"Kala hati melantukan pertanyaan tentang meragu, kala itu kekuatan cinta yang dibangun dari kepercayaan diuji"
• ~~ • ~~ •
Ifabella sudah berdoa. Juga sudah mengadu pada Bernadette, tetapi hatinya masih saja tak tenang. Gelisah menyerang dirinya tanpa ia tahu bagaimana menghilangkannya.
Menatap langit-langit kamar, Ifabella menghela napas. Mengulang lagi seolah dengan melakukannya, ia dapat menarik lepas rasa gelisah itu.
Jam digital di nakas sudah menunjukkan pukul satu dinihari dan sampai sekarang Rama belum juga meneleponnya.
Membalikkan tubuh ke samping, Ifabella menutup mata mencoba untuk tidur, tapi yang terbayang justru gambar Rama dan Melisa.
Ifabella menegakkan tubuh. Turun dari tempat tidur dan sekali lagi bertelut di depan kaki ranjang sebelum mencoba untuk tidur sekali lagi.
Beberapa saat kemudian, akhirnya Ifabella masuk ke alam mimpi dengan membawa segumpal rasa gelisah. Setetes bening meluruh dari sudut mata gadis itu.
• ~~ • ~~ •
Hari masih sangatlah pagi saat Ifabella terjaga dari tidurnya. Memang ia tak menangis semalaman, tapi tidurnya kali ini tidak senyenyak biasa hingga pening menyerang kepalanya. Membuat Ifabella enggan untuk turun dari tempat tidur dan memulai aktivitas yang biasa ia lakukan pada akhir minggu.
Membalikkan tubuh menjadi telentang, bayangan Rama dan Melisa kembali hadir mengusik Ifabella.
Bahkan hingga saat ini, tak ada satupun kabar dari Rama. Ifabella mengesah, 'mengapa berjanji bila tak bisa kamu tepati?'
Tanpa ia inginkan, sakit yang tercipta kemarin malam, menyeruak ke permukaan. Kali ini bukan hanya rasa sakit dan gelisah, tapi ada cemas yang menjadi satu.
Apakah telah terjadi musibah atau Rama memang hanya mempermainkannya?
Ifabella cepat-cepat menggeleng, menghapus pikiran buruk. Bukankah dirinya yang menanamkan tentang kepercayaan kepada Rama? Tapi mengapa sekarang justru ia yang mengingkari.
Tidak semua tampak seperti apa yang terlihat. Bukankah ia sendiri sudah mengalaminya? Jadi belum tentu apa yang ia lihat kemarin malam membuktikan bahwa Rama mempermainkannya.
Tapi memang benar adanya Rama memeluk pundak Melisa. Ia melihatnya sendiri dengan jelas.
Tapi ada hubungan apa antara Rama dan Melisa? Apa selama ini mereka bekerja sama untuk menjatuhkannya lagi? Apa salahnya? Lagi-lagi Ifabella mengesah, tak mengetahui kesalahan yang telah ia lakukan pada Melisa.
Begitu banyak kata tapi yang terucap dalam hati Ifabella. Tak satupun sanggup menghalau pikiran buruknya.
Ifabella menarik napas dalam, mengembuskannya dengan pelan, mengeluarkan kegundahan hatinya dan membuang jauh-jauh pikiran negatif yang hadir.
Ada keinginan untuk menghubungi Rama, meski ada enggan yang kuat. Sebuah rasa gengsi yang menahannya. Selama ini, selalu Rama yang mengawali.
Berdebat dengan diri sendiri, Ifabella segera mengambil ponsel di atas nakas. Dengan cepat jemarinya mengetik pesan dan langsung mengetuk ikon kirim sebelum tekadnya terkikis.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF... (On Hold)
Ficção AdolescenteIfabella Srikandi Sucipto pindah sekolah dari SMA Harapan Pertiwi karena dicurangi sahabatnya. Di sekolah yang baru, If bertemu dengan ketua OSIS yang langsung mengklaim If sebagai pacarnya. Tentu saja hal itu membuat If langsung memasukkan Rama seb...