25. Minta Maaf

31 7 2
                                    

Tiara baru saja ke luar dari mobil miliknya. Gadis itu berjalan dengan lesu. Seolah dia sangat malas untuk pergi ke sekolah hari ini.

Jesi baru saja datang dengan  kedua orang tuanya, yang sepertinya ingin berangkat bekerja.

Jesi melihat Tiara berjalan seperti tanpa tenaga. Wajah yang tidak se-ceria biasanya.

"Ra, lo kenapa?" Jesi sudah berdiri di samping Tiara.

"Nggak apa-apa."

"Lo sakit?"

"Nggak kok."

"Terus kenapa? Lo lagi ada masalah? Cerita aja sama gue. Siapa tahu gue bisa bantu lo," sahut Jesi perhatian.

"Gue nggak ada masalah apa-apa. Gue cuma lagi malas berangkat sekolah aja," jawab Tiara berbohong.

"Beneran?" sepertinya Jesi sedikit tidak percaya dengan jawaban Tiara.

Tiara mengangguk kecil. Gadis itu memastikan kalau Jesi percaya apa yang dikatakannya.

"Oke kalau gitu."

Tiara menghela napas panjang. Jesi sudah percaya dengan ucapannya.

Maafin gue ya, Jes, batinnya.

Mereka berdua melanjutkan perjalanannya untuk sampai di kelas.

Tiara sangat berharap kalau Reza tidak datang hari ini ke sekolah. Dia masih sangat marah kepada cowok itu.

Bagaimana Reza bisa melakukan hal itu, memisahkan Tiara dengan Arta.

Tiara menaruh tasnya di kursinya. Lalu pergi menuju ke luar. Tepat saat Tiara ingin pergi ke luar dari kelasnya. Arta baru saja datang. Mereka berdua saling bertatap muka untuk beberapa detik.

Tapi, Arta langsung memutuskan kontak matanya dengan Tiara. Kini, cowok itu langsung masuk ke dalam kelasnya.

"Apa Arta masih marah sama gue?" tanya Tiara pada dirinya sendiri.

Tiara berjalan menghampiri Arta. Ia memegang kedua tangan Arta. Cowok itu terkejut dengan tindakan Tiara.

"Ar, maafin gue. Gue tahu lo marah sama gue, maaf Ar. Lo bisa pukul gue, tapi tolong jangan diemin gue kayak gini." Tiara masih memegang kedua tangan Arta. Gadis itu menundukkan kepalanya. Arta tidak boleh melihatnya menangis. Cowok itu tampak terkejut dengan pengakuan Tiara. Arta mengusap air mata yang berada di pipi Tiara.

Tiara mengangkat wajahnya perlahan. Menatap manik mata hitam pekat. Tiara tidak bisa menyembunyikan air matanya dari cowok itu.

"Kenapa lo harus minta maaf? Seharusnya gue yang minta maaf sama lo. Maaf karena gue udah kasar sama lo. Gue nggak bermaksud bentak lo kayak kemarin. Tolong maafin gue, Ra." Cowok itu menyentuh pipi Tiara dengan kedua tangannya. Mengusap air mata yang masih turun di pipinya.

"Lo nggak salah, Ar. Seharusnya gue ngerti perasaan lo."

Arta mengerinyit heran. "Perasaan gue?"

Tiara mengangguk sambil tersenyum. "Lo suka kan sama gue?"

Arta menahan tawanya. Ia tidak boleh tertawa di hadapan Tiara sekarang. Tiara menangkap keanehan pada wajah Arta.

"Kenapa? Yang gue bilang barusan bener, kan?"

Arta tidak bisa menahan tawanya lagi. Cowok itu tertawa terbahak-bahak. Bagaimana gadis itu bisa berpikir sejauh itu?

Setelah dirasa cukup, Arta berhenti tertawa. Ia menatap Tiara yang berdiri di hadapannya. Memegang kedua pundak cewek itu.

"Apa ada obat penyembuh kegeeran?"

-o0o-

Aldi, Reva, dan Jesi sedang berkumpul di kantin. Mereka merencanakan sesuatu untuk Arta dan Tiara berbaikkan.


"Lo punya ide apa?" ujar Reva. Jesi dan Aldi hanya diam. Menikmati minuman masing-masing. Reva mendengus kesal. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya.

"Hai teman-temanku yang cantik dan ganteng. Jawab pertanyaan gue!"

Jesi hanya mengidikkan bahunya. Menikmati minuman kesukaannya. Reva lagi-lagi harus bersabar menghadapi teman seperti ini. Ia menarik gelas teman-temannya.

"Karena kalian nggak jawab pertanyaan gue. Gue nggak jadi traktir kalian. Alias kalian harus bayar SENDIRI!" Reva menyerahkan kembali gelas kepada mereka berdua. Reva menghentak-hentakkan kakinya kesal. Ia meninggalkan mereka berdua.

"Sukur murah," sahut Aldi.

-o0o-


Sampai jumpa di part berikutnya.

Jangan lupa vote and comment ya. Makasih semuanya.

[1] Problem In The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang