"Kak Ara, mau ke mana?" tanya seorang perempuan cantik, dengan kedua lesung pipi di pipinya, saat dia sedang tersenyum.
"Kakak mau ke kamar dulu. Kamu tunggu di sini, ya," jawab perempuan yang bernama Tiara. Dengan senyum manisnya yang membuat orang di sekitarnya menjadi suka padanya.
"Jangan lama-lama ya, Kak. Dita takut sendiri," kata gadis yang bernama Dita.
"Iya. Kakak mau ngambil buku diary kamu yang ketinggalan waktu itu. Nggak apa-apa, kan?" tanya Tiara yang selalu dipanggil Ara oleh siapa pun.
"Iya, nggak apa-apa, Kak. Kak aku boleh ke toilet nggak?"
"Boleh lah, kamu nggak perlu minta izin gitu. Anggap aja rumah sendiri," ucap Tiara, lalu bangkit dari kursi yang sedari tadi ia duduki.
Tiara menaiki satu persatu anak tangga untuk sampai ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Dia membuka pintu kamarnya dan langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur berwarna merah muda kesayangannya.
Gadis itu menatap langit- langit di kamarnya dengan tatapan kosong. Tiara sangat lelah hari ini. Ia ingin sekali istirahat, tapi Dita tiba-tiba saja datang ke rumahnya tanpa sepengetahuan Tiara.
"Dita kesini lagi, gimana dong. Dia pasti marah lagi sama gue," ucap Tiara bermonolog sendiri.
"Semoga besok gue nggak ketemu sama dia lagi, tapi nggak mungkin. Besok ada jadwal olahraga sama kelas dia."
Tiara menghela napas pasrah. Jika dia bertemu dengan laki-laki yang waktu itu ditemuinya sedang memarahi seorang gadis karena bertemu dengan nya. Tiara sangat menyesal, seharusnya dia yang di salahkan, bukan gadis itu.
"Kak Ara, Kakak dimana? Aku naik ke atas ya!" teriak Dita dari lantai bawah.
"Eh? Ini kakak lagi cari buku diary kamu. Sebentar ya." Tiara yang tadinya membaringkan tubuhnya di atas kasur, kini dia sudah berdiri karena suara teriakan Dita dari bawah.
Sebenarnya Tiara berbohong kepada Dita kalau dia sedang mencari diary milik gadis itu. Padahal buku diary-nya sudah ada di atas meja belajar.
Tidak ada sahutan dari gadis itu. Dia pasti sedang menggerutu karena setiap kali dia ke sini, Tiara tidak pernah mengijinkan dia masuk ke dalam kamarnya.
Tiara akhirnya turun ke bawah untuk memberikan diary milik Dita. Dia sangat berharap gadis itu segera pulang ke rumahnya.
"Nih buku diary kamu." Tiara memberikan buku diary berwarna biru dengan dihiasi pita berwarna pink kepada Dita.
"Makasih. Kak Ara capek ya? Apa aku ganggu kakak?" tanya Dita dengan wajah yang merasa bersalah.
"Hah? Nggak kok. Tadi Kakak cari buku kamu ke mana-mana terus kena debu jadi bersin-bersin deh. Emang keliatan capek ya?"
"Iya. Hm... ya udah Kak, aku pulang dulu ya. Makasih Kak udah temenin aku," ujar Dita, lalu bangkit dari kursinya.
"Sama-sama. Oh iya, jangan bilang sama Kakak kamu ya, kalau kamu main kesini."
"Oke kak." Dita mengacungkan ibu jarinya pertanda dia mengerti. Seulas senyum cantiknya dengan kedua lesung pipi terhias di wajahnya.
-o0o-
Hari Rabu. Dimana siswa- siswi kelas 11 ipa dan 11 ips berolahraga. Banyak yang menyukai pelajaran olahraga. Mereka semua punya alasan masing-masing untuk itu. Tapi, tidak dengan Tiara. Dia sangat tidak suka dengan hari Rabu karena jam pelajaran olahraga.
Bukan tidak suka pelajaran olahraga, tapi dia malas bergabung dengan kelas 11 ips. Kelas laki-laki yang selalu menganggu dirinya dan temannya.
"Ra, lo nggak pemanasan?" tanya Jesi. Teman sebangku yang mempunyai sifat tomboy, pintar dan juga cantik. Berambut sebahu, mata berwarna coklat, hidung mancung dan berkulit putih. Sempurna.
"Nggak lah gue males," jawab Tiara seadanya.
"Ada dia ya?" Jesi sudah mengetahui tentang laki-laki yang selalu menganggu Tiara. Dia termasuk salah satunya.
"Hm...." Tiara hanya berdeham saja sebagai jawaban. Gadis itu mendengar dan melihat teman-temannya yang sedang pemanasan bersama kelas 11 ips.
"Anak-anak kalian sudah pemanasan?" Pak Dibyo sudah datang dengan membawa bola basket di tangan kanannya.
"Sudah Pak!" jawab anak- anak kelas 11 ipa dan ips. Bukan hanya olahraganya saja yang sama, tetapi guru olahraganya pun sama.
"Bagus kalau gitu. Apa ada yang belum pemanasan?" ucapan Pak Dibyo membuat Tiara mematung di tempat.
"Baiklah kalau tidak ada. Kita mulai olahraganya sekarang. Mulai dari kamu." Pak Dibyo menunjuk laki-laki yang sedang duduk bersama teman-temannya.
"Saya Pak?" laki-laki itu menunjuk dirinya sendiri.
"Iya kamu. Kamu kelas 11 ips kan?"
"Iya Pak," jawab cowok yang memakai topi di kepalanya.
"Sama kamu. Yang lagi ngobrol." Tunjuk Pak Dibyo. Jesi yang merasa temannya sedang di tunjuk oleh Pak Dibyo, segera memberi tahu teman di sebelahnya.
"Ra, disuruh ke sana," ucap Jesi.
"Ngapain?" tanya Tiara.
"Kayaknya disuruh contohin deh."
"Oh oke," ucap Tiara dengan santai. Sepertinya Tiara belum mengetahui siapa yang menjadi pasangan untuk mempraktikkan olahraga bola basket.
Tiara berjalan ke arah Pak Dibyo. Dia baru menyadari kalau yang menjadi pasangannya kali ini adalah dia.
"Pa ... Pak saya sa ... sama di ... dia?" ucap Tiara gugup. Dia melihat cowok itu sedang menatapnya dengan tajam.
"Iya. Ada masalah?" tanya Pak Dibyo.
"Ada. Eh nggak ada ma ... maksudnya," jawab Tiara terbata-bata.
"Bagus. Kalian tolong praktikan cara memainkan bola basket dengan benar," ucap Pak Dibyo. Tiara yang mendengar itu, langsung diam tak bergerak.
"Be ... berdua aja Pak?"
"Kamu kenapa? Kalau kamu nggak mau ya sudah," ucap Pak Dibyo dengan lantang.
"Eh? Mau Pak. Baiklah saya dan dia akan lakukan," ucap Tiara dengan pasrah. Tiara melihat ke arah cowok itu, dia sedang tersenyum puas ke arahnya.
-o0o-
Ini cerita baru aku, judulnya Problem in the past. Semoga kalian suka sama cerita baruku ya.
Jangan lupa vote and comment. Terima kasih yang sudah mau membaca dan vote ceritaku.
Salam
Angeliya_KN
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Problem In The Past
Ficção AdolescenteAku rindu kamu yang menghilang selama bertahun-tahun. Tapi sekarang aku sudah bertemu dirimu lagi, walaupun kamu tidak mengenal diriku. -Artaseno Pradipta Apa benar kalau kita sudah saling mengenal satu sama lain dulu? Tapi kenapa aku tidak tahu apa...