1.3 Jelly

676 124 10
                                    

9 Oktober 2019.

Terhitung sudah 5 hari semenjak Yoonbin kembali membuka matanya.

Dokter bilang kondisi Yoonbin sudah jauh lebih baik. Tapi sayangnya dia masih belum bisa menggerakan anggota tubuhnya dengan baik.

Aku tidak tahu bagaimana menyebutnya, tapi dokter bilang itu semacam kelumpuhan sementara.

Kata dokter hal itu wajar terjadi. Karena Yoonbin sudah hampir satu tahun tidak menggerakan tubuhnya sama sekali, saraf saraf dan sel otot yang ada ditubuhnya menjadi kaku.

Aku, Ibu dan Yeongue yang mendengarnya saat itu langsung menangis. Tapi Ayah dengan sigap menenangkan kami semua.

Dokter Jonghyun kembali menjelaskan tentang kondisi Yoonbin. Beliau bilang, dengan perawatan yang memadai serta terapi yang rutin, Yoonbin akan kembali sehat seperti semula.

Selama lima hari ini pula aku lebih sering kesini. Sepulang sekolah aku akan langsung menghanpiri Yoonbin, dan akan pulang ketika hari sudah larut.

Kemarin orang tua ku pun sudah kembali ke rumah, tapi pagi tadi mereka sudah pergi lagi. Entah, aku juga tak tahu kemana tujuan mereka.

Aku tidak terlalu memikirkannya, fokus ku saat ini hanya tertuju pada satu lelaki yang selalu ada dalam fikiranku.

"Apa kabar?"

Aku menatapnya tidak mengerti. Semenjak dia bangun dari tidurnya, dia selalu menanyakan hal itu kepadaku. Bahkan hari ini, dalam kurun waktu kurang lebih 3 jam aku duduk disini, dia telah menanyakan pertanyaan itu 5 kali.

"Itu pertanyaan ke lima kamu hari ini. Tapi nggak papa, aku bakal tetep jawab kok." Kataku sambil merapikan surai hitamnya.

"Kabar aku baik. Dan akan selalu baik selama aku bareng sama kamu."

Dia kembali menunjukan senyum teduhnya.

"Ibu bilang, setiap dateng kisini lo selalu nanyain hal itu. Makanya sekarang gantian, biar gue yang nanyain kabar lo dan mastiin kalau lo bakal selalu baik baik aja."

Aku tersenyum, Yoonbin yang terlihat terbata bata mengucapkan satu kalimat itu. Omong omong itu adalah kalimat terpanjang yang dia ucapkan semenjak 5 hari yang lalu.

Suara pintu ruangan yang terbuka membuat ku mengalihkan pandanganku. Hal ini membuat ku deja vú pada kejadian beberapa saat yang lalu, saat orang tua ku datang kemari.

Tapi ternyata itu adalah Ibu yang baru saja kembali dari ruang dokter.

"Gimana bu?" Tanya ku.

Ibu tersenyum, "Yoonbin udah lebih baik. Cuma terapi nya masih harus tetep jalan."

"Oh ya sayang, itu ada temen kamu kesini." Kata Ibu sambil mengusap rambut ku.

"Temen? Siapa bu?" Tanyaku bingung.

"Dia yang pernah kesini waktu itu. Guan..Guan.. aduh Ibu lupa namanya."

Aku mengerutkan keningku "Guanlin?"

"Iya dia maksud Ibu. Dia ada didepan. Udah Ibu suruh masuk, tapi dia nolak. Dia bilang mau nungguin kamu sampe kamu keluar aja."

Aku bisa melihat Yoonbin yang memberikan pandangan bertanya ke arahku.

"Gih, kamu temuin dulu. Kasihan kalo  dia udah nunggu dari tadi."

Aku ingin menolak menemui Guanlin, tapi aku tidak bisa. Ibu pasti akan memintaku untuk menemuinya terlebih dahulu.

Aku mengangguk lalu segera melangkah keluar dari ruangan Yoonbin.

Dan benar saja, aku melihat sosoknya yang kini duduk di salah satu bangku yang ada dikoridor rumah sakit.

"Ngapain lo kesini?" Tanyaku sambil duduk disebelah bangku yang ia duduki.

Dia menatapku, lalu menyerahkan sekantong plastik yang tak ku ketahui isinya.

"Apaan?"

Dia mengangkat bahunya. "Gue tahu lo belom makan. Abisin, jangan sampe lo ikut sakit." Guanlin meletakan bungkusan itu di pangkuanku.

Setelah itu dia berdiri dan pergi meninggalkan ku begitu saja.

Tidak, sedikit pun aku tidak memiliki niat untuk mengejarnya.

Aku membuka bungkusan itu, isinya adalah sekotak happy meal, dan sebungkus permen jelly.

Tunggu, apa dia masih ingat jika aku sangat menyukai jelly?

Aku tidak tahu harus bagaimana, dia terlalu aneh.

Malah sangat aneh menurutku.

Aku mengenal Guanlin semenjak hari pertama aku masuk di SMA Semesta. Dia adalah orang yang pertama kali aku kenal saat itu.

Dia adalah laki laki yang baik, sangat baik. Dia perhatian dan sangat lembut pada orang lain.

Hingga memasuki bulan ke dua kami berteman, Guanlin menyatakan perasaannya.

Jujur saja aku terkejut. Aku tidak tahu jika selama ini Guanlin menyukai ku.

Tentu saja aku tidak bisa menerima nya. Sebaik dan seperhatian apapun Guanlin kepadaku, aku sudah memiliki orang lain. Dan tentu aku tidak perlu untuk menyebutkan siapa orang itu, kalian semua pasti sudah tahu jawabannya.

Saat itu aku sudah susah payah menjelaskan hal itu pada Guanlin. Aku rasa kita berdua akan lebih cocok menjadi teman.

Tapi Guanlin berfikir lain. Dia marah, sangat marah kepadaku.

Awalnya aku tidak percaya jika sifat  seseorang bisa berubah hanya dalam waktu kurang dari 24 jam. Tapi setelah kejadian itu aku mulai percaya.

Tidak ada lagi Guanlin yang perhatian, tidak ada lagi Guanlin yang selalu ramah pada setiap orang. Dan yang terakhir, tidak ada lagi senyum lebar yang biasanya muncul ketika laki laki itu tertawa.

Guanlin sudah berubah.

Hanya tatapan dingin yang selalu melekat pada dirinya. Sifatnya kini menjadi semena mena. Dan semua itu bertambah menjadi semakin buruk ketika dia bergabung dengan Eric dan Felix. Mereka bertiga kemudian membentuk sebuah genk.

Tak jarang mereka membully orang orang yang ada disekitar mereka. Dan aku pun tak lepas dari target mereka.

Berulang kali mereka mencoba menjadikan ku bahan kesenangan mereka. Entah yang tiba tiba mengguyurku saat aku tiba dikantin, membuang tas sekolah ku saat aku tidak ada dikelas hingga mencoret coret seragam olah ragaku dengan pilox berbagai warna.

Aku hanya menerima perbuatan mereka. Sedikitpun juga tidak ada rasa ingin balas dendam kepada mereka. Entah mengapa setiap aku melihat mereka, terutama Guanlin tentunya, perasaan bersalah itu muncul.

Aku tidak bodoh, aku cukup sadar jika aku adalah orang yang ikut menyebabkan semua ini bisa terjadi.

Aku telah merubah Guanlin. Sejak awal, aku lah yang telah menyakitinya.

Aku memasukan permen itu kembali kedalam plastik.

Tidak akan ada gunanya aku memikirkan hal itu.

Aku berdiri dan kembali masuk kedalam ruangan Yoonbin.

Dia langsung menatapku ketika aku masuk.

"Cepet banget? Ibu fikir kalian mau ngobrol dulu," kata ibu saat aku meletakan bungkusan itu diatas meja.

Aku menggeleng, "nggak kok bu, dia cuma nitipin ini aja."

Ibu mengangguk, lalu kembali menyuapkan bubur untuk Yoonbin yang beberapa saat lalu diantar oleh salah satu perwat.

"Biar aku aja bu."

Ibu tersenyum dan menyerahkan sepiring bubur berwarna putih itu.
"Yaudah, sekalian ibu mau keluar dulu ya, mau ngambil obat buat Yoonbin."

Aku mengangguk, setelah ibu pergi aku lanjut menyuapi Yoonbin.

Bohong jika aku tidak menyadari perubahan raut ekspresi serta pandangan Yoonbin. Itu jelas ketara menurutku.

"Apa?" Tanyaku saat dia terus menatapku.

Dia menggeleng pelan,  "Ternyata gue tidur udah lama banget ya."

:::
-fearless-

Fearless✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang