Seorang remaja laki-laki, berjalan dengan santainya di sepanjang lorong Rumah Sakit. Tempat laknat yang ia benci. Namun, semua itu berubah ketika hal yang tidak ia inginkan begitu saja terjadi menyerang tubuhnya. Mau tidak mau ia harus rajin mengunjungi tempat tersebut setiap satu bulan sekali. Ia berjalan masih lengkap dengan seragam sekolahnya, terdapat sebuah nametag di bajunya tertulis Revan Arya Saputra. Ya, namanya adalah Revan seorang remaja yang sedang mengenyam bangku pendidikan, di SMA. Ia menghentikan langkahnya ketika sudah berada di depan sebuah ruang yang memiliki tulisan di atas pintunya.
DOKTER SPESIALIS KANKER
Ya, ia memasuki ruang tersebut. Tempat inilah yang menjadi tempat yang sering ia kunjungi. Saat ia masuk terdapat seorang dokter cantik yang umurnya memang sudah kepala tiga namun wajahnya tetap terlihat muda. Dokter cantik itu bernama Nerin. Dokter Nerin yang sedang sibuk dengan laptopnya tidak menyadari sang pasien kesayangannya sudah datang."Pagi Dok, sibuk banget ya?" Ucap Revan sambil duduk dikursi. Walau sang empu ruangan tersebut belum menyuruhnya duduk. Mendengar suara seseorang dokter Neripun menyudahi kegiatannya dan mendongak melihat sumber suara yang ia dengar. Bibirnya langsung merekah ketika melihat siapa yang datang.
"Ehh, kamu kirain siapa, maaf tadi saya sedang sibuk sampai nggak sadar pasien kesayangan saya ini sudah datang." Ucapnya sambil menatap lekat-lekat orang di depannya. Mereka memang sudah sangat dekat bahkan dokter Nerin sudah menganggap orang yang berada di depannya kali ini sebagai anaknya sendiri.
"Ada yang kamu keluhkan lagi? Bukannya ini belum waktunya kamu check-up kan?" Tambahnya.
"Tidak sih tapi saya bosan di rumah jadi kesini saja saya butuh teman buat ngobrol." Ucap Revan yang memang sudah menganggap sang dokter adalah ibunya sendiri.
"Bukannya ini waktunya kamu sekolahkan?" Tanya dokter cantik menyadari bahwa ini masih jam sekolah.
"Saya bosan sekolah dok, lagian kepala saya juga agak sakit." Ucap Revan dengan polosnya sambil menompang dagu dengan kedua tangannya. Dokter Nerin hanya menggelengkan kepalanya ketika melihat pasiennya.
"Ya, sudah sekarang kamu istirahat saja ya, dokter mau cek pasien lain kamu boleh istirahat di ruangan dokter kalo kamu lapar kamu ambil saja makanan di kotak makan ini ya." Ucap dokter Nerin sambil beranjak dari tempat duduknya dan mengelus surai hitam Revan. Bibir Revan mengerucut.
"Yah, padahalkan saya pingin cerita dan ngobrol sama dokter." Ucap Revan mengutarakan kekecewaannya.
"Maaf ya, nanti kalo dokter udah selsai Revan bisa cerita sama dokter, dokter tinggal ya." Dokter Nerin beranjak pergi, sesampainya di ambang pintu ia membalikan badannya menatap Revan, sebenarnya ada rasa iba menyelimuti hatinya. Namun, bagaimanapun ia juga harus menjalankan tugasnya sebagai dokter. Sepeninggalan dokter Nerin Revan membaringkan badannya di atas bangkar yang terdapat di ruangan itu. Ia mengambil benda pipih yang kini menjadi sebuah kebutuhan generasi milenial, benda pipih itu sebuah ponsel pintar, Revan menggambilnya dari saku celananya. Saat sedang asik memainkan benda pipih itu. Seseorang tiba-tiba masuk sambil berteriak.
"Mah, Dara bawa makan." Teriak seseorang itu sambil memasuki ruangan dokter Nerin, yang tak lain adalah anak sulung dokter Nerin. Andara Naira Putri namanya, seorang gadis yang sedang mengenyam bangku kuliahan dan baru saja pindah dari Universitas luar negri ke Universitas di Jakarta. Revan yang terkejut langsung menaruh benda pipih yang sedang ia mainkan. Ia segera turun dari tempatnya. Lalu, menatap orang yang masuk itu. Revan sempat tertegun melihatnya. Karena yang datang adalah seorang perempuan cantik yang memiliki rambut hitam legam yang terurai panjang, tubuh ideal, dan aksa yang indah.
"Si siapa kamu?" Tanya Andara saat melihat Revan, terpancar dari wajahnya jika ia terkejut. Revan menjawab dengan berjalan menuju perempuan itu.
"Revan, pasien dokter Nerin, kamu sendiri siapa?" Ujar Revan dengan santainya ia melangkah menuju Andara.
"Sedang apa kamu disini kemana mamah saya?" Tanya Andara seperti sedang menginterogasi seorang penjahat. Bukannya menjawab Revan terlihat meringis, karena rasa sakit itu menyerang kepala Revan tubuhnya tiba-tiba saja limbung untung saja Andara yang sedang bersama Revan itu dengan sigap menangkap tubuh Revan.
"Ehh kamu kenapa?" Ucap Andara panik. Revan hanya diam sambil memegang surai hitamnya erat, berharap rasa sakitnya mereda. Perempuan itu semakin panik ketika melihat ada sesuatu mengalir deras dari hidung Revan, ya itu adalah darah. Andara segera memapah Revan dan mendudukannya di ranjang. Andara mengeluarkan sapu tangan dari dalam tasnya dengan sigap ia membersihkan darah dari hidung Revan.
"Akhhh sa sakit," erang Revan sambil memegang rambutnya semakin erat. Erangan Revan membuat Andara yang sedang membersihkan darahnya semakin panik.
"Ehh kamu kenapa?"
"Sa sakit akhhh." Erangan Revan semakin miris terlihat jelas dari wajahnya jika ia sangat tersiksa dengan rasa sakitnya itu, belum lagi badannya yang kini menggigil dan darah yang tidak kunjung berhenti dari hidungnya. Hal itu semakin membuat anak dokter Nerin semakin panik dan takut. Ia tak tau harus berbuat apa. Beruntung dokter Nerin sudah kembali. Melihat hal tersebut membuatnya terburu-buru mendekati Revan dan sang anak.
"Biar mamah yang tangani kamu bisa tunggu diluar dulu ya, Ra." Ucap dokter Nerin, setelah mendengar penuturan dari sang ibu anak dokter Nerin segera keluar. Ia mendudukan dirinya di kursi ruang tunggu. Rasa khawatir terpancar jelas dari wajahnya. Semua hal yang baru saja ia alami mengingatkannya pada 10 tahun lalu.
Setelah menunggu kurang lebih 10 menit sang Ibu memanggilnya dan ia segera memasuki ruangan ibunya.
"Gimana keadaannya mah?" Tanyanya sambil menatap lekat-lekat laki-laki yang terbaring lemah itu.
"Keadaannya jauh lebih baik, Ra." Ucap dokter Nerin.
"Apa dia pasien mamah? Yang pernah mamah ceritain." Tanya Andara ketika ia tiba-tiba teringat dengan cerita sang ibu beberapa waktu lalu. Dokter Nerin hanya mengangguk sambil mengusap lembut rambut Revan. Andarapun menatap lekat-lekat Revan yang terlihat sangat damai dalam tidurnya.
JANGAN LUPA SINGGAH dan VOTE YA :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...