Langit (Completed)

18.Menuju ending

Keysha yang menatap mereka berdua dari celah pintu hanya bisa tersenyum, setidaknya perasaan bersalah ini kian berkurang.

"Emang seharusnya gua gak pernah terima Aviv jadi pacar gue. Kalau tau endingnya bakal kaya gini, lebih baik gue gak pernah kenal Aviv dan bikin Langit begini." ujar Keysha didalam hatinya.

Dengan langkah seribu, Keysha pun menjauh dari ruangan Langit.

****

"Kak, Langit mau minta sesuatu sama Kak Aviv, boleh?"

Aviv yang sedang fokus dengan gamenya pun langsung menoleh,

"Mau minta apa?"

Langit tersenyum, senyum yang tak bisa diartikan Aviv, "Langit mau semua orang yang dekat sama Langit, kumpul disini."

Aviv mengernyit sembari meletakkan ponselnya dinakas.

"Mau ngapain?"

Lagi-lagi Langit hanya tersenyum,
"Cuma mau 'See hello' aja,"

Aviv mengangguk 'kan kepalanya tanda ia mengerti, "Oke, gue bakal berusaha agar semuanya akan kumpul disini."

Langit hanya mengangguk lalu kembali terbaring di ranjangnya.

Drtt ... Drtt ...

''Hallo mi?" sapa Aviv setelah mengangkat telpon dari seseorang.

“Kamu lagi dimana bang? Mami nyariin dari tadi,”

"Aviv lagi dirumah sakit, ketemu Langit mi." sahut Aviv.

“Oh, yasudah nanti Mami dan Papi menyusul kesana ya bang, sekalian jenguk Langit.”

"Terserah mami," Aviv pun memutus sambungan telpon-nya sepihak.

"Hari ini benar kan kak, mereka akan kumpul disini?" tanya Langit seraya membalik 'kan tubuhnya agar menghadap Aviv.

"Iya, jadi Lang. Mami Papi juga mau kesini, Boleh ya?"

Langit mengangguk antusias, ia tak sabar ingin berjumpa dengan mereka semua untuk See hello lagi.

****

"Halo Langit, akhirnya bisa berjumpa kembali dengan saya." sapa ramah dokter Vita, ia dan suaminya memang datang untuk menjenguk Langit.

Langit memaksakan senyumannya,
“Jadi ternyata dokter Vita ini orang tuanya kak Aviv? Dan dia berarti anaknya-, ”

Cklek.

Pintu ruangan terbuka, dan menampakan seorang pria paruh baya yang sangat amat Langit kenal.

"Ayah ... " pria tersebut mendelik terkejut, sedangkan dokter Vita? Tentu ia juga sangat terkejut.

"Ya Allah, Langit ... " Kevan benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan dipertemukan dengan putrinya dengan cara seperti ini.

"Tunggu?! jadi kamu anaknya ... " belum selesai dokter Vita berucap, pintu ruangan telah terbuka lagi  menampakan Vina, bunda Langit dan Aviv.

"Mami? Papi? ... " Aviv terkejut kala melihat kedua orang tuanya lebih dulu masuk ke ruangan Langit.

"Mas Kevan?! Ngapain kamu disini! Dan kamu?! ... " Vina menunjuk wajah dokter Vita dengan tatapan tajamnya.

"Keluar dari ruangan anak saya, SEKARANG!" pekik Vina tertahan,

Aviv yang tak mengerti apa-apa pun tak tinggal diam, "Bunda? Ini sebenarnya ada apa sih? Kenapa Mami, Papi Aviv diusir?"

Vina melirik Aviv, "Kamu tanyakan semuanya pada Ayah dan Ibu mu Viv, Bunda hanya ingin kalian keluar dari sini!"

Kevan menyela, ia benar benar tak bisa lagi berjauhan dengan putrinya,
"Tolong jangan pisahkan aku dengan putri ku lagi Vin, aku mohon."

Vita hanya diam, tak mampu berbicara apa-apa lagi. Ia jadi teringat beberapa waktu lalu saat ia memeriksa Langit, gadis itu menatapnya dengan tatapan aneh. Dan ternyata ia sudah menyadari lebih dulu bahwa dulu ia pernah bertemu dengannya. Jadi biarkan dia bahagia dengan ku!" Vina tetap kekeuh dengan pendiriannya, ia benar benar tak rela jika putri semata wayangnya di urus oleh lelaki macam Kevan.

"Tapi Vin, darah yang mengalir ditubuhnya juga ada darah ku! Kamu jangan egois, aku juga orang tuanya."
Cela Kevan tak mau kalah.

"Bun, Ayah, jangan bertengkar. Cukup Langit menderita dengan penyakit ini, jangan buat Langit menderita juga dengan pertengkaran kalian." ucap Langit, yang lebih tepat disebut dengan lirihannya.

"Mungkin ini semua sudah Allah takdirkan di kehidupan kita, Bunda, Ayah, Doktet Vita, kak Aviv. Jadi mari kita selesaikan semuanya dengan baik, tanpa adanya kemarahan ...

... Setidaknya Langit bisa merasakan keluarga yang utuh lagi, meskipun Ayah dan Bunda tidak bisa bersatu. Biarkan semuanya mengalir sebagaimana mestinya." pungkas Langit.

Kevan dan Vina memeluk Langit secara bersamaan, menumpahkan segala kerinduan yang telah terpendam.

Vote and comment.