Jam sudah menunjukkan pukul 06.45 dan Revan terlihat sudah rapih dengan baju putih abu kebanggan sekolahnya. Setelah 2 hari ia tidak masuk sekolah karena sakit. Akhirnya ia bisa kembali masuk. Sambil menenteng tas sekolahnya ia berjalan keluar sambil bersiul. Ia terlihat lebih segar dari 2 hari yang lalu. Revan menampakan wajah cerianya seakan ia tidak memiliki penyakit yang pada dasarnya kini sedang menggrogotinya setiap saat yang bahkan bisa membuat badannya sakit semua dan mati rasa. Ia mendudukan badannya dikursi meja makan dan di sana sudah ada sang kakak yang juga sedang sarapan. Revan mengamati sang kakak cukup lama dengan senyum tipis mengembang dari bibirnya, ia teringat tentang malam itu saat dirinya kambuh, Rival ada disana menolongnya. Revan ingat betul bagaimana sang kakak tidur disofa kamarnya untuk menjaganya, mengganti kompresan sampai larut malam. Rival yang merasa risih dengan tatapan sang adik memilih pergi.
"Makasih buat kemarin malam, gue nggak tau kalo nggak ada loe kak, semoga hari loe menyenangkan ya kak, sekali lagi thank u kak." Ucap Revan sebelum Rival beranjak pergi. Rival tak peduli ia langsung pergi begitu saja, meskipun sejujurnya hatinya menghangat ketika tau Revan sudah terlihat pulih dan lebih baik. Revan melanjutkan sarapannya. Setelahnya Revan berjalan keluar sambil menggendong tas sekolahnya.
"Den, tunggu dulu." Suara mbok Sumi menghentikan langkahnya. Ia berbalik dan melihat mbok Sumi sedikit berlari menghampirinya dengan menenteng sekotak bekal ditangannya.
"Kata tuan Aden harus bawa bekal, nggak boleh makan sembarangan, ini bawa ya." Mbok Sumi menyerahkan bekal itu.
"Revan bukan anak TK lagi mbok kenapa harus bawa bekal?" Protes Revan.
"Bawa saja Aden harus nurut, oh ya ini tadi bikin bekalnya dibantuin den Rival jadi dibawa ya."
"Hah?" Revan tidak percaya bahwa kakaknya sepeduli itu dengannya. Apa mungkin ini karena kejadian malam kemarin, entahlah ia tidak tau.
"Oke deh Revan bawa." Revan mengambil kotak bekal itu.
"Nah, gitu dong, ingat jangan kecapean Aden baru sembuh." Revan mengangguk.
"Revan berangkat ya mbok." Revan langsung berjalan keluar.
15 menit kemudian ia sudah sampai di sekolah setelah memakirkan motornya Revan langsung berjalan masuk kedalam kelasnya yang berada dilantai 2. Sesekali ia tersenyum ketika bertemu dengan teman-temannya. Motto hidupnya saat ini adalah bisa berbagi bahagia dengan orang lain walau sekedar senyum."Van akhirnya loe masuk sekolah juga setelah bikin kita khawatir karena denger loe tiba-tiba sakit dan liat muka loe cerah banget hari ini." Seru seseorang yang tak lain adalah Zefan sahabat sekaligus teman sebangkunya.
"Iya sorry ya udah bikin khawatir. Haha Harus dong hidup itu harus dibawa bahagia Fan." Ucap Revan sambil mendaratkan pantatnya dikursi.
"Haha gaya lu tapi iya juga sih hehe, tapi tumben akhir-akhir ini loe semangat banget hidup dan ramah nggak kayak dulu dingin."
"Gue mau ada perubahan dalam hidup gue dan berusaha jadi orang baik biar kalo gue mati masuk surga dan dikenang sama semua orang."Ucap Revan dengan senyum yang mengembang. Bagi Revan senyum adalah persembunyian dari rasa sakitnya.
"Bagus deh kalo gitu hehe, loe kemarin sakit apa kenapa gue sama Rizki nggak boleh jenguk dan tumben loe sakit?" Zefan menanyakan banyak pertanyaan. Belum sempat Revan menjawab bel masuk berbunyi. Lega rasanya karena tak perlu menjawab pertanyaan Zefan karena Bu Mitha sudah masuk. Pelajaran pertama sudah dimulai dan keadaan tubuh Revan masih baik-baik saja Revan bersyukur akan hal itu. Ia juga memakan bekalnya dengan baik tanpa keluhan mual. Namun kini setelah jam pelajaran kedua dimulai tubuhnya mulai bereaksi rasa sakit kepalanya itu kembali datang ia menelungkupkan kepalanya sesekali terdengar suara rintihan darinya. Zefan yang menyadari ada yang tidak beres dengan Revan segera melontarkan pertanyaan sedikit membisik.
"Van loe kenapa?" Tidak ada respon dari Revan karena ia juga sedang mati-matian menahan rasa sakitnya dan mempertahankan kesadarannya. Namun sepertinya Revan sudah tidak mampu menahannya hingga tubuhnya lemas dan pensil yang sedang ia pegang terlepas begitu saja. Kesadarannya menghilang terakhir ia dengar suara teriakan Zefan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Dia Revan
Teen FictionIni tuh cuma cerita seorang Revan yang jalani hari-harinya sebagai penderita kanker. Cara dia lewatin masa sulitnya. Selesaiin semua harapannya dan belajar ikhlas menjalani hidupnya. Nggak lebih dari itu semua, ini cerita pertamaku. Makasih ya udah...