"Bila hidup memberimu sebuah lemon, buatlah lemonade. Bila hidup memberimu seorang pengkhianat, tonjok dia dengan sepenuh hati"
• ~~ • ~~ •
"Jelasin ke aku. Apa maksud kamu melakukan ini?" Ifabella bersedekap menatap ke arah Melisa yang berdiri memalingkan wajah tak mau melihat gadis berambut pendek dengan model bob di depannya. Membuat kemarahan Ifabella semakin menjadi-jadi. Badannya bergetar pelan menahan amarah yang melanda dirinya sejak mengetahui kelakuan Melisa yang dianggapnya sahabat.
Sejak menginjakkan kakinya melewati gerbang sekolah, Ifabella mendengar bisik-bisik dan gumaman ucapan selamat penuh kagum yang ditujukan kepada Melisa. Awalnya, Ifabella tak mengambil pusing. Itu hal biasa mengingat Melisa adalah murid kesayangan di sekolah mereka. Tidak hanya cantik dan pintar, Melisa juga baik, murah senyum, dan sopan. Para guru sayang padanya. Siswa perempuan mengidolakannya, murid laki-laki berharap menjadi pacarnya.
Ifabella maju selangkah mendekati Melisa. "Tega ya kamu sama aku? Aku salah apa sama kamu?" Suara Ifabella menggelegar di kantin yang ramai. Dengan tangan kanannya, Ifabella mendorong pundak Melisa hingga gadis itu tersentak mundur beberapa langkah.
Mengibaskan rambut panjangnya, Melisa balas mendorong bahu Ifabella. "Maksud kamu apa? Aku ga ngerti." Gadis di depan Ifabella membalas dengan ketus.
"Kenapa kamu ngaku-ngaku kalau mural itu karya kamu?" Melisa diam tak ingin menjawab. Melengos dan mulai melangkah menjauh.
Ifabella menarik siku Melisa hingga langkah gadis itu terhenti. "Berhenti! Kamu belum jawab pertanyaan aku. Kenapa kamu bilang kalau itu karya kamu?"
Belum sempat Melisa menjawab, seorang gadis lain yang Ifabella tahu bernama Carissa menjawab, "Mural itu memang karya Melisa. Aku sendiri yang melihat Melisa di Aula tadi pagi. Ia sedang membereskan kuas, cat, dan yang lainnya." Maju selangkah, Carissa mendorong Melisa ke belakang. Seolah melindungi Melisa dari amarah Ifabella.
"Kalau memang kamu yang buat, kenapa Melisa yang ada di aula membereskan semuanya? Kenapa harus Melisa yang menyelesaikan mural itu sampai harus nginap di sekolah?" Mengerjap pelan, Ifabella menelisik tampilan Melisa. Seragam yang dikenakan gadis itu bernoda cat di beberapa tempat. Jemari Melisa yang terjalin juga tampak bernoda cat. Berbagai kemungkinan melintas di kepala Ifabella.
"Kamu memang ga pernah berubah. Selalu saja menindas Melisa. Kurang baik apa Melisa kepadamu? Kami semua tahu kalau kamu sering menyuruh Melisa melakukan tugas yang harusnya kamu kerjakan. Mengakui bahwa kamu yang mengerjakannya."
Ifabella tersentak mendengar pernyataan Carissa. Ada sesuatu yang terjadi tanpa sepengetahuannya. Ia menatap Melisa yang membuang pandangan ke arah lain. Kemudian mengedarkan tatapannya ke sekeliling kantin yang sekarang diam menyaksikan pertengkaran mereka. Bisa dilihatnya pandangan sinis dan mencemooh dari mata semua murid yang ada di kantin.
"Kamu ga bisa jawab kan?" Suara Carissa memecah pikiran Ifabella yang sedang bertanya-tanya.
"Aku ga tahu apa yang kalian dengar sampai menyimpulkan hal seperti itu." Ifabella mengangkat dagunya sambil mengedikkan bahu. Tangannya kembali bersedekap di depan dada.
"Tapi satu yang harus kalian ketahui, aku bukan orang yang akan menusuk punggung sahabat yang selalu aku lindungi."
"Dan aku tak mungkin bersahabat dengan seorang gadis bar-bar." Pernyataan singkat Melisa menohok Ifabella dengan kuat. Membuat gadis dengan dua tindikan di telinga kanannya itu terhuyung mundur beberapa langkah. Murid-murid yang berada di dekat Ifabella ikut mundur. Tidak ada seorang pun yang mau menahan tubuhnya yang oleng sesaat. Sudut hatinya terasa dihantam gada besar hingga membuat Ifabella sulit bernapas. Kepalanya terasa panas dan telinganya berdenging.
