Part 22

13.8K 1.6K 1K
                                    

Baju, beres. Rapih dan licin. Seongwoo sudah siap buat berangkat ke kampus untuk sidang tugas akhirnya. Anehnya, pagi itu Daniel belum juga menampakkan batang hidungnya ke apartemen Seongwoo untuk menagih sarapan. Mungkin Daniel kesiangan. Atau mungkin olahraga pagi dikamar mandi. Seongwoo lagi nggak sempat memikirkan itu. Ia terhuyung-huyung berlari ke apartemen sebelahnya, membawa sekotak sandwich untuk mereka berdua makan di jalan.

"Daniel, lelet banget sih kayak wifi tetangga—loh, kok masih tidur?" Seongwoo masuk ke kamar pria yang lebih muda, menemukannya terbaring dengan selimut tebal yang menutupi sekujur tubuh. Rambutnya bahkan masih acak-acakkan, wajah dan bibirnya juga tampak pucat pasi.

Pria yang terbaring itu melirik Seongwoo malas, "kamu berangkat sendiri ya, pesen taksi atau naik bus. Aku nggak kuliah dulu hari ini."

Jder! Rasanya petir menyambar-nyambar di otak Seongwoo yang sudah begitu panik akan sidangnya. Selama mereka jadian, baru pertama kali ini Daniel menyerah waktu dimintai antar. Dia mendekati tubuh yang lebih muda untuk mengecek kondisinya, dan dilihat dari suhu tubuhnya sih, Daniel memang sakit sungguhan. Mungkin kalau telur ditaruh ke jidat Daniel, dua puluh satu hari kemudian sudah menetas.

"Niel, gimana dong?" Seru Seongwoo panik, "aku harus ke kampus nih, nggak bisa bolos!"

"Yang minta kamu bolos siapa emang?" Jawab Daniel enteng dengan suara seraknya.

"Kamu kan sakit, ya harus dijagain lah!" Tegas Seongwoo sambil mengusap keringat di anak rambut pria yang lebih muda.

"Nggak usah. Kamu suruh aja Mina kesini. Dia nggak ada kuliah kalau hari Rabu, suruh dia bawa obat demam."

Tanpa menunggu instruksi lanjutan, Seongwoo mengirim pesan pendek kepada orang yang dimaksud. Ia lalu berdiam diri sejenak, duduk bersila di samping ranjang Daniel.

"Udah aku kirim ke Mina. Sandwich jatahmu aku taruh dapur ya? Bukan made in inkigayo kok, nggak ada kepitingnya. Aku lagi nggak mood ngeracunin kamu," katanya. Waktu Seongwoo ingin mendaratkan kecupan ke pipi pria yang setengah tertidur itu, Daniel menghindar dengan sigap.

"Ngapain?"

"Mau nyium."

"Nggak usah! Aku demam. Nanti virusnya lari ke kamu gimana?"

Oh, iya juga sih. Tanpa perlawanan, Seongwoo mengangguk pasrah, "Yaudah, aku berangkat dulu ya."

"Iya, hati-hati. Kalo ada om-om di jalan yang godain kamu langsung semprot aja sama semprotan merica," seru Daniel, "atau semprot sama omonganmu. Pedes juga kan itu!"

"Siap," Pria yang lebih tua bangkit, berjalan cepat menuju pintu kamar, "kamu juga cepet sembuh, aku mau cepet cium."

Pipi Daniel merona, entah karena demam atau perkataan pria yang tengah berdiri di depan pintu itu.

"Iya," jawabnya singkat.

"Tapi bohong, wekk!" Seongwoo pun berlari keluar. Sedang Daniel mengumpat keras sambil melempar gulingnya ke arah pintu.

***

Syukurnya sih, sidang Seongwoo sukses. Walaupun diomelin sedikit akibat penulisan laporan skripsi yang agak nggak rapih, tapi toh dia selamat juga dari amukan. Muehehe, akhirnya lulus juga. Sayangnya, dia harus skip dari acara makan-makan yang diadakan oleh teman-teman satu labnya. Dia kan harus pulang. Bukan karena dia pengen ngurus Daniel sih. Tapi karena... karena... dia belum ngemandiin cupang di apartemennya!

Dan untungnya, Minhyun sekalian ingin mengambil buku yang Seongwoo pinjam semasa membuat skripsi. Jadi Seongwoo nggak perlu pulang naik taksi, bareng Minhyun kan lebih hemat macam pakai kupon promo akhir tahun. Tak berhenti disitu, Seongwoo juga memaksa Minhyun untuk menjenguk Daniel. Support dari teman terdekat penting katanya. Padahal boro-boro teman dekat, Minhyun lihat wajah Daniel aja rasanya pengen nyekokin arsenik ke lubang hidungnya!

Breakup Challenge - OngNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang