(X POV)
"Hyung. Aku sudah sampai. Hyung dimana? Hah? Pulang? Bukannya hyung bilang mau jenguk jam 4? Aku salah dengar? Seharusnya jenguk kalau sempat. Ya ampun hyung" kataku memegangi leher begitu mendengar suara Shownu hyung.
"Arraseo. Jangan lupa untuk menjemputku nanti. Gumawo. Saranghae" kataku menutup telphon. Kemudian, aku bertanya kepada salah satu petugas rumah sakit yang duduk dihadapan komputer.
"Aku ingin menjenguk pasien atas nama Ruth Annastasia White" kataku.
"Tidak ada nama itu tuan. Benarkah nama yang anda sebut tadi?" tanyanya menatapku.
"Ah. Mungkin ia memakai nama Koreanya. Hwang Ahn Na" kataku lagi.
"Pasien VIP. Ada di lt 4 ruangan A no 2" tunjuknya kemudian.
"Terima kasih" aku tersenyum, ku tekan tombol lift yang kebetulan akan naik agar tak tertutup.Ketika aku memasuki ruangannya, aku tak dapat menemukan apapun. Ranjangnya kosong. Aku meletakkan bunga dalam vas yang ku ambil dari dalam laci. Ada kotak cake terbuka, tampaknya ia baru saja makan makanan favoritnya. Ku ambil pisau dari laci yang sama untuk memotong buah dan meletakkannya diatas piring saji. Tampaknya ia sedang mandi, terdengar suara keran dan shower secara bersamaan. Sesekali aku tertawa, jelas sekali ia tengah menyanyikan lagu Thank You, Next milik Ariana Grande dengan segenap jiwanya.
Setelah membuang kulit apel ke tong sampah, aku duduk disofa sambil menyelonjorkan kaki sembari memakan apel yang tadi aku potong. Kau pikir aku memotongnya untuk Anna? Apel akan menjadi kehitaman jika terlalu lama diruangan terbuka. Kau tahu kan? Apa? Kau tidak belajar fisika? Kimia? Yasudalah.
"Maaf. Bisakah kau ambilkan handuk untukku?" teriak Anna dari dalam. Apa dia tahu kalau aku datang?
"Perawat Yoon?" tanyanya lagi, jadi dia kira perawatnya masih disini. Kemudian aku menemukan tumpukan handuk bersih di meja sebelah kanan. Lalu aku mengetuk pintunya, ketika tangannya terulur aku menyerahkan handuk itu padanya.
"Eh. Bisakah kau ambil pakaian dalamku juga? Aku lupa membawanya ke dalam. Aku sudah menyiapkannya diatas tempat tidur" balasnya lagi, aku segera menuju ke tempat yang ia tunjuk. Stelan brukat berwarna krem itu membuatku terpana. Bahkan dirumah sakit saja ia sangat peduli dengan fashion.
"Ini" kataku mengulurkan barang yang ia pinta.
"Terima kasih. Eh. Kenapa suara laki - laki?" tanyanya membuatku mengunyah apel dengan penuh tawa.
Lalu ia keluar hanya dengan menggunakan handuk, menyipitkan kedua matanya dan mata kami melakukan kontak.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya mendekati tempat tidurnya seakan ingin mengambil pistol dari balik bantalnya.
"Tentu saja menjengukmu. Dasar bodoh. Cepat pakai bajumu" kataku mengangkat daguku menunjuk ke stelan rumah sakit miliknya.
"Baiklah. Tunggu sebentar" balasnya kembali masuk ke kamar mandi.Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap. Rambutnya basah, ia mengeringkan rambutnya secara kasar. Aku meletakkan piring kosong untuk mengambil alih handuknya. Aku mengeringkan rambutnya sambil berdiri sementara ia duduk di tempat tidur. Ku ambil hair dryer untuk mengeringkan rambutnya lebih cepat. Lalu ia menyisir rambutnya sendiri setelah kering.
"Thank you" katanya memandangiku.
"Sama - sama" entah kenapa aku mencium keningnya setelah mengucapkan kata - kata itu. Ia tidak protes, hanya tersenyum."Kau main cium cium begitu memangnya pacarmu tidak marah?" ia meminum air mineral yang sudah disiapkan dalam kemasan yang diletakan berderet dimeja yang ada di samping kirinya.
"Aku tidak punya pacar" jawabku mematikan hair dryer.
"Liar" lanjutnya mengunyah cheese cake blueberry.
"The one who said it first is the one who express their feeling. Jadi kau yang bohong" kataku duduk disampingnya.
"Aku tidak punya waktu untuk main - main" jawabnya menyuapiku dengan paksa.
"Aku punya banyak waktu untuk main - main. Tapi, aku berusaha untuk tidak membuat skandal" kataku menatapnya yang tampak cantik sekali setelah mandi.
"Player" balasnya mengejek.
"Terserah kau saja. Mmm" kataku ragu.
"Oh come on? Spill it, man" balasnya memegangi pipiku dengan jemarinya yang dingin.
