"Wah.. ini Ryujin kan? Udah besar ya, cantik lagi. Perasaan waktu dulu pertama ketemu masih suka lari larian deh. Sekarang udah jadi gadis aja."
Aku hanya tersenyum menanggapi sapaan ramah wanita dihadapanku.
Melihat reaksinya tadi, aku merasa mungkin kita pernah bertemu sebelumnya.
"Aduh.. kayaknya kamu udah lupa ya sama Tante?" Kata beliau sambil menuntunku untuk duduk disampingnya.
Aku mengangguk,"iya tante, maaf."
"Ih, nggak usah minta maaf, wajar kok kamu lupa. Kan udah lama juga."
Aku hanya mengangguk. Setelah itu ia berpamitan untuk menyiapkan makanan.
Aku hanya bisa terdiam mendengarkan obrolan orang orang dewasa ini. Aku tidak mengerti mengapa Ayah membawaku kesini. Disini jelas mereka hanya membicarakan mengenai bisnis,bisnis,dan bisnis. Menurutku itu adalah bahasan paling membosankan setelah bahasan Pak Taeil, guru fisika ku yang ada di sekolah.
"Kamu bosan?" Tanya Om Minhyun secara tiba tiba.
Aku menggeleng sebagai bentuk sopan santun. "Nggak kok Om."
Aku bisa melihat Om Minhyun yang membuang nafasnya. "Seharusnya sekarang ada anak Om yang bisa jadi temen ngobrol kamu. Tapi sampe sekarang anaknya belom juga pulang."
Aku hanya mengangguk, tidak tahu harus mereaksi apa.
"Tenang Yah, itu anaknya baru aja pulang kok. Lagi Bunda suruh buat mandi," kata Tante Bona yang tiba tiba sudah berada di samping ku lagi.
"Ngomong ngomong Ryujin sekolah di Semesta ya?"
Aku mengangguk.
"Iya, sekolah di Semesta dia. Kayaknya juga sepantaran sama anak kamu Bon," Ucap Mama yang duduk disamping kananku.
"Wah berarti kenal dong sama Hyunjin?"
Aku terdiam, mencoba mengingat ingat orang bernama Hyunjin itu. Seperti nya aku sering mendengar nama itu disebut, tapi aku tidak tahu yang mana rupa nya.
"Mana dia tahu Bon, Ryujin paling juga kenal nya sama anak anak dikelas nya doang. Susah bergaul dia itu." Lagi lagi Mama yang menjawab pertanyaan Tante Bona. Aku hanya bertugas mengangguk angguki saja.
Tapi omongan Mama memang benar. Aku hanya mengenal orang orang yang berada satu kelas dengan ku saja. Bukan karena susah bergaul, hanya saja aku terlalu sibuk untuk mengenali wajah mereka satu persatu. Ada lebih dari 1000 siswa yang ada disekolahku. Bagaimana bisa aku menghafal mereka semua?
Seorang laki laki seusiaku turun dari lantai atas dan ikut bergabung dengan acara makan malam itu. Mungkin dia adalah Hyunjin yang tadi Tante Bona sebutkan.
Beberapa kali Tante Bona mencoba mengajakku mengobrol, tapi hanya kubalas dengan gelengan, anggukan atau sekedar senyuman. Aku merasa sudah ada Mama yang akan dengan senang hati menjawab pertanyaan Tamte Bona. Jadi aku tidak perlu repot repot untuk menjawabnya juga.
Sesekali mereka juga menanyai si Hyunjin Hyunjin itu dengan pertanyaan yang sama. Namun sama sepertiku, dia hanya memberikan reaksi seperlunya saja.
Beberapa saat kemudian acara makan malam telah selesai. Para orang tua mulai kembali ke bahasan awal mereka, bisnis.
"Hyunjin, kamu ajak Ryujin ke taman sana. Kayaknya dia bosen."
Aku melihat dia mengangguk lalu mengajakku untuk mengikutinya.
Aku menurut, lalu mulai mengekori langkah kakinya. Dia membawaku ke bagian belakang rumahnya.
Disana ada sebuah kolam renang dan juga taman sederhana yang dipenuhi dengan berbagai macam bunga.
Hyunjin duduk disebuah gazebo yang tersedia disana. Lagi lagi aku mengikutinya.
"Gue Hyunjin." Katanya sambil mengulurkan tangannya.
"Ryujin," kataku sambil menerima uluran tangannya.
Aku mengitarkan pandanganku keseluruh taman ini. Aku bersyukur ternyata disini 'bersih'.
Setidaknya aku tidak harus melihat sosok sosok itu saat ini. Aku sedang ingin meniliki pandangan normal seperti yang orang lain miliki.
"Lo dengerin gue?" Aku tersentak ketika Hyunjin menanyakan hal itu. Sepertinya aku terlalu asyik menjelajahi taman ini.
"Sory, lo ngomong apa?"
Hyunjin membuang nafasnya, "nggak, lupain aja. Gue cuma bilang kalo gue sering lihat lo disekolah."
"Ya kita kan sesekolahan, tadi nyokap lo juga bilang kalo kita sepantaran kok."
Dia mengangguk angguk. "Lo nggak kenal gue siapa gitu?"
Aku mengerutkan dahiku, bukannya dia baru saja memperkenalkan dirinya? Tentu saja aku tahu dia adalah Hyunjin "lo Hyunjin kan?"
Dia berdecak, "maksud gue sebelum lo ketemu gue disini? Lo nggak tahu disekolah gue itu siapa?"
Aku mengangkat bahuku. Apakah itu termasuk hal penting untuk aku harus tahu siapa dirinya? Bukan kah sudah aku bilang kalau siswa disekolah kami ada ribuan jumlahnya, bagaimana bisa aku mengenal dia siapa.
"Lo beneran nggak tahu? Lo dikelas mana sih?"
"11 mia 3." Jawabku sekenanya.
"Sekelas sama Sanha kan?"
Aku mengangguk, laki laki bongsor itu adalah teman sekelasku.
"Lo nggak tahu siapa yang bikin Sanha bonyok minggu lalu?"
Aku menggeleng. Lagi pula kenapa dia harus menanyakan Sanha coba.
Dia berdecak lagi, "itu gue yang ngebuat dia sampe bonyok kayak gitu."
"Ohh"
Hanya itu yang aku berikan sebagai balasan. Memangnya apalagi yang harus aku lakukan.
Sekarang aku mulai mengingat tentang dia. Dia Hwang Hyunjin. Pentolan siswa kelas IPS. Minju sering menceritakan tentangnya.
Yang aku dengar Hyunjin adalah salah satu sosok yang ditakuti disekolah. Dia sering terlibat tawuran dengan sekolah lain. Dia sering membuat keributan, dia sering bolos dari sekolah, dan tentu saja dia sering mendapat hukuman disekolah. Aku baru sadar, aku pernah beberapa kali memperhatikan dia yang tengah berdiri ditengah lapangan atau dia yang sedang berlari mengitari lapangan. Aku rasa saat itu dia tengah menjalani hukumannya.
Tapi ada satu hal lagi yang aku tahu tentangnya -tentu saja Minju yang memberi tahuku- Hyunjin tidak seperti Felix atau Guanlin yang sering menindas anak anak yang mereka anggap lemah. Hyunjin hanya akan mengganggu seseorang yang ia fikir telah mengusik kehidupannya terlebih dahulu.
"Oh doang? Lo nggak takut gitu sama gue?"
"Kenapa harus takut? Lo bukan siapa siapa sampe gue harus takut sama lo."
Dia mengangguk anggukan kepalanya. "Bagus. Sampai kapanpun jangan pernah takut sama gue oke?"
Aku menoleh kearahnya, sekarang dia malah menatap kearah langit. Sejujurnya aku tak mengerti dengan maksud omongannya. Tetapi aku tidak ingin menmikirkan itu, aku hanya mengiyakan ucapannya.
Setelah itu tidak ada lagi yang kami bicarakan. Kami berdua sama sama diam sambil menatap jutaan bintang dilangit, meski hanya ada beberapa yang bisa ditangkap oleh mata manusia.
:::
-fearless-
KAMU SEDANG MEMBACA
Fearless✓
FanfictionDemi Tuhan, aku takut ketika hari itu harus terulang kembali. ▪cover pict from canva.