Aldo nembak

92 4 0
                                    

"Pacaran hanyalah sebuah status. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu janji dan bukti."

•••

Aldo diam sejenak, "Nanti saja lah. Kamu pasti tahu kan apa yang bakal gue omongin?" Aldo masih menahan omongannya itu. Aldo merasa kurang tepat jika harus ngomong dalam keadaan singkat seperti ini.

"Gak kok, gak tahu." Salma mengelak. Ia pura-pura tidak tahu tentang apa yang akan dibicarakan Aldo nanti. Matanya sedikit memerhatikan ke sekeliling jalan yang dilalui mereka.

"Ini, pake." Aldo memberikan gelang kepada Salma. Ia sudah lama menyimpan gelang itu namun tidak tahu harus memberikannya kepada siapa. Dia rasa Salma adalah orang yang tepat. Salma mengambilnya dan menggenggam gelang itu. Ia belum memasangkannya di tangan. Aldo memakluminya. Ia tahu kalau Salma butuh waktu agar bisa menerimanya.

Mereka berdua hanya diam tanpa ada percakapan lagi. Sunyi. Hati Salma semakin gelisah. Ia masih bertanya-tanya apa yang akan diungkapkan Aldo. Jika berharap lebih, Salma takut kecewa. Keinginan Salma untuk kabur terlintas dalam pikirannya, tapi segera ditepisnya. Ia tidak bisa lari dari kenyataan.

Sepulang sekolah Aldo sengaja menunggu seseorang di depan kelasnya. Salma. Ia sudah melihatnya bersama Dita dan Piko. Salma yang sadar akan keberadaan Aldo malah mengajak teman-temannya untuk lewat dari jalur lain -bukan depan kelas Aldo- agar tak bertemu dengannya. Satu-satunya jalan adalah lewat dari belakang kantin. Jelas Dita dan Piko tak mau karena itu sungguh membuang-buang waktu.

"Hai, Kak!" sapa Aldo sopan yang sepertinya hanya ditujukan kepada Piko. Piko pun tersenyum. Aldo menatap Salma. "Salma pulang bareng gue, Dit." ia pun melihat Dita. Dita pun mengangguk setuju. Ia pergi bersama Piko. Salma melototi Aldo kesal.

Aldo masih ingin mengutarakan sesuatu kepada Salma. Entah kenapa mulutnya bungkam saat dihadapkan langsung dengan Salma. Ia tak berani jujur. Ia kesal kepada dirinya sendiri. Sampai ia mengantarkan Salma pulang dan secepat kilat pergi seperti terburu-buru.

"Dasar! Ngajak pulang bareng, tapi gue di turunin gitu aja. Bilang pulang kek, atau apa gitu. Ini malah ngebut." ceracau Salma ketika sampai di kamar. Ia membuka handphone dan ternyata sudah ada pesan dari Aldo. "Sabar, Sal." ucapnya tenang.

Aldo
Sal.

Iya, Do?

Aldo
Ada yang mau gue omongin.

Iya, Do. Silahkan.

Aldo
Tapi gue takut salah, gimana?

Gak apa-apa salah.
Toh ini juga bukan Ujian Nasional.

Aldo
Kamu mau gak jadi pacar gue?

Salma pun menghela napas berat. Ternyata benar. Aldo memang ingin mengutarakan perasaannya. Salma hanya membalas dengan tiga sad emoticon. Berharap Aldo tahu bahwa ia tidak ingin mendengar kata-kata itu lagi. Salma tidak ingin menjalin hubungan yang namanya PACARAN.

Aldo
Gue serius, Sal.

Gue takut putus, Do.

Berakhirnya hubungan Salma dengan Wiliam membuat ia begitu malas berhubungan lagi dengan orang baru. Lelah. Yah. Lelah mengulang hari-hari yang telah di jalani bersama. Sampai mereka putus karena beberapa hal yang mengacuh pada kata berpisah.

Memang kesalahan mereka karena pacaran merupakan hal yang hanya membuang-buang waktu. Dan semua orang tahu siklus pacaran tidak lebih jauh hanyalah tak kenal, PDKT, jadian, putus, dan back to start. Tak mungkin lagi mereka melanjutkan hubungan mereka yang lebih sering bertengkar akhir-akhir itu. Daripada semua menjadi beban untuk diri mereka sendiri. Mereka memilih lebih baik hubungan itu berakhir.

ALDO SADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang