Mereka curiga

114 5 0
                                    

"Aku adalah orang yang tak mudah jatuh cinta dan tak mudah melupakan jika sudah cinta."

•••

Salma mengangguk, "Oh gitu. Kok bisa?" jawab Salma tak ingin terlihat pikiran Eca benar. Emang benar Salma chatting dengan Aldo semalam, tapi tak sampai larut. Usai jam sepuluh mereka langsung tidur karena memang tak ada lagi yang ingin mereka bicarakan.

Lagi-lagi Eca angkat suara. Kali ini dia bercerita tentang Aldo. Huh. Apa lagi Eca? Batin Salma. Salma hanya bisa mendengarkan ucapan Eca malas. "Aldo tadi nanya sama gue di kelas. Katanya kakak handphone baru? Terus gue jawab, gak tahu kata Kak Salma dia dikasih sama Bang Raza." Salma mengangguk menanggapi Eca.

"Oh, emang di kasih sama abang gue. Dan bersyarat lagi, gak gratis." jawab Salma sambil tertawa kecil dan mempercepat langkahnya agar tak kena marah lagi oleh Kak Saih. Ia meninggalkan Eca yang didera rasa penasaran dan seperti ingin tahu lebih jauh hubungan antara Salma dan Aldo.

Memang malam itu Salma menanggapi adik kelasnya ini dengan senang hati. Aldo jadi sering menghubungi Salma. Aldo nyaman saat bercerita dengan Salma walau via telepon. Mereka jadi dekat. Aldo kurang paham dengan kehendak hatinya. Aldo teringat saat mata mereka bertemu dalam keadaan sangat dekat, dibawah pondokan. Aldo baru merasakan hal semacam itu.

Biasanya saat ia berpacaran, tak ada rasa apapun yang terpendam. Semua ia lontarkan tanpa hati-hati. Yah. Ceplas-ceplos. Namun setelah menatap Salma. Detak jantungnya malah cepat tak karuan. Ia jadi takut salah ngomong kepada Salma. Kira-kira satu bulan setelah pertemuan mata antara Aldo dan Salma saat hujan mengguyur kota Jakarta. Kedekatan mereka membawa persoalan bagi diri Salma. Aldo menjadi begitu ingin melindungi Salma. Ia pengertian. Dan selalu memerhatikan Salma dari jauh.

●●●

Malam ini adalah pesta ulang tahun Kak Ira. Hampir seluruh anak-anak SMA Negeri 1 Jakarta Selatan menghadiri acara tersebut. Apalagi anak-anak OSIS. Tentu mereka datang. Eca membawa mobilnya. Ia mengajak Dita dan juga Salma. Mereka menggunakan pakaian berwarna biru dan putih menuruti dresscode yang telah ditetapkan oleh Kak Ira.

"Tanya aja." ucap Eca kepada Dita.

"Lo aja." jawab Dita.

Elah. Kenapa lagi nih? Salma merasa disudutkan lagi. Eca dan Dita ingin menanyakan sesuatu kepada Salma. Namun seperti berat saja mulut mereka untuk langsung mengucapkan kalimat interogatif itu. Akhirnya Eca pun memberanikan diri setelah beberapa menit terjadi keheningan, "Kakak lagi PDKT sama Aldo, yah?" sambil mengendarai mobil. Eca memandang lurus ke depan.

"Gak kok, biasa aja." Salma mendelik. Kata-kata itu langsung terlontar setelah Eca bertanya. Salma tak mempedulikan apa yang akan dijawab Eca ataupun Dita.

"Serius, kak? Beneran?" Eca tertawa kecil dan mencoba membuat Salma mengaku. "Soalnya gue kayak lihat kakak sama Aldo itu beda banget sekarang." tambahnya.

Salma mengerjap bingung, "Beda gimana sih, Ca?" tanya Salma sembari mendekatkan telinga kananya ke Eca karena ia duduk di belakang. Angin tak mengganggu percakapan mereka karena tertutup rapat oleh kaca.

"Yah kayak Aldo kan. Dia di sekolah nanya mulu tentang kakak. Terus siang tadi pas kumpul OSIS. Kakak ketemu kan sama Aldo, terus ekspresi kalian itu beda banget." Eca menjelaskan. Salma tertegun masih dengan rasa bingung.

"Maksudnya?" Salma mengerutkan keningnya. Dita hanya diam menyimak.

"Aldo itu kayak malu-malu gitu kak." Eca melirik Salma melalui kaca spion tengah mobil. Ia sedikit jengkel karena ia tahu pasti Salma pura-pura tidak mengerti dengan penjelasannya tadi.

ALDO SADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang