11. It's just....

45 4 0
                                    

Berhenti melambungkanku jika kau tak ada untuk menangkapku saat kembali menapak bumi.

• ~~ • ~~ •

"Terima kasih...." Ifabella spontan memeluk Rama saat mereka sudah kembali ke belakang panggung. Membuat tubuh si ketua OSIS kaku seketika. Tak mengira akan mendapat perlakuan semanis itu dari Ifabella. Di wajahnya tercetak senyum terlebar yang pernah Rama lihat. Bahkan sedikit tergelak.

"Aku mau cari papa." Setelahnya, Ifabella langsung mengurai pelukan dan berlari keluar dari belakang panggung.

Rama masih terdiam dan menjadi tercengang saat Ifabella berhenti tepat di akses masuk sesaat sebelum menghilang. Mengulas sebuah senyum yang terpatri dalam hati Rama.

• ~~ • ~~ •

Sepasang mata cokelat tua bergerak menyisir seluruh aula. Mencari sosok laki-laki dewasa yang tadi dilihatnya di dekat pintu masuk.

Tiba-tiba pandangannya terhalang oleh seseorang. Ifabella berpaling dan akan segera berlalu sebelum sebuah suara menghentikan langkahnya, "Halo Bella...." suara yang terdengar penuh benci menyapa telinga Ifabella.

Untuk sesaat Ifabella hanya bisa terpaku. Terlalu terkejut dengan kenyataan bahwa orang itu masih punya muka dan nyali untuk menyapanya. Tanpa sadar jemarinya mulai meremas bagian bawah gaun.

Amarah perlahan mulai muncul. Detakan jantungnya di atas normal. Ifabella menarik napas panjang. Mengembuskannya dengan perlahan. Ia merasa perlu menenangkan diri sebelum melakukan sesuatu yang akan berakhir dengan keributan, dengan ia yang akan mempermalukan dirinya. Juga Reivan, bila ayahnya itu belum pergi.

Ia tidak salah dan tidak melakukan kesalahan. Jadi Ifabella merasa tidak berkewajiban untuk membalas sapaan itu. Omong kosong dengan sopan santun. Semua yang terjadi karena ulah orang yang menyapanya itu.

Mengangkat dagu sedikit lebih tinggi, Ifabella menggerakkan kaki menjauh dari sana. Memutuskan untuk melanjutkan mencari Reivan. Tanpa ia ketahui bahwa tiga pasang mata menatap penuh minat interaksi mereka.

Melisa hanya bisa menggeram dalam hati. Sedikit menghentak kakinya. Pandangannya tetap terarah ke punggung Ifabella yang semakin mengecil.

Ia kesal dan marah. Tak menyangka Ifabella akan mengabaikannya seperti itu. Juga masih terluka. Sakit karena tidak bisa menghilangkan rindu pada gadis yang bertahun lamanya telah menjadi sahabatnya.

Semua yang terjadi memang disebabkan olehnya. Tapi rasa tidak suka dan benci pada Ifabella tiba-tiba hadir begitu saja saat Melisa berhadapan dengan kejadian itu. Hingga dengan perlahan ia mulai mencari cara menjatuhkan Ifabella di setiap kesempatan yang ada.

• ~~ • ~~ •

"Happy Valentine...." bisikan Rama memecah lamunan Ifabella yang saat ini duduk di bangku dekat lapangan basket.

Setelah tidak menemukan Reivan, Ifabella memutuskan untuk menenangkan diri. Lima belas menit cukup untuk menormalkan kembali detakan yang muncul karena rasa marah dan terluka. Tetapi lima belas menit tidak pernah cukup untuk menormalkan debaran yang selalu muncul setiap kali bersama Rama.

Dalam redup cahaya, Ifabella bisa melihat binar lembut di mata Rama.

"Happy Valentine, pacarnya Rama...." ucap Rama sekali lagi yang dibalas Ifabella dengan senyum tipis seperti biasa.

IF... (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang