Aku fikir hari ini hanya Seoyeon lah yang berhasil memancing amarahku. Tapi ternyata tidak.
Saat aku ingin pulang dan segera menemui Yoonbin, tiba tiba seseorang datang dan membekap mulut ku, lalu ia menarik tubuhku menjauh.
Aku belum makan sejak pagi, tenaga ku nyaris habis. Aku tidak bisa berteriak. Aku hanya bisa diam ketika orang itu terus menyeretku.
Entah mengapa, keadaan sekolah sudah sepi. Sangat sepi, tidak ada orang lain yang melintas dikoridor ini. Padahal sekarang baru setengah jam sejak bel pulang sekolah berbunyi.
:::
Gudang olah raga.
Orang itu menyeretku kesana. Dia mendorongku hingga tubuhku menabrak ke dinding.
Sekarang aku tahu siapa dia.
"Mau ngapain lo!" Tanyaku ketika Eric semakin mendekat ke arahku.
Dia menunjukan smirk nya. "Jadi lo yang berani macem macem sama Seoyeon?"
Aku menahan tubuhnya yang kini hanya beberapa senti dariku. Tapi dia kembali mendekat kearah ku.
"Berani juga ya lo nyakitin Seoyeon!" Ucap Eric sambil mengangkat dagu ku dengan tangannya.
Satu tamparan keras mengarah ke pipiku, "Gue ingetin sama lo, jangan pernah lo berani macem macem sama Seoyeon. Ngerti lo?"
Aku berdecih, memegang ujung bibir ku yang sepertinya terluka. Dan benar saja, aku melihat darah ditanganku setelah aku memegangnya.
"Eric..eric.. lo tuh kok goblok banget sih jadi cowok? Mau aja gitu dimanfaatin sama Seoyeon! Lo nggak sadar ha?! Selama ini dia cuma ngejar si Guanlin! Dan lo? Lo cuma jadi mainan buat dia."
Entah mengapa, aku juga tidak tahu kenapa kata kata itu bisa meluncur dari mulut ku. Aku sama sama sekali tak berniat untuk mengucapkan hal itu.
Tapi aku rasa hal itu telah menyulut emosi Eric, wajahnya sekarang terlihat begitu merah.
Satu tamparan kembali aku dapatkan, kali ini terasa jauh lebih perih.
"Jaga ya omongan lo!"
Kali ini dia beralih untuk menarik kerah kemejaku. Dia menatapku dengan pandangan super tajamnya. Aku bahkan bisa merasakan nafasnya yang mendera wajahku.
"Lo tahu, lo itu cewek paling murahan yang pernah gue kenal." Eric kembali menghempaskanku hingga tubuhku kembali berbenturan dengan tembok. Aku merasa tubuh ku ngilu seketika.
"Bangun lo!" Serunya sambil berkacak pinggang dihadapanku.
"Dasar jalang!" Setelah itu dia malah meludah kearah ku. Tapi untung saja aku masih cukup sigap untuk menghindar.
Cukup sudah. Aku merasa harga diriku sudah dipermainkan.
Jika memang ini yang mereka mau, baiklah aku akan membalasnya.
Aku juga punya batas kesabaran, aku juga bisa marah ketika mereka sama sekali tak menghargai ku seperti ini.
Aku bangkit dan melempar tas ku kesembarang arah.
Eric tampak melihatku heran.
Hei, bukankah aku pernah bilang jika aku menguasai kemampuan bela diri? Dan aku rasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk memamerkannya. Ini akan menjadi panggung pertama ku setelah hampir 2 tahun aku tak terlibat dalam pertarungan.
Tanpa peringatan, aku langsung menyerangnya. Aku menjegal kakinya, hingga Eric langsung terjatuh.
Tak perlu banyak waktu, aku sudah memimpin pertarungan ini.
Tidak ada lagi Ryujin yang hanya terdiam ketika dihina. Tidak ada lagi Ryujin yang hanya pasrah ketika satu sekolah mengolok oloknya.
Saat ini hanya ada Ryujin, gadis petarung yang akan menjaga kehormatan dan harga dirinya.
"Udah gini doang nih kemampuan lo? Mana yang tadi ngancem ngancem gue? Mana!"
Aku menatap laki laki yang kini terbaring dilantai dengan keadaan mengenaskan. Sebenarnya bisa saja aku membuatnya lebih parah dari pada ini, tapi aku tidak bisa. Aku masih punya rasa kasihan.
"Denger ya! Jangan lo fikir yang selama ini selalu diem bakal tetep diem kalo lo udah main main sama harga dirinya!"
"Gue minta jangan pernah ganggu hidup gue lagi! Atau lo bakal berakhir lebih parah dari hari ini!"
"Bajingan."
Seperti yang tadi ia lakukan. Aku pun juga bisa melakukan hal yang sama. Aku meludah tepat disebelahnya.
Aku meraih tas ku yang tadi sempat aku lemparkan begitu saja. Kemudian segera pergi dari tempat itu.
Aku berlari begitu saja, tanpa melihat keadaan sekitarku.
Air mataku akhirnya menetes. Aku tidak menyadari jika ada seseorang yang juga tengah berjalan kearahku.
Seperti kisah cinta klasik pada umumnya, kami bertabrakan.
Dia menahan tubuhku sebelum aku sempat oleng ke belakang.
"Ryujin? Lo nangis?!!"
Aku mengangkat wajahku, aku baru sadar jika itu adalah Hyunjin.
Omong omong ini adalah pertama kali aku melihatnya semenjak dari acara camping beberapa hari yang lalu.
"Muka lo kenapa njing??!" Serunya sambil mengangkat wajahku supaya menghadap kearahnya.
"Ngomong sama gue siapa yang nyakitin lo kayak gini!!"
"NGOMONG WOY!!"
Aku menggeleng, aku tidak tahu kenapa belakangan aku tidak bisa mengotrol tubuhku sendiri.
Yang aku lakukan setelahnya adalah menabrakan tubuhku ke arah laki laki itu. Lalu aku malah menangis sesenggukan dalam dekapannya.
Hei, kenapa sekarang aku mudah sekali menangis seperti ini! Dan kemana prinsipku yang dulu? Bukankah dulu aku sangat membenci skinship dengan orang lain? Tetapi kenapa sekarang aku malah memeluknya.
Hyunjin terdiam, aku merasakan tubuhnya yang berubah menegang. Namun sesaat kemudian dia langsung balas memeluk ku dengan erat.
"Jangan takut, ada gue disini." Hanya kata kata itu yang Hyunjin ucapkan. Tapi cukup untuk membuatku merasa lebih tenang.
Denyutan dikepalaku terasa semakin menyakitkan. Aku tidak tahu, apakah ini efek benturan dengan tembok tadi atau kah efek dari perutku yang belum terisi sejak pagi hingga saat ini.
Yang jelas, sebelum aku benar benar menyadari nya, kesadaranku semakin berkurang hingga akhirnya hanya gelap yang bisa aku rasakan.
Suara teriakan Hyunjin yang memanggil namaku adalah hal terakhir yang bisa aku dengar sebelum kesadaranku benar benar benar hilang.
:::
-fearless-
KAMU SEDANG MEMBACA
Fearless✓
FanfictionDemi Tuhan, aku takut ketika hari itu harus terulang kembali. ▪cover pict from canva.