Selama ini ia tidak pernah menanggapi julukan "gadis bar-bar". Menulikan telinganya dan bersikap masa bodoh dengan julukan itu. Tetapi mendengar Melisa menujukan label itu kepada dirinya membuat hati Ifabella mencelus.
"Dan aku tak punya sahabat yang bermuka dua." Ucapan dengan nada kebencian terdengar sebelum Ifabella melakukan hal yang tak pernah disangkanya akan ia lakukan kepada Melisa.
Mendorong keras pundak Carissa yang masih berdiri melindungi gadis berambut panjang itu, Ifabella kemudian menghantam wajah Melisa dengan kepalan tangannya yang terkepal sekuat tenaga.
Kesiap dan jeritan terdengar dari berbagai arah. Untuk sesaat tak ada yang bergerak. Melisa tersungkur di lantai kantin dengan tangan yang memegang wajahnya. Merintih pelan karena rasa panas yang perlahan merambat di wajah dan hidungnya. Perlahan menyeka darah yang turun dari hidungnya.
"Seharusnya aku berhak melakukan yang lebih dari sekadar memukulmu." Sesaat kemudian Ifabella melangkah menjauh meninggalkan kantin. Kerumunan para siswa membelah, memberi jalan kepada Ifabella yang berjalan dengan kepala terangkat tegak dan angkuh. Riuh suara mengiringi langkah panjang Ifabella. Tatapan marah menyorot dirinya, tapi tak satupun yang berani melangkah maju menghadang Ifabella.
Melihat bagaimana Ifabella menghantam Melisa membuat nyali mereka ciut seketika. Bila dengan sahabatnya sendiri Ifabella tega melakukan itu, entah apa yang sanggup dilakukan gadis itu pada orang lain yang tak ada hubungan dengan dirinya.
Perlahan Ifabella menyusuri koridor sekolah menuju ruang kelas. Langkahnya terasa berat. Ia yakin tak lama lagi dirinya akan dipanggil ke ruang BP untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya barusan.
Ifabella mendengkus. Tangannya terangkat menyentuh dadanya yang terasa berdetak keras. Rasanya sakit. Sangat sakit. Sebelah tangannya masih terkepal erat. Membiarkan rasa perih karena tancapan kuku. Berbagai emosi berkecamuk dalam dirinya. Ifabella sakit dan marah terhadap pengkhianatan Melisa, tetapi hatinya menangis melihat keadaan Melisa yang tampak mengenaskan setelah menerima pukulan darinya.
Ujung bibirnya sobek, hingga mengeluarkan darah. Begitu juga dengan hidungnya. Ifabella hanya berharap agar tulang hidung Melisa tidak retak atau patah.
Gadis dengan dekik kecil itu menghela napas kasar. Ia yang biasanya berdiri sebagai orang yang membela Melisa, sekarang berperan sebagai penindas yang menyakiti. Seorang Ifabella telah berlaku kasar kepada seseorang yang selalu ada untuknya dan membuatnya tertawa. Seseorang yang membuatnya merasa dibutuhkan dan dianggap ada. Seseorang yang meyakinkan Ifabella bahwa dirinya berharga.
Sekarang Ifabella kembali sendiri. Di rumah maupun di sekolah, ia akan sendirian.
• ~~ • ~~ •
Bersahabat sejak bangku sekolah dasar membuat Ifabella tak habis pikir apa yang membuat Melisa mencurangi dirinya. Apa selama ini Melisa berpura-pura manis? Apa semua kebaikan dan kata-kata penyemangatnya hanya bualan semata?
Ifabella mengambil tas sekolahnya. Mengabaikan tatapan dan bisik-bisik yang ditujukan kepadanya. Pasti berita tentang kelakuannya sudah beredar di grup-grup chat sekolah. Ifabella tak pernah ambil pusing dengan segala anggapan orang-orang. Dan ia akan tetap seperti itu. Tak peduli dengan pandangan orang lain selama ia tak melakukan kesalahan. Dengan kepala yang tetap terangkat, Ifabella berjalan ke luar dari kelas menuju kantor BP. Tak ada gunanya menunggu panggilan. Seorang Ifabella Srikandi Sucipto bukan seorang pengecut.
• ~~ • ~~ •
TBC
Hai...
Akhirnya selesai juga bab 1 😄 setelah beberapa hari ga dapat mood untuk nulis.Maafkan segala typo yang ada. Tolong beritahu bila berkenan
Thank you...
Always Amazing 🍀(18 November 2018)
KAMU SEDANG MEMBACA
IF... (On Hold)
Teen FictionIfabella Srikandi Sucipto pindah sekolah dari SMA Harapan Pertiwi karena dicurangi sahabatnya. Di sekolah yang baru, If bertemu dengan ketua OSIS yang langsung mengklaim If sebagai pacarnya. Tentu saja hal itu membuat If langsung memasukkan Rama seb...