19.Kejadian Mengerikan

29 8 0
                                    

9 hari sudah mereka lewati. Mereka semua memutuskan untuk kembali pulang ke Jakarta.

Mereka juga sudah berpamitan kepada Paman Arta dan juga Om Arta. Tapi sebelum itu, mereka memutuskan untuk jalan-jalan sekali lagi sebelum kembali ke Jakarta.

"Mau ikut gue ke jalan mawar nggak?" tanya Aldi kepada teman-temannya.

"Lo tahu jalannya, Di? Kalau tahu boleh aja, sebelum kita balik ke Jakarta," sahut Reva.

"Tahu. Gue nggak bakal nyasar kali."

"Oke."

Jalan mawar? Sepertinya gue kenal dengan jalan itu, batinnya.

Tiara tersadar dari lamunannya. Untung saja Reva menyadarkan dirinya. Jika tidak, ia pasti sudah tertinggal.

Mereka semua sudah sampai di jalan mawar. Tiara melihat sekeliling jalan itu. Sepi, tidak ada apa pun di sini.

"Ar, kita ngapain di sini? Sepi."

"Lo lihat aja sekitar sini. Pemandangan nya bagus kan?" tanya Arta kepada Tiara.

Apa yang bagus di sini? Hanya ada pepohonan yang tidak terlalu besar di sini.

"Ar, fotoin aku dong."

"Kamu ngapain foto di sini? Pemandangan nya kan nggak terlalu bagus?"

"Udah nggak apa-apa. Lumayan bisa nambah koleksi fotoku."

"Iya-iya. Mau di mana?"

"Di sana. Nanti aku berdiri di dekat pohon besar itu, eh salah. Di dekat pohon tidak terlalu besar itu. Nanti kamu fotoin ya? Yang bagus lho."

"Iya, Ra. Udah cepat sana."

"Oke."

Cewek itu menyebrangi jalan untuk sampai di pohon yang rindang itu.

"Aaaa!"

"Tiara!!"

"Ar?" panggil Aldi. Dia memecahkan lamunan Arta.

"Hah?"

"Sepertinya Tiara mengingat sesuatu."

Arta melirik ke arah Tiara. Gadis itu masih diam sejak tadi. Apa mungkin dia mengingat sesuatu?

Arta menoleh ke arah Reva dan Jesi yang asik berfoto di pohon rindang itu. Tidak. Reva yang terus membujuk Jesi untuk berfoto dengan nya.

Tapi Jesi selalu menolak ajakan Reva. Apa benar, gadis itu ada hubungannya dengan Tiara?

"Ra! Sini deh, foto bareng gue yuk. Jesi nggak mau diajakin foto." Suara cempreng khas Reva sudah berbunyi. Artinya dia sudah sangat ingin melakukan kegiatan itu.

Tiara mengangguk sebagai jawaban. Bergegas dia ke sana. Gadis itu menyebrangi jalanan yang sepertinya sepi.

Tiara berjalan santai tanpa melihat ke kiri dan kanan nya.

"Ra, awas!" teriak Arta.

Tiara menoleh ke kanan nya. Gadis itu mundur selangkah menghindari mobil yang berjalan cepat di depan nya.

Untung saja dia berhasil menghindar dari mobil itu. Jika tidak, sudah dipastikan dia akan tertabrak oleh mobil tersebut.

Tiara masih mengatur napasnya yang tersenggal-senggal akibat kejadian mengerikan tadi.

Arta mendekati Tiara yang masih berada di tengah jalanan. Laki-laki itu memegangi pundak Tiara.

"Lo nggak apa-apa?" Arta sangat khawatir dengan Tiara. Dia takut jika kejadian itu terulang kembali.

"Gue nggak apa-apa kok. Makasih udah beri tahu gue," ucapnya masih tersenggal-senggal.

Reva dan Jesi juga mendekat ke arah Tiara. "Ra, maaf ya. Kalau aja gue nggak suruh lo ke sana, pasti kejadian ini nggak akan terjadi." Reva merasa sangat bersalah dengan Tiara. Dia takut jika sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Lebih baik kita pulang sekarang aja," sahut Aldi cepat.

Mereka semua mengangguk setuju dengan Aldi.

-o0o-

Tiara sudah duduk di kursi mobil. Kali ini Jesi ikut bersama mereka berdua.

Tiara yang mengajak Jesi untuk ikut dengannya. Sepertinya Tiara masih syok dengan kejadian tadi.

"Ra, nggak usah dipikirin lagi kejadian tadi," ujar Jesi berusaha menenangkan Tiara.

"Nggak kok, gue nggak kenapa-napa."

"Beneran? Mau minum nggak?"

"Nggak usah. Makasih."

Jesi mengangguk mengerti. Sepertinya Tiara sedang tidak ingin diganggu.

Sementara itu, Arta berpikir keras di depan. Apakah Tiara mengingat sesuatu? Jika tidak, hal itu sangat sia-sia.

"Kak, bangun. Jangan tinggalin Dita sama kak Arta."

"Dit, jangan sedih. Ara pasti akan baik-baik aja," ucapnya meyakinkan Dita.

"Nggak! Kakak pasti bohong sama aku. Aku cuma takut kalau kak Ara terluka atau kak Ara nggak ingat lagi sama kita."

"Dita, kamu lihat kakak. Dia pasti baik-baik aja, kamu jangan nangis."

"Bohong. Kakak bilang aku jangan nangis, tapi kakak sendiri malah nangis."

"Kakak nggak nangis. Kakak cuma kelilipan aja."

-o0o-

Baca terus kelanjutannya ya. Makasih untuk semuanya.

Jangan lupa vote and comment. Makasih.

[1] Problem In The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang