Part 29

619 30 0
                                    


Enjoy!

***********************

Azka menopang dagunya dengan tangan. "Bisa nggak kamu jadi pacar saya sekarang?"

Kinar tersedak minumanya.

Suasana menjadi sangat canggung seketika, baik Azka maupun Kinar sama - sama sedang mengatasi masalah ritme jantung mereka yang tidak karuan. Azka bisa menyembunyikan semuanya dengan baik, tapi tidak dengan Kinar. Ia terlihat sangat..... bingung.

Yang ada dalam pikiran Kinar saat ini adalah hanya bagaimana caranya agar dirinya bisa lepas dari pertanyaan yang sebenarnya sangat ia hindari untuk saat ini. Tidak ada yang salah dari pertanyaan yang keluar dari mulut Azka, hanya saja ini membuat Kinar sedikit takut. Ya, dirinya takut kehilangan Azka. "Emm, Az. Gue laper, makan yuk!"

Senyum Azka langsung sirna saat itu juga, ia memperbaiki posisi duduknya. "Jangan ngalihin pembicaraan, saya serius."

Ini bukan pertama kalinya Azka secara terang - terangan bilang bahwa dirinya menyukai Kinar, mungkin biasanya Azka akan berskiap santai saja apabila Kinar berusaha menghindar atau mengelak. Tapi entah kenapa malam ini, ia merasa bahwa dirinya perlu titik terang. Agar ia bisa menentukan, apakah akan terus atau berhenti sampai di sini.

Kinar melipat bibirnya, ia bisa merasakan betapa kecewanya Azka terhadap sikapnya tadi. Atmosfer di antara mereka semakin terasa mencekam. Kincir putar berhenti, Kinar langsung turun begitu mereka di bawah. "Ayo ah, laper beneran nih gue."

Azka menghela nafas, ia ikut turun dari kincir putar. Ia berlari menyusul Kinar, ketika melihat gadis itu semakin mempercepat langkahnya seakan - akan ingin kabur. Langsung saja dicekalnya pergelangan tangan Kinar ketika jarak mereka sudah dekat. Bagaimana pun juga, Azka harus dapat titik terang malam ini juga. Ia tidak bisa membiarkan dirinya hanya terus mengambang dan tidak kunjung terbang ataupun mendarat.

"Bisa nggak, kamu berhenti mempermainkan perasaan saya."

Kalimat itu langsung menohok Kinar. Ia menatap mata Azka yang memancarkan rasa kecewa dan letih.

Azka melanjutkan kata - katanya. "Kamu nggak pernah menghindar ketika saya ajak jalan, kamu merona ketika saya puji, tapi kenapa kamu menghindar ketika saya bertanya hal yang emang seharusnya kamu jawab? Apa saya salah minta kamu jadi pacar saya, itu wajar untuk dua orang yang punya rasa suka dan cinta satu sama lain."

Kinar menyipitkan matanya, entah kenapa tiba - tiba dirinya tersulut emosi. "Lo jangan berikap seolah - olah lo nggak tau kenapa gue nggak bisa bilang IYA."

Kinar tidak tahu siapa yang salah, jika ia bisa, ia juga ingin menjawab pertanyaan Azka selantang mungkin. Tapi masalahnya, ada satu hal yang membuat mereka berdua harus terjebak di posisi yang tidak jelas seperti ini. Kinar sudah pernah bilang, bahwa papanya tidak setuju jika ia menjalin hubungan dengan siapa pun untuk saat ini. Dan Kinar tidak bisa membantah, karena itu papanya. Di sisi lain, ia juga tidak tega terus menggantung Azka. Kinar juga menyukai laki - laki itu. Kinar tidak ingin mengecewakan keduanya, tapi ia sadar kalau itu tidak mungkin. Kecuali ada satu dari mereka yang mau mengalah.

Malam terasa semakin dingin, setelah beberapa detik berlalu oleh keheningan, Kinar kembali buka suara. "Gue sadar, selama ini mungkin lo ngerasa kalo cuma lo yang berusaha mempertahankan ini semua. Gue bener - bener minta maaf kalo lo beneran ngerasa gitu."

Azka hanya diam memperhatikan Kinar yang menunduk, ia tahu gadis itu masih ingin berbicara lagi.

Kinar sedang menahan air matanya yang ingin meluncur bebas, ia memberanikan diri untuk kembali menatap Azka yang masih setia bungkam di hadapannya. "Yang harus lo tau adalah, gue berusaha untuk mempertahankan dua orang untuk nggak kecewa dan bisa terus berada di sisi gue. Gue nggak mau buat lo dan papa kecewa, tapi sekarang gue gagal, Az. Karena sekarang, gue bisa melihat dengan jelas kekecewaan yang lo rasain, I'm sorry. Gue baru sadar kalo gue harus milih satu."

Azka terdiam, apa ia terlalu menekan Kinar selama ini? Pertanyaan itu tiba - tiba muncul di pikirannya. Beberapa menit berlalu dengan hening, bahkan ramainya pasar malam tidak bisa menembus keheningan di antara mereka berdua.

"Maaf kalo saya terlalu maksa, saya nggak ada niat bikin kamu tertekan karena harus memilih." Azka mengusap wajahnya kasar.

"Saya cuma..."

"Apa?" Kinar menanti kalimat yang akan diucapkan Azka.

"Saya nggak bakal minta kunci hati kamu sekarang, tapi saya hanya butuh petunjuk, Nar. Supaya saya nggak salah ketuk pintu. Kamu paham, kan?"

Mata Kinar terlihat berkaca - kaca, dalam hati ia mengasihani dirinya sendiri dan Azka. "Maaf, Az. Gue jahat banget ya sama lo."

Azka tersenyum lembut, berusaha memberi tahu Kinar bahwa dirinya baik - baik saja. "Nggak, Nar. Kamu nggak salah, saya paham posisi kamu kayak apa."

"Tapi gue jahat karena nggak bisa ngerti posisi lo, kayak lo ngerti posisi gue."

Meski ragu, Azka menarik Kinar ke dalam dekapannya. Di pikirannya saat ini adalah bagaimana cara membuat Kinar mengerti bahwa Azka akan selalu ada untuknya. Kapan pun itu. "Kamu nggak perlu mikirin soal itu lagi. Saya cuma mau kamu tahu, kalau masalah ini bukan cuma milik kamu, tapi milik kita. Kita cari solusinya bareng - bareng. Kamu nggak sendiri, Nar."

Kinar mengangguk, ia memejamkan mata merasakan kehangatan pelukan Azka yang super nyaman untuknya. Terasa sangat melindungi.

Azka menaruh dagunya di ubun - ubun kepala Kinar. "Sekarang, mau kemana?"

Kinar menarik dirinya dari pelukan Azka. "Pulang aja, ngantuk."

"Nggak makan dulu? Janji saya, kan traktir kamu."

Tanpa ragu Kinar langsung menggeleng, ia tidak nafsu makan. Yang Kinar mau saat ini adalah kasur, bantal, dan guling yang ada dikamarnya. "Besok aja, sekarang mau pulang."

Azka menghela nafasnya. "Kamu minta pulang gini bukan karena marah sama saya, kan?"

Tanpa diduga, Kinar lansung mengaitkan lengannya ke lengan Azka. Membuat Azka terkekeh.  "Oke, saya percaya kita udah baikan. Tapi beneran mau pulang?"

Astaga! Kinar memutar bola matanya malas. "Iyaaa, ayo pulang."

"Tapi nanti pas sampai rumah langsung makan ya, Nar. Wajib pokoknya." Perintah Azka.

Karena Kinar sudah sangat mengantuk jadi ia hanya mengangguk setuju saja supaya Azka langsung mrngantarnya pulang tanpa ada sesi ceramah. Padahal, rencananya Kinar akan langsung tidur begitu sampai rumah.

"Yaudah, ayo pulang." Azka menggandeng Kinar ke tempat parkir untuk mengambil motornya. Sesampainya di sana, Azka memakaikan Kinar helm lalu menyuruhnya naik.

Dulu jika Azka memboncengi Kinar, ia harus memaksa kinar berkali - kali untuk berpegangan padanya. Namun sekarang, tanpa diperintah pun secara otomatis Kinar langsung mengaitkan kedua tangannya di pinggang Azka, menyandarkan kepalanya ke punggung laki - laki itu.

Mesin motor dinyalakan, Azka memakai helm full face nya. Setelah memastikan Kinar sudah berpegangan erat, ia langsung tancap gas meninggalkan pasar malam.

Motor melaju kencang membelah kegelapan malam, dengan sepasang manusia yang sama - sama berharap pada takdir supaya bisa bersatu dan membahagiakan satu sama lain.



osis love story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang