"Yang kumau cuma kamu, yang aku butuhkan hanya kamu. Karena denganmu, aku merasa cukup."
• ~~ • ~~ •
Suara ketukan membangunkan Ifabella. Perlahan kelopak mata gadis itu mengerjap beberapa kali. Berusaha mengusir rasa sakit di kepalanya yang berdenyut nyeri. Butuh beberapa saat sebelum ia sanggup mengangkat tubuh. Dengan langkah berat dan setengah sadar, ia berjalan, sedikit oleng. Kemudian memutar anak kunci, membuka, dan menjumpai wajah Sukma. Ifabella menyandarkan tubuh lemahnya pada bingkai pintu.
"Ada Den Rama di depan," ucap Sukma melihat pandangan bertanya Ifabella.
"Suruh pulang aja, Mbok," suara serak Ifabella menjawab pemberitahuan Sukma. Wanita setengah baya itu memandang iba wajah majikan mudanya. Mata bengkak, lingkaran hitam di bawah mata, dan bibir kering menjelaskan ada hal buruk yang terjadi antara nona mudanya dan kekasihnya itu.
Sukma mengangguk, berbalik untuk turun namun tiba-tiba terkesiap kala tangannya tak sengaja bersinggungan dengan lengan Ifabella.
"Nonik demam?!" Sukma berubah panik sebelum Ifabella sempat menjawab. Perempuan bertubuh gempal itu tergopoh-gopoh menuntun Ifabella kembali ke ranjang. Membaringkan gadis itu dan menyelimutinya.
"Tunggu, Mbok ambilin obat." Segera Sukma berjalan cepat keluar dari kamar.
Sepeninggal Sukma, Ifabella mencoba melanjutkan tidur, bergelung dalam selimut, meski akhirnya ia bergerak gelisah. Tak bisa tidur lagi. Nyeri masih bersarang di kepala. Pikirannya berkecamuk, banyak tanya dan skenario yang bermain di sana. Ifabella tahu Rama punya jawabannya, tapi ia belum ingin bertemu Rama sekarang. Tidak dengan kondisinya seperti ini.
Suara pintu terbuka disusul gerakan ranjang yang melesak di samping pinggang memberitahu Ifabella seseorang sedang bersamanya. Berembus aroma maskulin yang sangat ia kenal. Beberapa menit dalam diam. Baru saja Ifabella berniat membuka mata, tiba-tiba jantungnya seakan berhenti berdetak merasakan sentuhan lembut di kening dan pipinya. Berjuang sekuat tenaga, Ifabella berpura-pura tidur. Mengatur napas yang sempat memburu.
Rama ....
"Den, ini bubur dan obatnya." Suara Sukma terdengar sembari meletakkan nampan di atas nakas.
"Terima kasih, Mbok. Tolong bawain handuk kecil dan air hangat. Biar saya kompres. Termometer juga kalau ada," lembut suara Rama menyapa indera pendengaran Ifabella. Air mata gadis itu sudah di sudut mata, mengancam mengalir. Ia rindu suara Rama, tawanya, perhatian pemuda itu. Semua hal tentang Rama, Ifabella merindukannya. Rasanya sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Terdengar gumaman Sukma, menyahut sebagai balasan.
"Bel ...." Rama menepuk pelan pipi Ifabella.
"Bangun, sayang ... lo harus minum obat." Ifabella masih bergeming.
"Bel .... lo ga kangen gue?" Ifabella hampir saja melotot mendengar pertanyaan sableng Rama. Bisa-bisanya pemuda tampan itu melontarkan hal absurd di situasi seperti ini.
"Pacarnya Rama, bangun." Kali ini Rama menguncang pelan bahu Ifabella. "Makan dulu. Gue suapin," bujuk Rama lagi.
Sukma menghampiri dengan sebaskom air hangat dan handuk kecil. "Ga ada termometer, Den."
"Iya, terima kasih, Mbok," ucap Rama seraya meraih bawaan Sukma. Mulai membasahi handuk, memerasnya lalu meletakkan di atas kening Ifabella.
"Belum bangun, Den?"
Rama menggeleng, "Belum. Mungkin harus seperti di cerita-cerita itu ...." Rama sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya, melirik Ifabella yang masih memejamkan mata. Seulas senyum mampir di wajahnya kala melihat gerakan di kelopak mata Ifabella.
KAMU SEDANG MEMBACA
IF... (On Hold)
Teen FictionIfabella Srikandi Sucipto pindah sekolah dari SMA Harapan Pertiwi karena dicurangi sahabatnya. Di sekolah yang baru, If bertemu dengan ketua OSIS yang langsung mengklaim If sebagai pacarnya. Tentu saja hal itu membuat If langsung memasukkan Rama seb...