"Bolehkah aku memelukmu?" kataku dijawab dengan tawanya yang sangat renyah.
"Sejak kapan kau harus minta izin untuk memeluk orang yang kau sayang? Jangan - jangan kau tidak menyayangiku ya makanya kau minta izin? Hmm" ia menyipitkan kedua matanya dengan ekspresi curiga.
"Shut up!" Kataku segera memeluknya, aku mengecup telinganya lalu lehernya. Kemudian aku kembali memeluknya dengan erat.
"Hey. Aku dengar pasangan selanjutnya yang diprediksi akan dibongkar oleh dispatch itu salah satunya kau" katanya membuatku mendadak bad mood.
"Kau percaya omong kosong seperti itu?" Kataku cemberut.
"Kalau dispatch yang mengungkap itu bukan omong kosong lagi" balasnya mengusap rambutku.
"Dia itu hanya hoobae. Yah kuakui ia memang cantik. But, it's not gonna work" kataku memegangi tangannya, lalu mengecupnya. Interaksi kami sudah seperti orang yang sedang jatuh cinta saja. Tidak, aku memang sedang jatuh cinta untuk kedua kalinya pada orang yang sama. Ia selalu saja memanjakanku dengan sentuhannya. Sama seperti dulu, ia selalu memancarkan aura yang menenangkan. Entah bagaimana bisa aku mendapatkannya kembali. Aku masih terikat kontrak panjang.Aku dapat melihat mata hijaunya yang indah, ia mendapat mata ayahnya saat lahir. Ayahnya berasal dari Colombia sementara ibunya berasal dari Seoul. Tak hanya keluarga kami yang pindah beberapa tahun yang lalu. Begitu juga dengan keluarga Anna. Ayah Anna dan ayahku adalah partner kerja.
Ayahku sangat menyukai Anna karena ia tumbuh dengan sangat cantik dan genius. Ia bilang kelak aku harus mendapatkan Anna sebagai menantu dan aku menyanggupinya. Saat pelayanan gereja kami diberikan sepasang cincin layaknya pasangan yang akan menikah. Jelas - jelas itu hanya pernikahan yang tidak resmi. Tapi, kami menyukainya. Bahkan menurut kami itu sah karena dilakukan digereja, pastur dan saksi yaitu orang tua kami. Ciuman pertamaku ada disana.
Kemudian aku memutuskan untuk pergi mengejar mimpiku. Menjadi idol, sayangnya hal itu tidak berjalan mulus. Agensiku tidak mampu untuk mendebutkan grupku sampai aku harus ikut acara survival. Saat itu aku menerima banyak cacian, mereka bilang aku tak pantas berada dipanggung itu. Mengambil spotlight orang lain yang lebih berhak. Bahkan dulu hyung - hyungku tak mau sedekat ini denganku. Mereka sempat membenciku. Aku tidak benci, aku tidak marah. Bagaimanapun hal itulah yang harus aku lakukan demi debut.
Pertama kali aku muncul, rasanya aku ingin mati saja. Tapi, Anna muncul sebagai asisten Make Up Artist magang yang ditugaskan di show kami. Kami berpura - pura tidak mengenal satu sama lain. Baru ketika aku benar - benar sendiri. Ia menghampiriku, memberiku semangat dan memberiku pelukan. Ia berbisik jika orang tuaku menungguku untuk debut. Andaikan tidak sukses, mereka menungguku dirumah. Para hyung sangat menyukai Anna. Ia supel, ramah dan mampu membuat suasana menjadi hidup.
Akhirnya aku terpilih sebagai line up anggota Monsta X. Aku ingat sekali Anna tersenyum dari balik panggung. Keesokan harinya ia tidak bekerja lagi. Sekarang ia ada dihadapanku.
"Kau melamun" ucapnya memegangi kedua pipiku.
"Hanya mengingat masa lalu" kataku pelan.
"Kau boleh menengok kembali masa lalu untuk mengambil pelajaran. Jika tidak, cukup jalani masa sekarang. Hadapi dan rancanglah masa depanmu" balasnya melingkarkan kedua tangannya dileherku.
"Ingatkan aku jika kau ini lulusan John Hopkins" kataku menyingkirkan poninya kesamping.
"Wae?"
"Karena kata - katamu itu benar - benar seperti psikiater yang mampu menenangkan hati orang lain" kataku lagi.
"Yaaa. Aku memang psikiater sekarang, aku punya sertifikat praktek" balasnya mengacak rambutku. Kami memandang satu sama lain, kemudian aku mulai mendekatkan wajahku. Aku memberanikan diri untuk mengecup bibirnya yang berwarna pink bersemu orange. Tadinya aku kira tangan Anna akan melayang. Tapi, ia malah membalas kecupanku.Mungkin rinduku tak bertepuk sebelah tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
X
FanfictionStylist Noona Monsta X mengajukan cuti. Manager mereka mengumumkan stylist pengganti yang tak lain adalah sahabat karib dari stylist Noona mereka sebelumnya. Tadinya mereka tak begitu tertarik dengan pergantian stylist. Tapi, suatu kalimat yang teru...