Perkenalan

454 12 0
                                    

"Banyak yang mengatakan kalau tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, dan tak cinta maka? Baiklah. Perkenalkan."

•••

Salma Alradian W. First impressions tiap orang saat bertemu dengannya adalah memuji lekungan dalam yang terpasang di pipi sebelah kanannya. Lekungan yang akan nampak saat bibir itu ia gerakkan. Itu menjadi pemanis bagi siapa saja yang melihatnya. Rambut cokelat kehitaman yang ia punya lebih suka dikuncir tengah. Tak ada poni yang terjajar. Dan wajah mulus tanpa jerawatnya selalu membuat iri remaja lain seusianya.

Salma merupakan seorang pelajar di SMA Negeri 1 Jakarta Selatan. Salah satu sekolah negeri terbaik di Jakarta, namun kenyataan yang sebenarnya bahwa ia tak mempunyai niat untuk bersekolah di sana. Sebab ia sudah memiliki sekolah pilihannya sendiri. Ya. Sekolah Olahraga. Itu telah menjadi impiannya sejak ia berada di kelas delapan. Sekolah yang memfokuskan para muridnya untuk berlaga dalam olahraga. Namun salah satu syarat masuk ke SMA tersebut adalah tinggi badan yang harus di atas 160 cm. Sayangnya Salma tidak memenuhi syarat yang satu itu. Tinggi badannya cuman 155 cm.

Untuk menempuh sekolah Salma harus melewati setengah jam perjalanan dengan mobil. Jauh. Belum lagi macet. Tak jarang Salma terlambat. Ancaman sekolah menyatakan bahwa jika terlambat sebanyak tiga kali akan dikeluarkan. Namun faktanya salah, banyak siswa-siswi yang terlambat tetapi cukup mendapatkan hukuman saja. Seperti Salma. SMA ini banyak peraturan lain yang tentu membuat Salma sering berdecak kesal dan menggerutu pada ayah dan bundanya.

Hari demi hari Salma menjalani itu semua seadanya, layaknya siswa-siswi lain. Setelah tahu dia tidak memenuhi syarat masuk ke Sekolah Olahraga, ia berpindah pada pilihan kedua. Yaitu bersekolah di SMA Negeri 3 Kebayoran. Tak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Cukup menggunakan motor, bahkan tak sampai lima menit. Tapi ayahnya mengharuskan Salma bersekolah di sekolah pilihannya. Sekolah yang telah di tentukan oleh ayahnya itu. Yah. Salma tak berani membantah dan anak IPA, itulah Salma.

Salma tinggal di Kebayoran Baru, ibu kota DKI Jakarta. Tepatnya di komplek perumahan Jalan Tirtayasa, Melawai, Kota Jakarta Selatan. Rumah bewarna putih dengan lahan kurang lebih seluas 700 meter persegi. Terdapat garasi mobil dan juga taman dengan beberapa pepohonan yang rindang, bunga berwarna-warni, rumput-rumput jepang yang sengaja dirawat, dan kolam yang berisikan beberapa ikan mas dengan ukuran sedang di halaman rumah, serta pagar hitam-putih besar sebagai pembatas. Terlihat begitu asri dan indah. Di tambah perpaduan warna atap dan juga dinding membuat rumah itu begitu nyaman untuk ditinggali.

Ayahnya bernama Alradiansyah Wijaya yaitu seorang CEO ternama yang menjadi pewaris satu-satunya dalam keluarga Wijaya. Sedangkan ibunya yang ia sebut bunda, Yuan Pratitis, merupakan seorang dosen di Universitas Indonesia. Mereka menjalin hubungan perjodohan. Walaupun begitu, sampai sekarang mereka tak dapat dipisahkan oleh apapun. Mereka menjalani dengan penuh cinta. Lahirlah Salma Alradian sebagai si bungsu dan saudara-saudaranya yaitu Raza Alradian Wijaya dan Wita Alradian W.

Aldo Sadara. Seorang laki-laki yang mempunyai tinggi 170 cm diusianya yang menginjak kelas satu SMA. Ia adalah orang yang membuat Salma kembali membuka pintu hati sebab kehadirannya yang begitu tak disangka, ternyata dapat membuat Salma menjadi tahu begitu banyak pelajaran tentang apa itu cinta. Dan melupakan akan kejadian lalu yang begitu menghancurkan perasaannya.

Mereka berdua hanyalah anak satu komplek yang sama. Salma tahu dengan Aldo, namun ia tak begitu mengenalnya. Sampai Aldo masuk ke SMP tempat dimana Salma bersekolah. Salma mulai mengenal Aldo saat ia berpacaran dengan Wiliam, ketua kelasnya. Wiliam sendiri adalah sahabat dekat Aldo, apalagi mereka sama-sama di eskul basket. Dan semakin hari Salma semakin akrab dengan Aldo. Aldo sering membujuk Salma agar bisa flashback dengan Wiliam. Namun hal itu tak pernah terjadi. Sudah ditakdirkan bahwa Wiliam dan Salma tidak bisa bersatu lagi. Mereka cukup bertahan dalam satu tahun kebersamaan yang akhirnya harus terputus oleh beberapa hal.

Sampai Salma masuk ke SMA, sedangkan Aldo baru menginjak kelas tiga SMP. Sejak itu Salma benar-benar tak berhubungan lagi dengan Aldo. Namun sekarang Salma di pertemukan kembali dengannya di sekolah yang sama. Salma kelas sebelas, sementara Aldo di kelas sepuluh. Mereka bertemu dalam satu organisasi. Yah. OSIS. Aldo merupakan adik tingkatnya.

Wiliam Yoe. Seorang siswa berprestasi yang dikenal oleh seluruh sudut sekolahnya. Baginya belajar adalah nomor satu. Tapi tetap tanggung jawabnya besar terhadap organisasi yang ia ikuti. Berakhirnya hubungannya dengan Salma bukan berarti akhir dari pertemanan mereka. Kini di SMA mereka masih bertemu dalam sekolah yang sama. Bahkan sekarang kerjasama apapun mereka lakukan tanpa mengungkit-ungkit masalah yang lalu. Sebab keduanya sudah mempunyai jalan masing-masing. Tanpa ada yang menyimpan rasa benci, apalagi dendam.

Zia Adita. Sahabat yang selalu ada untuk menemani Salma. Gadis pemilik kulit putih dengan mata sipit ini memang berasal dari keturunan mandarin. Sejak pertama masuk SMA ia sudah dipertemukan dengan Salma sebagai tim lawan bermain futsal di masa orientasi siswa. Terjadi beberapa konflik yang sampai kapan pun tak dapat mereka lupakan satu sama lain. Namun setelah itu semua konflik dapat mereka atasi setelah masuk dalam satu organisasi yang mengharuskan mereka untuk saling berkerja sama. Hubungan mereka pun menjadi erat. Yah. Sahabat.

Nesa Aulia. Lebih akrab dipanggil Eca. Dia kenal dengan Salma karena hubungan antara kedua orang tua mereka. Sejak kecil Nesa sering bermain kerumahnya. Hingga masuk ke sekolah yang sama sampai saat ini. Sekarang Nesa jadi tempat curhat bagi Salma. Dita pun demikian. Mereka bertiga adalah sahabat.

•••

Tahun lalu Salma sempat menghilangkan beberapa handphone pemberian ayahnya. Lagi-lagi hal itu terulang. Ia menghilangkan handphone-nya lagi saat mengikuti jalan-jalan OSIS dari sekolahnya beberapa hari yang lalu. Ia menggerutu kepada ayahnya namun tak ada respon untuk kehendak Salma kali ini. Bundanya sama. Hanya mengikuti perintah suami yang ia cintai. Akhirnya Bang Raza yang memberikan ponsel untuk Salma karena kasihan melihat adiknya satu ini tidak mempunyai apa yang menjadi harta bagi remaja lain. Yah. Salma kembali mempunyai handphone.

Sebenarnya alasan ayah dan bunda tak lagi memberikan handphone adalah hukuman sekaligus pelajaran karena itu adalah ketiga kalinya handphone Salma hilang akibat kelalaiannya sendiri. Salma hanya menggunakan nokia tanpa kamera. Hanya bisa untuk telepon dan sms. Sedangkan untuk membuat tugas, ia bisa menggunakan laptop sendiri di rumah. Tentu tidak gratis. Bang Raza memberi Salma handphone sebagai jaminan janji agar Salma bisa masuk sepuluh besar. Mana bisa? Salma harus mengalahkan kurang lebih tujuh anak di kelas agar ia masuk sepuluh terbesar. Karena Salma memperoleh peringkat ketujuh belas pada semester satu. Bang Raza berharap kalau Salma benar-benar rajin belajar dengan adanya handphone itu. Dan Ayah dan bunda pun menyetujui ide Bang Raza.

Impossible is nothing. Salma harus giat belajar dan menyeimbangkan prestasi dengan peringkat kelasnya, agar tak mengecewakan keluarga, dan membuktikan bahwa ia bisa menggapai cita-citanya. Walau masih labil dengan profesi apa nantinya. Yang jelas ia harus sukses dengan pilihannya. Toh rezeki tak kemana. Prinsip Salma yang mengikuti alur nasibnya kelak.

Bersambung...

ALDO SADARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang