"Coba tebak, apa bedanya suara kucing sama anjing?" Ucap Jaemin memberi tebakan.
"Ya jelas bedalah goblok. Anak tk aja juga tahu kalo kucing itu suaranya 'ngeong' sama anjing itu 'gukgukguk'." Sahut Yuri, salah satu teman sekelasku.
"Salah. Yang bener mah kalo suara kucing itu 'meow'.."
"Terus kalo suara anjing?" Sahut Lucy.
"Kalau suara anjing itu 'aku cuma sayang sama kamu kok'."
Semua teman sekelasku langsung menyoraki Jaemin. Bahkan Minju sampa menutupi wajahnya dengan telapak tangan, mungkin karena dia malu.
Ini adalah malam terakhir camping ini dilaksanakan. Besok kita semua akan kembali ke sekolah.
Sekarang sudah sekitar 10 malam. Semua siswa sudah diberikan jam bebas untuk menunggu hingga waktu kepulangan.
Dan kelasku memutuskan untuk melakukan makrab. Sehingga terbentukalah lingkaran manusia di dekat tenda panitia.
Banyak hal yang mereka bahas. Salah satu nya candaan yang tadi Haechan dan Jaemin lontarkan.
Disini aku hanya menjadi pengamat, memperhatikan teman sekelasku yang mulai berbagi cerita mereka.
Omong omong disini aku merasa sedikit tidak nyaman. Dugaan ku kemarin salah, ternyata 'mereka' disini ada banyak sekali.
Hanya saja aku tidak bisa melihat wujud mereka. Aku hanya bisa mendengarkan suara ribut yang mereka ciptakan.
Ya, memang tidak di semua tempat aku bisa melihat mereka. Ada kalanya aku hanya bisa mendengar atau sekedar merasakan kehadiran mereka.
Saat di makam Bunda pun aku hanya merasakannya, aku tidak bisa benar benar melihat mereka.
Bisikan bisikan serta suara teriakan terus saja bergema ditelingaku. Jika aku boleh jujur, hal itu sangat mengganggu.
"Gue ke tenda dulu ya." Pamit ku pada Minju, tapi sepertinya dia tidak begitu mendengarkanku. Dia masih asik bernyanyi bersama teman sekelasku yang lain. Kali ini Jisung yang memimpin untuk membawakan salah satu lagu girlgroup korea yang telah diubah dalam versi dangdut. Bahkan beberapa dari mereka mulai menunjukan tarian asal asalan mereka.
Aku sempat tersenyum ketika melihat anak laki laki dikelasku begitu heboh menarikan lagu itu.
Aku ingin beristirahat ditenda. Setidaknya di tenda 'mereka' tidak seramai ini.
Aku berjalan dengan senter ponsel yang ku gunakan sebagai penerang. Suasana sudah lumayan sepi, aku fikir kebanyakan dari mereka sudah ke tenda masing masing.
Diujung sana aku melihat ada sekumpulan orang yang juga membentuk sebuah lingkaran, aku rasa mereka juga sedang melakukan makrab seperti yang kelas ku lakukan.
Entah mengapa, tiba tiba aku malah merasa ingin ke kamar mandi.
Aku memutuskan untuk memutar arah dan berjalan menuju kamar mandi.
Tapi langkah ku terhenti ketika melihat pemandangan dihadapanku.
Hyunjin yang tengah menghajar Guanlin habis habisan.
Aku bisa melihat Guanlin yang sudah tetkapar ditanah dan Hyunjin yang masih menginjak tubuh Guanlin.
"HYUNJIN! LO GILA HA!" Aku mendorong tubuh Hyunjin sehingga dia menjauh dari Guanlin.
Hyunjin tampak menatapku tajam. Aku merasakan ada suatu hal yang berbeda dari dirinya.
Sesaat kemudian, Hyunjin bergerak untuk meninggalkan tempat ini.
Namun aku lebih tanggap, aku mengejar nya dan berdiri tepat dihadapannya.
"Gak usah ikut campur." Suara Hyunjin terdengar sangat dingin.
Tapi aku masih tidak bergeming. "Maksud lo apaan? Lo nggak lihat anak orang hampir mati gara gara lo!" Kataku sambil menunjuk kondisi Guanlin yang memprihatinkan.
Hyunjin menunjukan smirk nya, "ya baguslah kalau dia mati. Gak akan ada yang gangguin lo lagi kan."
Aku menatap nya tak percaya.
"Awas, jangan pernah halangin gue." Hyunjin mendorong tubuhku hingga aku oleng kesamping.
Aku ingin mengejar Hyunjin, tapi aku rasa kondisi Guanlin saat ini lebih penting.
Aku menghampiri tubuh Guanlin. Melihat keadaan Guanlin membuat ku meringis. Aku fikir Hyunjin benar benar sedang kalap. Bagaimana mungkin dia menghajar Guanlin sampai seperti ini.
Sudut bibir dan hidungnya berdarah, wajahnya dupenuhi lebam. Bahkan sepertinya Guanlin sangat kesulitan walaupun hanya untuk membuka matanya.
"Tahan, kita ke pos perawatan sekarang." Kataku sambil membantu Guanlin berdiri.
Dia tidak menjawab, aku rasa kesadarannya tinggal setengah.
Awalnya aku merasa kesulitan, tubuh Guanlin jauh lebih besar dari pada aku. Tapi untungnya ada salah satu guru yang tengah berkeliling. Dia membantuku untuk membawa Guanlin.
Petugas medis yang memang disediakan jika terjadi keadaan darurat langsung sigap menangani Guanlin.
"Kenapa dia bisa sampai kayak gini?" Tanya Pak Doyoung, dia lah yang membantu membopong Guanlin tadi.
Aku menggeleng, "saya nggak tahu. Waktu saya sampai disana Guanlin udah dalam kondisi begitu. Dan tadi.."
"Tadi apa?"
"Tadi saya lihat Guanlin lagi bareng Hyunjin."
Pak Doyoung mengangguk, "anak itu lagi."
Meskipun pelan aku masih bisa mendengar ucapan Pak Doyoung.
"Yasudah, besok saja saya tanyakan hal ini sama Guanlin. Sekarang kamu kembali saja ke tenda. Ini sudah jam nya untuk istirahat. Biar Guanlin saya yang jagain."
Aku mengangguk, "ya pak."
Sebelum aku kembali, Guanlin sempat mencekal tanganku. "Thanks." Katanya dengan suara yang lemah.
"Anytime"
Setelah itu aku kembali menuju tendaku.
Sesampainya disana aku langsung beristirahat, Minju dan teman setendaku belum kembali. Sepertinya masih asik berkumpul dengan yang lain.
Aku ingin segera tidur, tapi fikiran ku melayang ke kejadian tadi.
Aku malah memikirkan Hyunjin. Tatapan matanya, suara dinginnya. Aku merasa aneh, itu seperti bukan Hyunjin yang bersamaku selama beberapa minggu belakangan ini.
Fikiran mengarah pada saat aku dan Hyunjin berada didalam bis, apa mungkin Hyunjin sedang kesurupan?
:::
-fearless-
KAMU SEDANG MEMBACA
Fearless✓
FanfictionDemi Tuhan, aku takut ketika hari itu harus terulang kembali. ▪cover pict from canva.