0.5 Pasien 207

1K 152 13
                                    

Setelah menghabiskan sarapanku, aku langsung pergi untuk mengunjungi tempat itu lagi.

Aku memilih untuk memesan ojek online ketimbang menunggu Pak Parno yang belum juga kembali dari pasar.

Jalan raya pagi ini cukup senggang, mungkin efek hari libur sekolah. Banyak orang yang masih bergelung didalam selimutnya.

20 menit kemudian aku sudah sampai disana. Aku mempercepat langkahku menuju keruangan itu. Ruangan bernomor 207.

Aku bahkan mengabaikan tatapan dari 'mereka'. Maklum, ini adalah rumah sakit. Tidak heran jika mereka ada banyak disini.

Aku yakin mereka menyadari bahwa aku bisa melihat mereka, buktinya beberapa dari mereka kini mengikuti ku.

Aku tidak peduli, bukankah aku sudah bilang jika aku tak pernah takut dengan mereka.

Hei, untuk apa kau takut pada orang yang sudah meninggal? Justru seharusnya kau lebih takut pada mereka yang masih hidup. Karena bagaimanapun, sifat manusia itu lebih menyeramkan.

Satu persatu dari mereka langsung menghilang ketika aku memasuki ruangan Yoonbin.

Hanya ada satu yang masih bertahan. Aku rasa dia adalah 'pemilik' ruangan ini.

Aku sering mengobrol dengannya. Namanya Junghwan. Dia 5 tahun lebih muda dari pada aku, tapi sayang Tuhan lebih cepat mengambilnya.

Ketika aku membuka pintu ruangan, aku bisa melihat sosok Ibu, Ayah Yoonbin yang seumuran dengan ayahku, dan juga Yeongue. Yeongue adalah adik Yoonbin. Dan dia sama sepertiku. Dia bisa melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa lihat.

Buktinya sekarang dia tengah asik mengobrol dengan Junghwan.

"Pagi Yah, Bu." Aku menyalami kedua orang tua itu. Lalu iseng mencubit pipi Yeongue yang duduk dilantai beralaskan tikar.

"Pagi sayang." Kata Ibu sambil memelukku.

"Anak gadis Ayah rajin ya, jam segini udah dateng kesini."

Aku tersenyum, "Iya yah, salahin anak ayah tuh. Setiap hari bikin aku kangen mulu."

Aku bisa melihat pasangan suami istri itu tertawa karena celotehan ku. Entahlah, dengan begini saja aku bisa merasakan hatiku yang menghangat.

"Oh ya sayang, tadi pagi Yoonbin gerakin jarinya."

Aku langsung menatap kearah Ibu, meminta penjelasan lebih lanjut. "Terus gimana? Udah bilang sama dokternya? Dokter bilang gimana? Apa mungkin bentar lagi Yoonbin bakal sadar Bu?"

Ibu menggeleng, "cuma sebentar. Dokter tadi udah nungguin disini sampe setengah jam. Tapi Yoonbin tetep diem. Sampai sekarang pun dia masih anteng."

Aku mengangguk, Ibu mengusap punggungku.

"Dokter bilang kita harus sabar. Kecelakaan yang dialamin Yoonbin memang nggak seremeh itu. Cidera dikepalanya ngebuat dia kayak gini. Tapi Ayah percaya Yoonbin laki laki yang kuat. Dia pasti bangun lagi. Yang dia perluin cuma waktu. Sabar ya, dia pasti bakal bangun suatu saat nanti. Kamu harus percaya."

Aku mengangguk, yang Ayah bilang itu benar. Yoonbin bukan laki laki lemah.

Yoonbin laki laki yang kuat. Dia bisa memenangkan medali emas di kejuaran karate 2 tahun lalu. Dia bisa  menghajar 3 preman sekaligus diusianya yang saat itu masih duduk dibangku SMP.

Dan aku juga harus yakin kalau dia bisa bangun melawan masa kritisnya.

:::

Aku dan Yeongue tengah berada di kantin rumah sakit. Dia mengajakku untuk membeli minuman disini. Jadi mau tidak mau aku harus mengantarnya.

Fearless✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang