0.7 Teman

802 127 3
                                    

Sudah hampir setengah jam aku bersama Hyunjin.

Ternyata dia membawaku ke rooftop sekolah. Jangan salah, rooftop disekolah ku jauh berbeda dengan rooftop yang biasa aku lihat di dalam drama korea.

Rooftop disini kotor dan tak terurus. Hanya ada sebuah tempat kecil yang dapat melindungi kita dari sengatan sinar matahari. Selain itu tidak ada lagi tempat untuk berteduh, mungkin itu juga alasan mengapa disini sepi. Tidak ada satupun siswa yang sudi mengunjungi tempat ini.

Tidak jauh dari tempatku, ada Hyunjin yang tengah sibuk dengan kegiatannya. Kami berdua duduk tanpa alas.

Hyunjin terlihat serius dengan potongan kertas dan beberapa selotip ditangannya.

Dia bersikeras untuk menyatukan kembali foto Yoonbin yang rusak. Bermodalkan selotip bening milikku -yang tadi untungnya tidak ikut dibuang Guanlin- Hyunjin bertekad untuk memperbaikinya.

Tidak ada hal yang kami bicarakan.
Beberapa saat lalu aku telah selesai menyalin tugas ku yang tadi juga robek karena Guanlin. Sekarang aku hanya terdiam sambil sesekali mengamati wajah serius Hyunjin.

Beberapa saat lalu Minju menghubungiku, dia menanyakan keberadaanku. Tapi aku bilang aku masih betah di perpustakaan. Toh, jam pelajaran saat ini sedang kosong. Jadi tidak apa jika aku tidak masuk ke dalam kelas sekarang.

"Gue nyerah. Potongannya udah ada yang ilang, mau gimanapun juga gak bakal bisa disatuin lagi," kata Hyunjin sambil mengangkat tangannya. Lalu dia menyerahkan foto itu kearahku.

"Gue tahu. Lagian kan tadi gue juga udah bilang, percuma. Udah nggak bakal bisa disatuin lagi."

Aku menatap potongan potingan kertas itu, yang sebagian sudah kembali membentuk sosok wajah Yoonbin. "Makasih, udah mau repot repot benerin foto ini."

Hyunjin menoleh kearahku, "Gue juga sebenernya nggak tahu. Kenapa gue mau direpotin sama lo. Jujur aja, beberapa kali gue emang pernah lihat Guanlin gangguin lo. Dan selama itu juga gue lihat reaksi lo lempeng lempeng aja. Jadi begitu nglihat lo marah sampe ngedorong dia kayak gitu, gue yakin foto itu mungkin berharga buat lo."

Aku mengangguk, sebenarnya aku tidak tahu jika Hyunjin mengetahui bahwa Guanlin sering mengganggu ku. "Cih, dasar stalker."

Dia mengangkat bahunya. "Bukan stalker, cuma kebetulan aja gue ngelihat lo. Ngomong ngomong, dugaan gue bener ya? Itu foto berharga buat lo?"

Aku membuang nafas ku, tiba tiba aku teringat senyum lebar Yoonbin.  "Bukan fotonya yang berharga, tapi orang dalam foto itu."

Bibirku otomatis membentuk sebuah senyuman ketika aku mengingat wajah Yoonbin ketika tersenyum. Terkadang aku iri, Yoonbin memiliki eyesmile yang sangat menarik. Hingga ketika ia tertawa, matanya juga seolah menunjukan perasaan yang sama.

"Pacar lo?"

Aku menggeleng, "Entah, anggep aja begitu."

"Dih kalo bukan mah ngomong aja bukan, sok ngaku ngaku lo."

Aku hanya mengangkat bahuku, malas jika meladeni Hyunjin. Semilir angin membuat beberapa helai rambutku terbang mengenai wajahku.

"Gue denger lo bisa nglihat 'itu'?" Hyunjin membuat tanda kutip dengan kedua tangannya ketika menyebutkan kata 'itu'.

"Hmm."

"Oh.. jadi itu sebabnya lo sering ngobrol sendiri kayak orang gila?"

Aku memukul lengannya, enak saja dia bilang aku gila. Meskipun hal itu sudah biasa untukku, tetapi tetap saja aku kesal jika disebut 'gila' hanya karena kemampuan khususku.

"Kayaknya lo beneran stalker gue deh."

Dia kembali berdecak, "Bukan stalker, cuma kebetulan," katanya mengulang kalimat yang tadi telah ia ucapkan.

"Ngomong ngomong disini ada 'itu' nggak?"

Aku melirik kesekitar, lalu mengangguk. "Ada kok. Salah satu nya yang ada disebelah kiri lo."

Aku bisa melihat matanya yang membola, Hyunjin langsung berpindah tempat disampingku. "Nggak usah bercanda."

"Ck, siapa yang bercanda. Gue kan cuma jawab pertanyaanlo. Lagian emang bener kok 'dia' ada. Wujudnya perempuan, dia pakai baju kebaya warna merah. Dia cantik kok."

Hyunjin menyentil keniningku, "Nggak usah diceritaain juga anjir. Lagian emang kenapa kalau dia cantik? Nggak bakal gue jadiin pacar juga kan!"

Aku menggelengkan kepalaku. Tak kusangka, ternyata Hyunjin cemen kalau tentang hal hal seperti ini. Lagi pula siapa juga yang berbohong? Semua yang ku katakan itu benar ada nya.

"Lain kali kalo Guanlin gangguin lo lagi bilang sama gue." Kata Hyunjin sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Kenapa? Gue sendiri bisa kok nglawan dia."

"Bisa apa nya? Tadi aja lo hanpir kena tampar sama si bangsat." Dia mengulurkan tangannya, bermaksud mengajakku berdiri.

Aku berdiri, tapi tanpa menerima uluran tangannya. Sejujurnya aku tidak begitu menyukai adegan skinship dengan orang lain. Terlebih jika itu laki laki.

"Ya itu karena gue males aja cari ribut." Aku menepuk nepuk rok ku, membersihkan beberapa kotoran yang menempel disana.

"Halah alesan. Pokok nya lo wajib ngasih tahu gue."

"Dih, emang siapa lo bisa ngewajibin gue kaya gitu?"

Hyunjin mendekat kearahku, "gue? Gue Hyunjin. Dan mulai sekarang gue itu temen lo. Jadi lo cerita sama gue kalo dia macem macem lagi, oke?"

Aku terdiam, lalu mendorongnya untuk menjauh. "Sejak kapan gue temenan sama lo?!"

Hyunjin kembali mendekat,  "sejak lo janji kalau lo nggak bakal pernah takut sama gue."

Setelah mengatakan itu, Hyunjin langsung berjalan meninggalkanku.

Aku hanya menatap sosok Hyunjin sampai dia menghilang dibalik pintu.

Aku tidak tahu, tapi yang jelas bibirku malah membentuk sebuah senyuman.

Aku rasa berteman dengan Hyunjin bukanlah hal yang buruk.

:::
-fearless-

Fearless✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang