Di sebalik takdir.
"Kalau Tim dan Lisa dah tak boleh bersama, just let her go".
Masih terngiang-ngiang ayat itu dituturkan oleh lelaki yang suatu masa dulu telah menetapkan perkahwinan Mateen dan Elisa.
"Daripada Tim seksa jiwa dia, baik Tim lepaskan dia. Jangan jadikan dia isteri yang nusyuz sedangkan Tim sendiri dah buat salah".
Ketika berita pergolakan rumahtangganya menjadi perbualan hangat di media cetak dan elektronik, serata dunia mula membuat spekulasi akan berlakunya perpisahan.
Tatkala fitnah tentang kecurangan Elisa tersebar, Mateen dihubungi paduka ayahandanya. Itu permintaan ayahanda, meminta dia melepaskan Elisa.
"Ini rumahtangga Tim, dad. Can you please at least for once, let me decide what best for my marriage".
Itu yang dibalasnya. Tiada niat Mateen untuk meninggi suara dengan paduka ayahandanya. Tapi dia sudah muak, bosan apabila masalah rumahtangganya dimasuk campur orang lain hatta ayahandanya sendiri.
Mateen lepas keluhan berat. Terasa perkara itu semakin hari semakin mengganggu fikirannya. Sejak pertemuannya dengan Elisa di Jabal Rahmah, Mateen tidak dapat melupakan wajah tenang bekas isterinya itu.
Setiap kali dia pejam mata, senyuman dan renungan mata Elisa terbayang di mindanya. Wanita itu selalu masuk ke dalam mimpinya. Tidak pernah bersuara, tapi hanya senyuman yang terukir di bibirnya.
"Sah! Aku dah gila talak", bisik Mateen pada diri sendiri. Kepala yang tidak sakit diurut perlahan sambil pejam mata. Sudah beberapa jam dia mengurung diri dalam pejabatnya di tingkat tiga Istana Nurul Izzah selepas menghantar Mirza ke sekolah pagi tadi.
Entah kenapa hari ini dia terasa begitu sunyi. Ramadhan pertama tanpa isteri di sisi. Meskipun Ramadhan lepas juga tiada serinya, namun Elisa masih disisi. Masih menjalankan tanggungjawab sebagai seorang isteri. Menyediakan segala juadah bersahur dan berbuka puasa meski dia sendiri tidak menjamah makanan yang dimasak Elisa.
Bunyi satu notifikasi dari laptop atas meja di depannya membuatkan Mateen buka mata. Bibirnya mengukir senyum lebar. Email baru dari HME Interiors. Segera jemarinya menekan butang Enter pada papan kekunci untuk membuka email tersebut.
Kepala diangguk-angguk dan senyuman tidak lekang di bibir ketika dia sedang membaca email tersebut. Lebih tepat lagi, email dari Elisa.
"Not bad. Kuat betul daya ingatan dia. Dia tak pernah lupa interior design Nurul Izzah", puji Mateen. Gambar yang dilampirkan sekali dalam email tersebut diteliti satu persatu. Hampir sebulan dia berhubung dengan Elisa melalui email mengenai dekorasi dalaman sebuah kondominium mewah di Dubai.
"I did this for us, Elise. For you and for our kids. I tak harap you terima I semula, tapi cukuplah kalau you bagi I peluang untuk masuk dalam kehidupan you yang sekarang. I know you're happy with your life now and I want to be part of it. Even not as your husband", bisik hati kecil Mateen. Meski sudah acapkali Elisa kata yang dia sudah memaafkan Mateen, namun Mateen masih rasa dia tidak layak untuk dimaafkan. Walau kekhilafan itu adalah kerana orang ketiga, tapi Mateen tahu dari awalnya dia yang bersalah.
Jemari Mateen pantas menari di atas papan kekunci, membalas email yang diterimanya tadi.
'Great work! Well done, Miss Lisa. Let's meet up at the condo. I would like to view my home. My PA will contact you and arrange the date for viewing. Probably before Eidul-fitr'
Hantar!
Mateen akan ke sana untuk lihat sendiri hasil rekaan dalaman sentuhan Elisa. Sudah tentu ia sesuatu yang tersangat istimewa untuk Mateen. Dia lakukan semua ini untuk Mirza dan Lily. Dan juga untuk Elisa, semestinya. Ada sebab Mateen buat semua ini dan dia mahu Elisa tahu niatnya itu nanti.
YOU ARE READING
Love You, My Prince II: Alasan Untuk Bahagia
Romance~Sekuel Love You, My Prince~ "Promises are made to be broken" - ELISA Ribut bisa datang menggoyah bahtera. Gelora bisa menghempas tanpa mengira masa. Ketika bahagia menyulam cinta, badai datang membawa derita. Bencana yang menimpa menyebabkan bahter...