09

454 77 1
                                    

9. Si bule, Mika

***

Bastian tidak kalah bingung, tapi dia dengan wajah sok pintarnya berkata; "Sama kayak yang gue bilang, kita kembali kesini karena apa yang kita selali," ucapnya mengulang lagi kata-katanya malam itu.

"Gue, gue nyesel terlalu sayang sama Bella, makanya gue ubah malam itu, dan misi penyelesalan pertama selesai," dia melanjutkan.

Aku menggeleng, tidak merasa begitu, dari semua orang yang menyesali perbuatannya, kenapa harus aku dan Bastian yang terseret ke masa lalu?

"Dan sekarang kita ke penyesalan yang kedua, gue, karena kuliah gue yang asal-asalan, lo..." Dia menunjukku, "Karena tindakan lo yang menikah muda."

Memang apa yang dijelaskan Bastian tampak masuk akal, tapi bagiku ada beberapa hal yang patut dipertanyakan, aku kembali ke masa SMA, dan harus meninggalkan (Namakamu), padahal aku sama sekali tidak menyesal mengenalinya.

"Gue gak nyesel kenal sama (Namakamu), deket sama (Namakamu), kenapa gue harus kembali ke masa SMA gue?" Tanyaku.

Bastian melebarkan jarak diantara kedua tangannya, menjelaskan, "Jelas banget Iqbaal, karena lo menyesal menikah muda sama (Namakamu), makanya lo dibawa ke SMA agar lo gak dekat sama dia, karena awal pertemuan kalian di SMA!"

"Jadi intinya, penyesalan gue itu (Namakamu)?"

Bastian mengangguk, "Yang penting itu kita bisa berubah masa depan kan?" Ucap Bastian.

Ya benar, aku memang bisa mengubahnya, teteh tidak meninggal, tadi pagi dia menghilang karena lari pagi sekitar komplek, dan bunda tidak menangis, dia sedang mengiris bawang, dan aromanya membuat matanya perih.

"Udah ah baal, lo ngomong masa depan mulu, capek gue," ucapnya kemudian keluar dari gedung fakultas.

Maksudku kan, bagaimana jika aku dan dia bangun disuatu pagi tiba-tiba berada di masa kecil? atau di masa tua, tapi masih mending sih, tapi kalau bangun-bangun tiba-tiba udah jadi bayi, gimana? Kan aku jadi gak bisa godain (Namakamu)

Semua ini harus dicari penyebabnya.

Aku membuntutinya, kembali berusaha menyangkal apa yang Bastian percayai, lalu dengan wajah masa bodonya, dia menyenggolku, telunjuknya menunjuk cewek berambut hitam agak pirang yang berjalan dijalan depan fakultas ekonomi melewati kami, "Nah masa depan lo tuh, bule, lumayan ntar anak lo bule juga," ucapnya setelah itu mendorongku sampai menabrak cewek bule itu.

Cewek itu sedikit kaget, "Sorry, Miss," ucapku

Dia tersenyum, senyumnya tak kalah dengan senyum (Namakamu), pipinya yang putih memerah mungkin karena cuaca di sini berbeda dengan dinegaranya, "Gak apa-apa kok," ucapnya kaku, hampir saja aku menertawakan logatnya yang begitu, tapi tidak terjadi karena dia tersenyum manis. Ah, kalah sudah aku jika berhadapan dengan yang manis-manis.

"I'm Iqbaal," ucapku sambil mengulurkan tangan.

Dia menjabat tanganku, "Aku Mika," ucapnya, malah menggunakan bahasa Indonesia, aku tak tahu mengapa.

"Kamu kuliah disini?" Tanyaku.

Dia mengangguk, "Aku berkuliah di sastra Indonesia," bahasanya terlalu baku, dan logatnya kaku, tapi aku abaikan saja, selama dia cantik, hehe. Dia menunjuk gedung yang ada disebelah gedung fakultas ekonomi, kalau tidak salah itu fakultas ilmu budaya, fakultasnya (Namakamu), eh berarti cewek ini satu fakultas dengan (Namakamu) dong?

"Oh, aku mahasiswa kedokteran," ucapku, entah dia percaya atau tidak.

"Aku ada kelas," ucapnya masih disertai senyuman.

Aku mengangguk, "Eh Yaudah sana, nice to meet you."

Dia balas tersenyum, "Senang ketemu kamu juga," dia keukeh menggunakan bahasa Indonesia, mungkin karena dia belajar sastra Indonesia, jadi dia berusaha terbiasa dengan menggunakan bahasa Indonesia dan meninggalkan bahasanya sendiri.

Setelah punggung Mika lenyap dibelokan masuk gedung fakultasnya, aku menoleh, tapi sudah tak mendapati Bastian, sial. Dia kabur, ah, sial. Aku sudah jauh-jauh kemari.

***

Mumpung diujung universitas, aku mampir ke fakultas (Namakamu), toh aku sudah tidak ada kelas, aku dulu cukup sering kemari, bangunannya masih sama saja, fakultas ini dominan dengan pohon rindangnya, beda dengan fakultasku yang dominan gedung-gedung berlantai tinggi.

Tiba diruang lobby, ternyata aku bertemu (Namakamu) yang berdiri didepan mading, kusapa dia "Hai."

Dia menoleh, "Tayo," ucapku, hanya bercanda, candaan yang ngetrend tahun 2018.

Dia menatapku datar, "Ngapain disini?" Tanyanya.

"Oh gaada, kebetulan lewat," jawabku asal.

"Kebetulan gimana, fakultas lo tuh dujung kanan, fakultas gue ujung kiri, gak ada jalurnya."

"Yah nanti gue bikin, eh (Namakamu)," panggilku, dia menoleh ke arahku, lalu aku menunjuk cewek bule yang tadi aku temui.

"Kenalin gue ke dia dong," ucapku sambil tertawa bahagia.

(Namakamu) menatapku datar lagi, "Gue gak kenal," katanya.

"Ya, kenalan dong, nanti kalau udah kenal, kenalin gue sama dia, katanya anak sastra indonesia, namanya Mika."

"Nah tuh kenal."

"Ya kasih nomer hapenya kek, yah bantuin yah," pintaku.

(Namakamu) memutar bola matanya, "Usaha sendiri lah, ogah gue bantuin lo!"

"Lo cemburu ya?" Tanyaku berusaha menggodanya, melihat pipinya mengembung ke sukaanku.

Dia memandangku tajam, "Cemburu? Ngapain cemburu gue udah punya Aldi," jawabanya.

Aku mengangguk, "Yah, ya, lo punya Aldi, dan cewek itu punya gue," ucapku kemudian melangkah lagi hendak menghampiri Mika, tapi aku ingat sesuatu yang harus aku tanyakan padanya.

Aku berjalan mundur, sampa badanku sejajar dengannya, dia menatapku sambil menaikkan alisnya, "Wae?*"

*Kenapa?

Aku ingat sesuatu, tadi difakultasku, jaket yang Aldi pakai sangat mirip dengan jaketku yang aku pinjamkan pada (Namakamu) saat itu, jaket jeans navyku. "Jaket gue mana?"

(Namakamu) berpikir sejenak, "Ada, dirumah."

"Gak lo kasih Aldi kan?" Tanyaku memastikan ekspresi wajahnya.

"Dih mana mungkin gue ngasih pacar gue barang bekas," jawabnya.

Aku meringis, "Meskipun barang bekas, itu bekasnya orang ganteng," jawabku pede.

Dia mencebikan bibirnya, kebiasaan.

"Pokoknya anterin jaketnya ke gue besok!"

"Lo aja yang ngambil."

Aku menggeleng, "Lo kan yang pinjem."

"Lo kan yang minjemin."

Ah iya juga ya, "Pokoknya anterin ya, awas lo gak dianterin!" Ucapku, itu hanya alibiku agar aku tetap bertemu dengannya, selalu ada sesuatu dalam diriku yang ingin mendekat padanya.

***

Gitu dong man teman, vote dan komen kayak part sebelumnya, kan aku jadi semangat❤ bonus nih karena komennya banyak, jadi nextnya cepat❤❤❤

TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang