"Bahagiaku itu kamu"
• ~~ • ~~ •
Siang ini mentari sedang bermain bersama awan. Muncul sesaat kemudian bersembunyi lagi. Terus mengulang pola yang sama selama satu jam terakhir. Udara terasa lembab dan sedikit panas yang tak lazim. Rama memandang gadis di samping kirinya. Ifabella belum mengeluarkan sepatah kata sejak mereka duduk di halaman belakang sekolah. Lagi-lagi hanya diam yang menyatukan mereka berdua.
"Bagaimana keadaan Laksmana?" tanya Ifabella tiba-tiba.
"Udah mendingan. Masih dalam pantauan dokter. Dia sih udah merengek minta pulang. Bikin mama pusing dan papa jadi senewen." Rama menggerutu membuat Ifabella tertawa pelan. Seketika teduh merasuk dalam diri Rama. Setelah beberapa hari bersitegang dan sendu mewarnai hubungan mereka, gelak Ifabella terasa menyejukkan.
"Lo harus banyak-banyak tertawa. Janji sama gue. Lo harus sering-sering tertawa. Bahagia terus." Seketika Ifabella menoleh. Warna suara Rama tak seperti biasanya.
"Gila dong!" canda Ifabella sembari senyum tipis.
Rama terkekeh, mengambil tangan Ifabella untuk ia genggam, mendekatkan ke wajahnya, "Ga papa gila, gue tetap sayang," gombal Rama setelah melabuhkan sebuah kecupan di punggung tangan Ifabella, "apalagi kalau tergila-gila sama gue," lanjutnya. Dan sebuah kecupan kembali mendarat di punggung tangan Ifabella. "Apapun akan gue lakuin buat liat senyum lo. Gue mau lo bahagia." Punggung tangan Ifabella kembali dihadiahi kecupan.
Menepis perasaan tak nyaman, Ifabella menyandarkan kepala di bahu Rama. "Kita bahagia bareng ya," pinta Ifabella pelan. Rama terdiam. Ucapan Ifabella barusan meninggalkan tanya yang tak bisa ia jawab. Pemuda itu hanya tersenyum seraya mengeratkan genggaman mereka.
Ifabella mengangkat kepala, mempelajari raut Rama yang tak menjawab permintaannya. Hidung mancung, bibir yang sering menggodanya, dan alis tebal yang menaungi sepasang kolam cokelat muda yang selalu menatap penuh kasih padanya. Tampan.
"Cinta banget ya sama gue sampe liatnya ga kedip gitu?" Cengiran konyol tersemat mengganti sendu yang sempat hadir di wajah pemuda itu. Seketika Ifabella membuang pandangan ke arah lain. Menyembunyikan semburat merah jambu karena wajahnya terasa memanas.
"Kali ini ga papa lo liatin gue seperti tadi. Gratis! Ga bayar. Tapi besok-besok lo harus bayar." Tiba-tiba wajah Rama muncul di hadapan Ifabella. Menutupi pemandangan rumput liar yang terbentang di halaman belakang sekolah.
Cepat Ifabella menarik mundur kepalanya. Rama terlalu dekat. Gemuruh di dada gadis itu bertambah dua kali lipat.
"Kenapa harus bayar? Semua yang punya mata kan boleh melihat." Kerut tak mengerti muncul di kening Ifabella.
"Itu khusus buat lo. Yang lain ga papa."
Kali ini kedua alis Ifabella terangkat, mempertanyakan pernyataan Rama barusan, "Kok gitu? Apa ga kebalik? Aku kan pacar ka...." Hening. Ifabella terlalu malu menyelesaikan kalimatnya. Sedetik kemudian terdengar tawa Rama. Ifabella mengganti posisi duduk. Bergerak tak nyaman karena malu.
"Duh, si Eneng. Posesifnya mulai muncul, nih. Abang senang, ih," goda Rama di sela tawa yang masih terus terlepas dari bibirnya.
Ifabella memberenggut. Cemberut membuat wajahnya semakin menggemaskan di mata Rama. Spontan tawa pemuda itu berhenti . Berganti senyum lebar. Lalu berganti lagi dengan senyum miris.
"Ikut ke rumah sakit, yuk!" ajak Rama seraya berdiri. Menarik serta tautan tangan mereka.
"Ga ada bimbingan?"
"Ga. Udah ijin kalo mau ke rumah sakit."
Ifabella menggangguk, ikut berdiri lalu berjalan mengiringi langkah Rama menuju lapangan parkir. Memakai jaket putihnya dan seperti biasa, membiarkan Rama memasang helm di kepala dan mengeratkan pengaitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF... (On Hold)
Teen FictionIfabella Srikandi Sucipto pindah sekolah dari SMA Harapan Pertiwi karena dicurangi sahabatnya. Di sekolah yang baru, If bertemu dengan ketua OSIS yang langsung mengklaim If sebagai pacarnya. Tentu saja hal itu membuat If langsung memasukkan Rama seb...