Mereka semua sudah sampai di rumah Om Arta. Untung saja dia mengijinkan mereka semua masuk ke dalam. Jika tidak, Tiara pasti akan cemberut lagi.
"Ra, mau rambutan?"
"Mau."
"Ya udah kita ambil." Arta beranjak dari sana. Dia mengambil sesuatu di balik gubuk.
Arta kembali dengan membawa galah di tangan kanan. Dia menyerahkan kepada Tiara.
"Apa ini?" tanya Tiara tak mengerti.
"Galah."
"Bukan itu maksudnya. Maksud gue mau apa?"
"Ambil buah rambutan. Katanya lo mau," jawab Arta tanpa beban.
"Gue sendiri?"
"Iya. Gue juga mau ambil pakai galah yang lain."
"Kalau gue nggak bisa gimana?"
"Nanti gue bantu."
"Oke."
Tiara mulai memetik buah rambutan memakai galah. Gadis itu memutar galah tersebut untuk mendapatkan rambutan yang sudah terapit galah.
Tiara melihat ke arah Arta. Laki-laki itu sudah mendapatkan banyak sekali rambutan. Tapi Tiara satu pun belum mendapatkan nya.
"Arta?" panggil Tiara kesal.
"Apa?"
"Bantuin gue, susah banget sih di petiknya. Nanti bilangin ke Om lo, kalau tanam rambutan jangan banyak-banyak, nanti pohon nya ketinggian. Gue jadi nggak bisa ambil deh," cerocos Tiara kesal.
Arta berjalan mendekati Tiara. Dia mengambil alih galah tersebut.
"Pegang!" suruh Arta.
"Iya-iya." Tiara menuruti perintah dari Arta. "Kalau gitu nggak usah diambil lagi sama lo."
Arta paham betul kalau Tiara sedang kesal. Akhirnya ia memutuskan untuk membantu Tiara memetik rambutan.
Tanpa Arta sadari, dirinya sudah memegang punggung tangan Tiara. Cowok itu membantu Tiara memetik rambutan.
Tiara melirik ke arah Arta. Ternyata cowok itu berbeda dari perkiraan Tiara. Malah sangat jauh.
Tak terasa Tiara dan Arta sudah memetik buah rambutan dengan sangat banyak.
"Woy! Jangan pacaran aja kali. Ada yang jomblo nih," seru Jesi nyaring. Tiara melepaskan tangannya dari Arta.
"Udah banyak, ya. Gue rasa ini udah cukup."
Arta tersenyum singkat. "Gue rasa juga gitu. Ohh iya, dari tadi lo liatin gue aja. Kenapa? Gue ganteng ya?" Arta memberikan senyum jahilnya kepada Tiara.
"Nggak." Tiara berjalan mendekati Reva dan Jesi yang asik memakan camilan sedari tadi.
-o0o-
Setelah mereka semua memakan buah rambutan dan berbagai camila lainnya, Arta dan Aldi ijin untuk pergi sebentar.
"Gue sama Aldi pergi dulu ya. Kalian nggak usah takut sama Om gue, dia baik kok."
"Mau kemana lo?" tanya Jesi.
"Keliling sebentar. Nggak lama kok."
"Oke."
Mereka berdua beranjak dari sana. Sepertinya mereka sedang merencankan sesuatu yang penting.
Arta merasa sudah aman. Dia memulai bicara sesuatu kepada Aldi.
"Di, gue rasa semua ini ada hubungan dengan cewek itu."
"Lo yakin? Gue nggak mau nuduh siapa pun, ya."
"Gue nggak nuduh, Di. Saat gue lihat plat nomer mobilnya, itu sama kayak yang nabrak Tiara."
"Mungkin aja lo salah lihat kali, Ar. Buat gue nggak terlalu penting siapa yang nabrak Tiara. Yang jelas, kita harus buat dia ingat kembali," jelas Aldi panjang lebar.
"Nggak. Buat gue siapa yang udah nabrak Tiara itu penting banget. Lo nggak tahu kan? Gue lihat secara langsung."
"Oke, kalau lo mau cari tahu siapa penabraknya. Gue rasa dia nggak sengaja. Buktinya dia bayar semua biaya Tiara saat di rumah sakit."
"Bisa jadi dia sengaja tabrak Tiara. Apa rencana lo selanjutnya?"
"Gue udah ada rencana. Tapi lo harus ikutin perintah gue, Ar."
"Apa?"
"Balik seperti Arta yang dulu. Yang nggak kenal sama namanya cinta. Nggak kenal Tiara dan nggak suka dia. Balik seperti Arta yang dingin, cuek terhadap semua hal." Aldi memegang kedua bahu Arta.
"Maksud lo? Gue harus lakuin semua itu? Lo tahu kan, Di. Waktu itu aja gue nggak tahan banget."
"Kalau lo nggak mau juga nggak apa-apa. Tapi itu satu cara buat dia ingat kembali tentang dulu. Kalau bisa ubah penampilan lo seperti waktu SMP, pertama kali lo ketemu sama Tiara."
Arta menimbang sesuatu. "Oke."
-o0o-
Hai! Makasih ya udah mau baca ceritaku ini. Makasih juga udah mau tunggu cerita ini update.
Maaf ya kalau aku lama banget updatenya.
Jangan lupa vote and comment ya teman-teman. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Problem In The Past
Teen FictionAku rindu kamu yang menghilang selama bertahun-tahun. Tapi sekarang aku sudah bertemu dirimu lagi, walaupun kamu tidak mengenal diriku. -Artaseno Pradipta Apa benar kalau kita sudah saling mengenal satu sama lain dulu? Tapi kenapa aku tidak tahu apa...