Langit tak selalu biru, tapi akan ada pelangi di balik setiap badai
• ~~ • ~~ •
"Bel!" teriakan Melisa tak diindahkan Ifabella. Ia berjalan semakin jauh. Melewati Rama. Sekuat tenaga Ifabella menahan kakinya agar tidak berlari. Ada ego yang menyuruhnya untuk tetap melangkah biasa. Tidak mengijinkan orang lain mengetahui bahwa ia terluka.
"Bel!!" Melisa menyusul gadis yang seolah menulikan telinganya.
"Bella butuh waktu," ucap Rama menghalangi Melisa mengejar Ifabella.
"Ta-"
"Kalau lo sayang Bella, biarin dia nyembuhin lukanya dulu." Ada sedikit amarah yang terdengar dalam suara Rama hingga Melisa bergidik.
"Aku cuma mau minta maaf."
"Bella bilang dia udah maafin lo kan?"
Melisa mengangguk, "Tapi dia...."Mata Melisa mengikuti gerak Ifabella yang makin menjauh.
"Bella butuh waktu seperti yang dia bilang. Lo jangan egois dengan maksa dia," ucap Rama lalu melangkah mengejar Ifabella. Meninggalkan Melisa yang hanya bisa terpaku. Menatap nanar dengan hati yang dipenuhi penyesalan.
• ~~ • ~~ •
Ifabella merasa tubuhnya limbung sesaat sebelum sebuah rengkuhan mendekapnya erat. Aroma maskulin yang sudah akrab dengannya melingkupi Ifabella. Mengantar kehangatan dan rasa tenang yang sekonyong-konyong muncul.
Rama tak bersuara. Hanya tangannya yang sesekali menepuk lembut punggung Ifabella. Lengan kokoh dengan otot yang terbentuk karena aktivitas fisik yang Rama gemari, mengirim janji bahwa pemuda itu siap melindungi Ifabella. Perlahan, Rama mulai bergerak ke kiri, ke kanan. Mengayun tubuh dalam dekapannya layaknya buaian bayi pengantar tidur.
Menit berlalu. Lampu-lampu penerang di tempat parkir sudah menyala, mencoba mengganti pendar matahari. Ifabella masih diam tak mengeluarkan sepatah kata. Matanya terpejam, merasakan detak jantung Rama. Menenangkannya. Lalu di tengah ayunan dan debar itu terdengar gumaman Rama yang menyentak Ifabella. Barisan lirik itu menggugah Ifabella. Bongkahan amarah yang masih bercokol terurai pelan berganti emosi lain. Rama mengeratkan pelukan kala isakan lirih masuk ke indera pendengarannya. Seiring tangis memilukan itu, tubuh Ifabella bergetar makin hebat. Seragam Rama sudah kuyup, tapi tangis Ifabella tak kunjung berhenti. Rama membiarkan gadis kesayangannya meluapkan segalanya.
"Lo tahu kalau semua yang terjadi ada alasannya?" tanya Rama. Ifabella bergeming.
"Gue antar pulang. Udah malam banget," ucap Rama seraya mengurai pelukan mereka. Menjalankan kedua ibu jarinya, mengusap bekas air mata yang mengering. Menatap bola mata gadis itu yang sembab, masih berbalut kabut, tak secemerlang biasanya.
Beriringan menuju ke tempat motor Rama terparkir, Ifabella membiarkan Rama mengisi celah di antara jarinya. Genggaman Rama hangat berbanding terbalik dengan angin malam yang berembus memainkan rambut Ifabella yang dibiarkan saja oleh gadis itu. Gemas dengan hal itu, Rama mengambil karet dari saku celana panjangnya sesaat setelah mereka berdiri di sebelah motor Rama. Satu hal yang ia pelajari semenjak dekat dengan Ifabella, gadis itu selalu membiarkan rambutnya bermain bersama angin. Merapikan rambut gadis itu menjadi satu ikatan membentuk pony tail dengan beberapa anak rambut yang masih mencuat, kemudian memasangkan helm dan mengunci pengaitnya, Rama berucap, "Tuhan bentuk lo dengan cara-Nya sendiri."
Ifabella mendongak, mengulas senyum tipis. "Thank you, Ram." Rama mengangguk sekilas, memelesatkan motor setelah Ifabella duduk nyaman di belakangnya. Membelah jalan malam dengan tangan Ifabella yang memeluk perutnya. Merasakan Ifabella bersandar, menjadikan punggung lebarnya sebagai penopang.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF... (On Hold)
Genç KurguIfabella Srikandi Sucipto pindah sekolah dari SMA Harapan Pertiwi karena dicurangi sahabatnya. Di sekolah yang baru, If bertemu dengan ketua OSIS yang langsung mengklaim If sebagai pacarnya. Tentu saja hal itu membuat If langsung memasukkan Rama seb...