4. Not Ordinary Days Anymore

83 6 5
                                    

"Aku tak butuh alasan untuk jatuh cinta padamu. Yang ku tahu, kau sudah mengambil semua napasku sejak pertama melihatmu."

• ~~ • ~~ •

Ifabella menggerutu dalam hati ketika pemandangan sebuah tangan menghalangi pandangannya ke buku biologi yang sedang ia baca. Sedetik kemudian ia merasakan tarikan lepas earphone dari telinga kanannya hingga Ifabella mendelik ke arah pelaku.

Rama memasang earphone itu ke telinga kanannya.

Sama seperti pagi hari-hari sebelumnya, pagi Ifabella lagi-lagi terusik dengan kehadiran pemuda berkacamata di sampingnya. Hal itu berlangsung sejak hari kedua ia menjadi murid baru. Dan pagi ini adalah pagi di minggu kedua.

Dengan tak tahu malu, Rama menghempaskan bokongnya, duduk di kursi sebelah Ifabella. Wajahnya yang tampan dihiasi dengan cengiran yang menyebalkan menurut Ifabella.

"Selamat pagi, pacarnya Rama..." ketua OSIS itu menyapa Ifabella dengan suara lembut. Senyum khas dirinya tak lepas dari wajah tampan itu.

Balasan yang ditunggu Rama tak kunjung didengarnya. Pemuda dengan mata coklat muda itu memutar badannya ke arah Ifabella yang diam tak menanggapi sapaannya. Tampak fokus menekuri buku yang dipegangnya.

Dalam diam juga Rama menatap Ifabella. Gadis itu tak banyak berubah. Wajahnya masih semanis yang diingat Rama dengan dekik kecil yang muncul malu-malu saat Ifabella tersenyum. Satu hal yang tak pernah lagi dilihatnya sejak Ifabella menjadi murid baru di sekolahnya.

Rambutnya juga tetap tak melewati bahu. Ifabella juga masih tidak banyak berbicara. Tapi kediaman gadis di sampingnya itu terasa berbeda dari yang terakhir kali diingatnya.

"Punya pacar seganteng gue malah dicuekin...ntar diambil orang, nangis tujuh hari tujuh malam," ucap Rama berusaha memecah diam yang ada di antara mereka.

"Sinta..." kali ini Rama menarik ujung rambut Ifabella. Suaranya terdengar sedikit merajuk. Berusaha mengalihkan perhatian Ifabella dari buku yang terbuka di depannya.

Ifabella menoleh sambil mengaduh dan menggerutu dalam hati. Siapa Sinta? Apalagi maunya?

Rama tersenyum lebar melihat usahanya berhasil. "Melotot aja cantik. Gimana kalo senyum?"

Ucapan Rama dihadiahi tatapan yang lebih tajam lagi. Tapi Rama tetap cuek, pemuda itu malah semakin melebarkan senyumnya.

Ifabella mendebas. Menutup buku yang sedari tadi terbuka di depannya tapi tak satupun yang singgah di kepalanya. Apalagi dengan kehadiran pemuda sableng di sampingnya.

"Mau kamu apa?" Akhirnya Ifabella bersuara. Desahan pelan tertahan di tenggorokan Ifabella. Ada rasa kesal dan lelah menanggapi tingkah Rama. Sepertinya Rama tak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang ia mau.

"Gue mau lo," ucap Rama enteng. Sekarang Rama menyandarkan kepala di tangan kirinya yang bertumpu di atas meja. Sedang tangan kanannya bermain di ujung rambut Ifabella. Masih dengan senyuman khasnya yang terlihat jahil, Rama menatap Ifabella lekat.

Ada perasaan tak nyaman hadir dalam hati Ifabella. Ia merasa jengah dan sedikit malu ditatap sedemikian rupa oleh Rama. Membuat Ifabella tak kuasa menahan rasa hangat yang perlahan menjalari pipinya.

Ini kali pertama ia dekat dengan seorang pemuda.

Selama ini, murid laki-laki di sekolahnya yang lama mendekatinya karena menyukai Melisa. Mereka mendekatinya agar bisa menarik perhatian Melisa.

IF... (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang