aku menoleh melihat anakku satu-satunya, membuka mulutnya lebar-lebar, menampakan gigi-gigi susunya yang kecil-kecil, dia meminta disuapi, aku langsung menyambar mangkuk biru yang tadi istriku taruh di balas samping ranjang. Kemudian turun dari ranjang, dan menyuapi anakku.
Namaku Iqbaal, 23 tahun, beristri tapi masih ganteng, pekerjaan mengurus anak sepanjang waktu, anakku Genta Ardy, ganteng pool mirip ayahnya, masih dua tahun, tapi bisa naik motor, yaiyalah— naik doang kagak nyetir, rencananya Genta akan aku sekolahkan setinggi-tingginya, biar gak jadi pengangguran seperti ayahnya, dan akan jadi orang sukses dunia akhirat, kalau bisa Genta akan jadi presiden 2024— amin
Pret
Astaga, hidungku mendeteksi bau tak sedap, aku langsung menutup hidungku yang mancung ini dengan tangan,lalu kulihat Genta memandangku dengan ekspresi ingin mengeluarkan sesuatu, yaampun rasanya Genta baru saja mengejekku, mengejek pemikiranku yang menginginkannya menjadi presiden, abaikan soal ejek- mengejek, aku harus segera membawa Genta ke kamar mandi.
Ngomong-ngomong aku belum bercerita tentang istriku.
Istriku (Namakamu), perempuan penyuka drama korea yang pernah kubohongi, kami menikah ketika masih sama-sama kuliah, tadinya semua baik-baik saja dengan status kami yang mahasiswa tapi sudah menikah, sampai (Namakamu) hamil dan memutuskan berhenti kuliah, aku yang merasa tidak adil jika (Namakamu) harus menyerah pada masa depannya juga memutuskan berhenti kuliah, akhirnya kami memutuskan sama-sama berhenti kuliah. Aku sempat bekerja beberapa kali, seperti menjadi driver ojek online, penjaga minimarket, sampai satpam, dan berakhir menjaga anakku, (Namakamu) yang bisa berbahasa Korea bekerja menjadi penerjemah di salah satu kantor penerbitan, dia menerjemahkan buku terjemahan korea, dia juga kadang menjadi tour guide di Jakarta.
Sebelum kalian membaca kisahku, Aku sarankan membaca kisahku bagian pertama judulnya Bego, kisahnya ketika awal-awal aku mendekati (Namakamu). Dan sempat aku sesali menikah disaat aku belum mapan.
***
Sebelum kalian bingung kenapa sequelnya ganti? Emang bingung ya-.- setelah aku baca ulang Bego, Ada beberapa hal yang gak nyambung di sekuel pertama yakni Abdi, contohnya (Namakamu) yang agak cerewet jadi pendiam di cerita Abdi, jadi aku memutuskan buat nulis ulang dengan plot baru. Thanks for reading ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME
FanfictionSequel of BEGO Iqbaal diberi kesempatan untuk memperbaiki masa depannya yang berantakan, dia kembali ke masa SMA awal pertemuan dirinya dan (Namakamu), namun semakin ke sini, Iqbaal merasa kalut dirundung pertanyaan 'Apakah kembalinya ia karena peny...